Fakta - Fakta Omnibus Law yang Bikin Ribuan Buruh Marah

Selasa, 21/01/2020 11:32 WIB
Massa yang tergabung dalam aliansi gerakan buruh bersama rakyat (Gebrak) melakukan demonstrasi menolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja di depan gedung DPR pada Senin (13/1). Robinsar Nainggolan

Massa yang tergabung dalam aliansi gerakan buruh bersama rakyat (Gebrak) melakukan demonstrasi menolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja di depan gedung DPR pada Senin (13/1). Robinsar Nainggolan

law-justice.co - Pemerintah akan segera menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang Omnibus Law setelah rapat Paripurna. Adapun rapat Paripurna akan dilakukan hari ini, Selasa (21/1/2020) dengan agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk tahun 2020.

Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono mengatakan, pemerintah saat ini belum menyerahkan draf omnibus law ke anggota dewan. Pemerintah terlebih dahulu menunggu hasil sidang paripurna yang menetapkan RUU Omnibus Law sebagai Proglegnas 2020.

"Sidang Paripurna DPR untuk menetapkan Prolegnas Prioritas masih akan dilaksanakan hari ini (Selasa). Penyerahan ke DPR menunggu ketetapan Sidang Paripurna di DPR," ujar Susi seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (21/1/2020).

Namun, ia menekankan bahwa draf RUU Omnibus Law telah diselesaikan oleh pihak pemerintah. Saat ini hanya tinggal menyerahkan saja.

"Draft RUU sudah selesai hari Minggu malam, diselesaikan oleh Dirjen PP dan Kepala BPHN KemenkumHAM," kata dia.

RUU ini pun mendapatkan penolakan dari ribuan buruh karena dianggap akan menyusahkan dam merugikan pekerja Indonesia. Terutama kluster-kluster yang ada di Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Bahkan para buruh pun telah melakukan aksi turun ke jalan dan meminta agar RUU Omnibus Law dibatalkan. Kemarin, ribuan buruh melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR RI.

Lalu sebenarnya apa sih Omninus Law yang membuat buruh marah?

Menurut Audrey O Brien (2009), omnibus law adalah suatu rancangan undang-undang (bill) yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang.

Sementara bagi Barbara Sinclair (2012) menjelaskan omnibus bill merupakan proses pembuatan peraturan yang bersifat kompleks dan penyelesaiannya memakan waktu lama karena mengandung banyak materi meskipun subjek, isu, dan programnya tidak selalu terkait.

Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) siap mengajukan 2 (dua) Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yakni RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Omnibus Law Perpajakan. Kedua RUU Omnibus Law ini disiapkan guna memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia, khususnya dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global.

Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja mencakup 11 klaster, yaitu: 1) Penyederhanaan Perizinan, 2) Persyaratan Investasi, 3) Ketenagakerjaan, 4) Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M, 5) Kemudahan Berusaha, 6) Dukungan Riset dan Inovasi, 7) Administrasi Pemerintahan, 8) Pengenaan Sanksi, 9) Pengadaan Lahan, 10) Investasi dan Proyek Pemerintah, dan 11) Kawasan Ekonomi.

Sementara itu Omnibus Law Perpajakan yang telah disiapkan Kementerian Keuangan mencakup 6 pilar, yaitu: 1) Pendanaan Investasi, 2) Sistem Teritori, 3) Subjek Pajak Orang Pribadi, 4) Kepatuhan Wajib Pajak, 5) Keadilan Iklim Berusaha, dan 6) Fasilitas.

Sementara itu, kalangan buruh menolak dilakukannya pembahasan omnibus law. Presiden KSPI Said Iqbal berharap DPR RI bisa mendengarkan aspirasi kaum buruh untuk menolak pembahasan omnibus law. Sebab, menurut kajian KSPI, secara substansi, omnibus law cenderung merugikan kaum buruh.

"Kami menilai omnibus law tidak akan meningkatkan investasi. Tetapi justru akan menurunkan tingkat kesejahteraan kaum buruh, sehingga mereka menjadi miskin," kata Iqbal dalam pernyataan resminya, Senin (20/1).

Said Iqbal berpendapat Omnibus Law hanya akan menghilangkan upah minimum, menghilangkan pesangon, outsourcing dan kontrak kerja yang bebas (fleksibilitas pasar kerja), masuknya TKA yang tidak memiliki skill, hilangnya jaminan sosial, dan dihapuskannya sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak memberikan hak-hak buruh.

Nasib buruh bakal ditentukan mulai besok. Yakni setelah Pemerintah menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang Omnibus Law ke DPR. Penyerahan ini dijadwalkan setelah rapat Paripurna. Adapun rapat Paripurna akan dilakukan besok, Selasa (21/1/2020) dengan agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk tahun 2020.

Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono mengatakan, pemerintah saat ini belum menyerahkan draf omnibus law ke DPR. Pemerintah terlebih dahulu menunggu hasil sidang paripurna yang menetapkan RUU Omnibus Law sebagai prolegnas 2020. Saat RUU masuk prolegnas maka sudah siap dibahas dan disahkan di DPR.

"Sidang Paripurna DPR untuk menetapkan Prolegnas Prioritas masih akan dilaksanakan besok (Selasa). Penyerahan ke DPR menunggu ketetapan Sidang Paripurna di DPR besok," ujar Susi seperti dilansir dari CNBC Indonesia, Senin (20/1/2020)

Sumber: CNBC Indonesia

(Hidayat G\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar