Bisnis Gadai Syariah Kian Menggeliat

Minggu, 12/01/2020 15:23 WIB
Gadai Syariah berkembang pesat di Madura (foto: Bisnis)

Gadai Syariah berkembang pesat di Madura (foto: Bisnis)

Jakarta, law-justice.co - Industri keuangan berbasis syariah terus bertumbuh, terutama dalam dua dasawarsa terakhir, tepatnya sejak Bank Muamalat Indonesia – bank berbasis syariah pertama di Indonesia – mulai beroperasi. Meski pertumbuhannya relatif kecil dibandingan dengan bank konvesional, yakni berkisar antara 4-5% saja, namun keberadaannya telah menstimulasi praktek industri keuangan berlabel halal lainnya.

Keuangan syariah semakin diminati sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dalam bertransaksi ekonomi sesuai hukum syariah. Seorang kenalan yang telah bekerja selama belasan tahun di industri keuangan konvensional, misalnya, memutuskan untuk mengundurkan diri demi patuh pada rambu-rambu agama. Kesadaran seperti ini di kalangan masyarakat muslim semakin bertumbuh pesat.

Fenomena ini membuka peluang besar bagi sektor keuangan syariah. Hingga akhir 2017, menurut data pada laman bps.go.id, jumlah penduduk muslim di Indonesia berada di kisaran 95 persen dari sekitar 280 juta penduduk Indonesia. Jadi, potensinya besar sekali.

Pada debat terakhir capres dan cawapres April tahun lalu, ekonomi syariah menjadi sorotan kedua pasangan calon. Semua berjanji akan mendorong berkembangnya ekonomi berbasis syariah. Kala itu, pasangan nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf Amin, misalnya, berjanji akan membentuk Badan Pengembangan Ekonomi Syariah untuk mempercepat proses pengembangan ekonomi berbasis syariah.

Sementara cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno menyatakan sudah saatnya Indonesia memiliki bank syariah terbesar di Asean. Sandiaga mengatakan pemerintahnya kelak akan berpihak pada penciptaan peluang agar Jakarta menjadi pusat keuangan syariah. Untuk itu menurut Sandiaga kuncinya adalah bagaimana menciptakan ekosistem ekonomi syariah yang komprihensif.

“Ekosistem yang menyandingkan entrepreneurship dan financing, bukan hanya labelisasi tetapi juga mampu menciptakan produk dan membuka lapangan kerja. Untuk itu kami akan canangkan kekuatan kita di kewirausahaan ekonomi syariah, memperbanyak produk syariah,” katanya pada debat kelima yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (13/4/2019) lalu.

 

Gadai syariah menggeliat (foto: Bank Syariah)

Kegairahan pada ekonomi syariah pun mendapat respons positif, terutama, dari pemerintah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), misalnya, bersama dengan stakeholders keuangan syariah terus mendorong pelaksanaan Kampanye Nasional Aku Cinta Keuangan Syariah. Gerakan ini bertujuan agar kesadaran kolektif seluruh stakeholders ekonomi dan keuangan syariah terbentuk. Termasuk pemahaman yang lebih baik terhadap produk keuangan syariah. Dengan demikian akan terjadi saling bersinergi dan bahu membahu mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Tanah Air.

Gadai Syariah mulai dilirik

Kini, ekonomi syariah tak hanya berkutat pada urusan perbankan. Salah satu yang mulai berkembang adalah usaha gadai syariah. PT Pegadaian (Persero), BUMN yang lama menggeluti usaha pegadaian, mengaku unit bisnis gadai syariah berkembang signifikan.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan PT Pegadaian mencatat pembiayaan syariah senilai Rp 9,02 triliun per Agustus 2019, tumbuh pesat sebesar 46% dibandingkan Agustus 2018 senilai Rp 6,18 triliun.

Di Madura, PT Pegadaian bahkan telah mengkonversi 84 kantornya dari sistem kovensional menjadi syariah. Menurut Dirut PT Pegadaian, Sunarso, hal itu dilakukan karena poteni pasar syariah di Pulau Madura yang terbilang besar.

Meski tak sepesat perusahaan pelat merah, sejumlah gadai swasta syariah sudah mulai bermunculan. Terakhir adalah PT Ijab Gadai Indonesia. Perusahaan berbasis di Semarang, Jawa Tengah, ini resmi mengantongi izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-47 / NB.01 / 2019 tanggal 16 Desember 2019.

“Dengan pemberian izin usaha tersebut, perusahaan wajib menjalankan kegiatan usaha yang sehat sebagaimana undang-undang yang digunakan,” kata Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Anggar B. Nuraini Anggar, seperti dilansir dari laman resmi OJK.

Usaha gadai swasta memang masih jauh tertinggal dibandingkan dengan pegadaian persero yang asetnya sudah mencapai Rp 50,3 triliun. Kemampuan ekuitasnya juga masih jauh tertinggal. Saat ini pegadaian persero memiliki ekuitas sebesar Rp 18,9 triliun. Sementara, perusahaan gadai swasta ekuitasnya masih Rp 86 miliar.

Apalagi saat ini belum banyak masyarakat ekonomi syariah yang berminat mengembangkan usaha pegadaian syariah. Buktinya, dari 76 gadai swasta yang terdaftr di OJK, baru tiga perusahaan gadai yang berprinsip syariah. Tetapi potensi untuk berkembang masih tetap besar, mesi persentasi kelompok market spiritual relatif kecil.

 

Masyarakat muslim Indonesia terbagi tiga (foto: Republika)

Di Indonesia, masyarakat muslimnya masih terbagi tiga. Ada kelompok muslim rasional yang cenderung menggunakan logika pasar. Jumlahnya sekitar 30%. Ada juga kelompok floating market yang tidak terlalu peduli apakah konvensional atau syariah, yang penting layanan lebih baik. Menurut Luthfi Adhiansyah, Kepala Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia, kelompok muslim rasional dan yang tidak peduli apakah syariah atau bukan, ada 60%. “Sisanya baru kita sebut market spiritual, atau yang benar-benar harus ada Ghiroh-nya,” jelas Luthfie.

Pendapat Luthfie sejalan dengan survei yang dilakukan periset Yuswohady dan teman-teman dalam buku ‘Marketing to Middle Class Muslim’. Dia mengklasifikasi sosok konsumen muslim menjadi empat kelompok: pertama, mereka yang apathist. Mereka ini biasanya memiliki wawasan keislaman yang rendah dan sering kali kesejahteraan ekonomi juga rendah. Inilah kelompok muslim yang tidak terlalu peduli apakah sistem ekonomi berdasarkan syariah atau tidak, atau produk berlabel halal atau non-halal. Tingkat kepatuhan terhadap hukum Islam rendah. Mereka penganut prinsip,”emang gua pikirin.”

Kedua, adalah kaum conformist, artinya segala sesuatu itu, pokoknya harus Islam. Lalu ketiga, ada kelompok rationalist. Umumnya mereka adalah umat muslim yang berwawasan global dan open-minded. Pola berpikirnya pun pragmatis dan kritis. Bagi mereka,”kehalalan tidak penting, yang penting gua dapat apa. Keempat adalah kaum universalist. Mereka adalah golongan taat beribadah dan penerap Islam normatif. Prinsipnya: Islami itu lebih penting.

Peluang usaha gadai syariah tetap terbuka lebar. Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Potensi pasarnya besar sekali. Tantangannya ada pada para pelaku usaha berbasis syariah. Bagaimana mereka meyakinkan pasar sehingga ekonomi berbasis syariah dapat menjadi alternatif bagi ekonomi konvensional yang cenderung melulu mementingkan keuntungan.

(Rin Hindryati\Rin Hindryati)

Share:




Berita Terkait

Komentar