Omnibus Law Hapus Kewajiban Sertifikat Halal, MUI: Jangan Bikin Gaduh

Selasa, 21/01/2020 12:40 WIB
Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas (Foto: Republika)

Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas (Foto: Republika)

Jakarta, law-justice.co - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak penghapusan kewajiban makanan harus bersertifikat halal dalam Draft Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja.

Sekjen MUI, Anwar Abbas mengatakan, konstitusi mengatur kalau kebijakan politik dan ekonomi Indonesia tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama.

"Di dalam pasal 29 ayat 1 UUD 1945 dikatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini artinya apa saja yang kita lakukan dan kebijakan apa saja yang kita buat apakah itu dalam bidang politik dan atau ekonomi dia tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama dan bahkan ia harus mendukung bagi tegaknya ajaran agama itu sendiri terutama agama Islam yang merupakan agama mayoritas dari penduduk di negeri ini (87,17%)," kata Sekjen MUI, Anwar Abbas, kepada wartawan, Selasa (21/1/2020) seperti melansir detik.com.

Anwar menilai rencana penghapusan kewajiban makanan harus bersertifikat halal menandakan ketidakhadiran negara. Ini dianggap tidak baik bagi hubungan pemerintah dan rakyat.

"Dan kalau seandainya itu terjadi di mana pemerintah tidak lagi hadir untuk membela hak-hak rakyatnya maka tentu hal ini akan menyeret dan akan menimbulkan ketegangan hubungan antara rakyat dalam hal ini umat Islam dengan pemerintah dan itu jelas tidak baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini ke depannya," ujar dia.

Anwar juga merasa keberatan dengan rencana penghapusan kewajiban sertifikat halal itu karena dikhawatirkan memancing kegaduhan masyarakat. Pemerintah, kata Anwar, seharusnya fokus untuk mempertahankan dan meningkatkan program yang selama ini telah berjalan.

"Oleh karena itu mengembangkan pemikiran untuk menghapus sertifikat halal dalam kehidupan ekonomi dan bisnis, ini tentu jelas-jelas akan sangat potensial bagi memancing kekeruhan dan kegaduhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara karena ini jelas-jelas mengabaikan dan tidak lagi menghormati kepentingan umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas di negeri ini," ujar dia.

Sebelumnya diberitakan, RUU Cipta Lapangan Kerja menghapus pasal-pasal di UU Jaminan Produk Halal. Berdasarkan Pasal 552 RUU Cipta Lapangan Kerja yang didapat detikcom, sejumlah pasal di UU Jaminan Halal akan dihapus yaitu Pasal 4, Pasal 29, Pasal 42, Pasal 44.

Pasal 4 UU Jaminan Halal mewajibkan semua produk yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal. Selengkapnya Pasal 4 berbunyi:

Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

Dengan dihapusnya Pasal 4 UU Produk Jaminan Halal, maka pasal yang menjadi turunan Pasal 4 juga dihapus. Yaitu:

Pasal 29
(1) Permohonan Sertifikat Halal diajukan oleh Pelaku Usaha secara tertulis kepada BPJPH.
(2) Permohonan Sertifikat Halal harus dilengkapi dengan dokumen:

a. data Pelaku Usaha;
b. nama dan jenis Produk;
c. daftar Produk dan Bahan yang digunakan; dan
d. proses pengolahan Produk.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 42
(1) Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi Bahan.
(2) Sertifikat Halal wajib diperpanjang oleh Pelaku Usaha dengan mengajukan pembaruan Sertifikat Halal paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembaruan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 44
(1) Biaya Sertifikasi Halal dibebankan kepada Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal.
(2) Dalam hal Pelaku Usaha merupakan usaha mikro dan kecil, biaya Sertifikasi Halal dapat difasilitasi oleh pihak lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya sertifikasi halal diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar