Menteri PUPR Jangan Asal Tuding
DAS Ciliwung Tanggung Jawab Pusat, Bukan Gubernur DKI
Petugas membantu evakuasi warga yang terdampak banjir Kali Ciliwung di Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta, 1/1 (Ist)
Jakarta, law-justice.co - Ketika terjadi banjir di awal Tahun Baru 2020, Menteri PUPR, Basuki langsung menyalahkan Gubernur Jakarta soal normalisasi Kali Ciliwung yang tidak tuntas. Padahal beban persoalan lebih ada di Kementerian PUPR yang justru tidak berdaya mengatasinya.
Demikian dikatakan Dosen ITB. MJS dalam pernyataanya di medsos, Sabtu (4/1). Menurut MJS ada beberapa faktor alasannya, sebagai berikut:
Pertama soal pengelolaan DAS Kali Ciliwung yang berada di bawah Balai yang ada di Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR.
Sangat dipertanyakan, program pengawasan atau Jogo Kali atau inspeksi kali yang ada selama ini. Kenapa terjadi pembiaran yang hebat secara terus menerus di sepanjang bantaran sungai? Masih di instansi yang sama, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, sangat dipertanyakan program-program pembangunan waduk dan situ di sepanjang aliran kali Ciliwung.
Selama 5 tahun ini sudah habis APBN beratus-ratus triliun rupiah untuk infrastruktur sungai dan permukiman. Sangat mengherankan jika tidak jelas kontribusinya untuk menangani masalah penting di Jakarta ini. Ini urusan permukiman, pengembangan permukiman baru dan program pemukiman kembali para warga terdampak normalisasi.
Kapasitas dan tugas pokok fungsi pemerintahan pusat ini berada di Direktorat Jenderal Cipta Karya, Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan, Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur dan Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah. Di bawahnya lagi ada puluhan Direktorat dengan tugas pengembangan permukiman, penataan bangunan, penyediaan prasarana, perencanaan wilayah, penyediaan rusunawa dan sebagainya.
Lagi-lagi semuanya berada dalam struktur Kementerian PUPR. Program apa yang sudah dijalankan oleh instansi ini untuk mengatasi masalah permukiman di sepanjang kali Ciliwung Jakarta? Kalaulah kapasitas Pemda paling-paling cukup untuk mendata warga saja.
Redevelopment Authority. Lagipula untuk menangani soal permukiman ini di berbagai negara sudah diterapkan yang namanya Resettlement Policy Framework berikut langkah operasionalnya Land Acquisition and Resettlement Action Plan.
Tapi semua kapasitas kelembagaan dan strategi pelaksanaan seperti ini tidak kunjung dipupuk oleh Kementerian PUPR. Perumnas dibiarkan terpuruk dan instansi teknis di daerah tidak mendapatkan pembinaan yang menjadi tugas pemerintah pusat. Tampaknya Kementerian pusat di bidang ini lebih senang mengerjakan proyek “printilan” saja.
Ketiga, soal pengelolaan wilayah metropolitan Jabodetabek, sudah dinyatakan Undang-undang Tata Ruang Nasional sebagai kawasan strategis nasional (KSN).
Ini berarti pembangunan lintas sektor di kawasan ini yang berdampak pada tata ruang KSN menjadi tanggung jawab pusat atau pemerintah nasional. Selain PUPR juga jadi tanggung jawab Kementerian ATR dan KLHK.
Komentar