Benny Giayq, Ketua Badan Pengurus Sinode KINGMI di Tanah Papua

Tim Pastoral Nduga Terpenjara Dalam Trauma Tak Berujung

Minggu, 12/01/2020 12:02 WIB
Kondisi Pengungsi Nduga Papua (Youtube)

Kondisi Pengungsi Nduga Papua (Youtube)

Jakarta, law-justice.co - Menyambut Tahun pelayanan pastoral 2020 ini, ijinkan kami Badan Pengurus Sinode KINGMI di Tanah Papua menyampaikan ucapan selamat kepada semua pihak sambil menyampaikan terima kasih kami yang sedalam-dalamnya kepada semua unsur masyarakat, Gereja, LSM, Media cetak/elektronik, baik di Papua maupun di luar Papua & di mana saja, yang peduli & sudah menyatakan solidaritasnya hingga saat ini menyiasati derita manusia Ndugama yang dari tahun ke tahun telah mengalami trauma berkepanjangan sejak Operasi militer yang digelar oleh Keluarga Soeharto/ Prabowo Subijanto sejak Januari 1996.

1). Memasuki tahun karya pastoral ini (2019) kami sampaikan bahwa dunia kita di Tanah Papua belum berubah, matahari kedamaian belum menyinari Tanah ini.

Papua belum bergerak ke arah yang lebih baik dari tanggal 22 Desember lalu, saat kami ke Gedung DPRP untuk meratapi Nduga yang duka. Masyarakat ini yang sejak awal Desember 2018 terbuang kembali ke dalam pengalaman pengungsian yang telah Nduga generasi 1996 – 1997 sudah alami dan yang sudah dijalani masyarakat Nduga tinggal di Alguru Keneyam, (Kab Nduga) bulan Juni – Juli 2018 lalu. Minggu lalu, kami mendapat informasi bahwa seorang pelayan jemaat kami, Pdt. Nirigi seorang Pendeta yang bertugas sebagai penterjemah Alkitab telah di bunuh oleh TNI POLRI pada tanggal 19 Desember 2018. Pendeta ini dia menempuh jalan kematian yang ditempuh seorang pendeta Jemaat KINGMI lainnya dalam 1997, Pendeta Wenesobuk; petugas Gereja itu dijemput aparat. Mereka bunuh dia di pinggir Kali. Keluarga temukan setelah beberapa saat kemudian. Saya (Ketua Sinode, Hari ini) masih Pendeta muda, 20 tahun lalu, saya baru kembali mulai mengajar di STT Walter Post saat saya menyusun Laporan kematian Pdt. Wenesobuk; saya juga ingat Pdt. Obed Komba menyampaikan Pembunuhan terhadap Pdt. Wenesobuk tadi kepada Pangdam (sambil meratap) dalam: Raker Sinode KINGMI (waktu itu: Pdt. Komba, Ketua BPW GKII Papua, sebelum Gereja kembali ke Sinode).

Selain pembunuhan terhadap Pdt. Nirigi tadi, kami juga mendengar sekitar 10 orang mama-mama sudah melahirkan di hutan-hutan di pengungsian. Dari mama-mama ini ada yang meninggal dengan bayi di hutan. Kami juga mendengar mama-mama (Hampir jumlah mama-mama yang sama) akan melahirkan dalam waktu dekat di hutan/pengungsian dalam kondisi kelaparan dan kedinginan di gubuk-gubuk darurat. Banyak anak sakit & sedang dan akan mengalami gizi buruk.

2). OPM Nduga?

Kami memandang OPM yang dijadikan alasan oleh Jokowi untuk lakukan proyek Jalan trans Papua & serahkan TNI AD untuk kelola Proyek itu” tidak turun dari langit”. Dengan kata lain, OPM ini tidak lahir di ruang kosong begitu saja. OPM tidak bedanya dengan Barisan Merah Putih yang pro NKRI harga mati, yang dilahirkan oleh manusia & lembaga pemerintah Indonesia. Kalau “Barisan Merah Putih” didirikan oleh TNI POLRI tahun 1968 untuk memenangkan PEPERA 1969. Bagaimana dengan OPM? Siapa yang lahirkan OPM? Sama juga. Pihak-pihak yang lahirkan Bara NKRI itu juga untuk kepentingan mendapat proyek seperti: Proyek Jalan Trans Papua, atau program lain. Dalam prosesnya, para Pihak itu gunakan cara-cara pengkondisian budaya, kekerasan fisik sebagai media komunikasi dll. Sehingga langkah selanjutnya aparat negara “menjaga daerah operasi militer dengan terus gunakan stigma: GPK, Separatis, KKB, tetàpi diubah menjadi KKSB (ini lantaran TNI tidak kebagian operasi di Tembagapura November 2017 dst). Tetapi maksudnya, lembaga NKRI ini supaya tetap HIDUP di NKRI (Dalam arti tetap dianggap penting sekalian untuk kenaikan pangkat permintaan biaya anggaran Keamanan) mengambil langkah: (a) Menjual amunisi & senjata ke OPM. (b) menghalangi orang Papua memenuhi kebutuhan dasarnya seperti: makan, minum, tempat tinggal yang layak, kebebasan berekspresi, menghalangi pemenuhan kebutuhan utk mendapat pendidikan & pelayanan kesehatan serta hidup yang layak. (c) menghidupkan Ingatan kolektif mengenai penderitaan masa lalu dibawah ABRI pada masa lalu sebagai Pengkondisian tadi seperti halnya; (c1) generasi OPM Nduga hari ini yang dilahirkan & dibesarkan dalam tahun-tahun Nduga mengalami pembunuhan membabi buta terhadap para Pendeta; anak-anak dan pemerkosaan perempuan dalam sejak Januari 1996 – 1997 lewat operasi militer yang dipimpin Prabowo Subiyanto/ keluarga Soeharto. (c2) OPM generasi ke depan dilahirkan hari-hari ini melalui lewat operasi militer oleh Presiden Jokowi sekarang yang menyebabkan kondisi fisik warga Nduga rapuh di pengungsian di hutan-hutan & di lereng Pucak Trikora (yang dinginnya bukan main), tekanan psikologis karena harus tinggalkan kampung halaman secara-cara tiba-tiba dalam ketakutan hadapi pemboman, dll, kelaparan, rasa keterlemparan karena harus mengungsi terus menerus tanpa kepastian ke mana, berapa lama, dan pertanyaan kapan akan kembali ini semua akan terus meradikalisasi dan memperdalam idiologi Papua merdeka. (c3) anggapan bahwa dengan perintah Jokowi kepada TNI untuk urus Proyek Lintas Papua, berarti malaikat pembawa kematian & teror telah datang menguasai/ menduduki Tanah orang Ndugama; semua ini yang ikut meradikalisasi ideologi OPM. (c4) terlebih apabila semua ini dirancang & dieksekusi TNI POLRI yang telah termakan ideologi negara bercampur dengan rasisme. Siapa yang melahirkan OPM? utk kepentingan siapa? (c5). Apakah Orang Papua bisa membuat pabrik senjata peluru? Media lokal dalam tahun-tahun 2014 & 2015 tahun-tahun Gerakan Papua mulai berjuang menjadi anggota MSG, kami membaca berita-berita “TNI POLRI” yang gemar jual senjata & amunisi ke OPM. Siapa bikin OPM? Apakah OPM musuh TNI POLRI seperti yang sering dinyatakan petinggi TNI POLRI? Mari silahkan jawab sendiri.

3). Oleh karena itu mengakhiri ucapan trima kasih atas dukungan semua pihak peduli terhadap “manusia sebagai mahkota dari ciptaan Tuhan” sekali lagi kami (a) sampaikan banyak terima kasih atas semua wujud solidaritas yang ditunjukkan kepada jemaat-jemaat & masyarakat Nduga yang terus jalani kondisi di atas. (b) Sebelum kampanye presiden & wakil & legislatif di Papua kami bersama para korban di jemat-jemaat kami di Nduga ada meminta jokowi, Tomy Suharto & prabowo & tim suksesnya untuk menghentikan jalan trans papua, yang dipandang kalangan Papua sebagai wajah kongkrit dari ideologi & kebijakan bias pendatang (neo kolonialisme Indonesia di Papua). Orang Nduga (orang Papua) tidak minta/ butuh jalan lintas Papua; tidak butuh/minta Kabupaten Nduga, Paniai, Intan Jaya atau Provinsi Papua Barat, dll (c) karena itu kami meminta Presiden mengeluarkan perintah menghentikan operasi militer & agar Tim Pastoral bisa ke sana laksanakan Penyembuhan trauma mental & sosial yang dialami orang Nduga sejak Operasi militer di Nduga (d1) yang dilaksanakan keluarga Soeharto di depan mata Tomy Suharto dan atas Perintah Prabowo Subiyanto sejak Januari 1996 hingga 1997; (d2) operasi militer oleh Presiden Jokowi bulan Juni – juli 2018 lebih khusus di Alguru dekat ibu kota Kab Nduga, dan (d3) perintah Operasi militer atas perintah Presiden Jokowi /Wkil Presiden Jokowi; Ketua DPR RI.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar