Catatan Akhir Tahun :

Ini Sepak Terjang PPATK Selamatkan Uang Negara Sepanjang 2019

Selasa, 31/12/2019 17:01 WIB
Tampilan fasad gedung Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), lembaga yang menelusuri aliran dana mencurigakan dan pencucian uang (koranjakarta)

Tampilan fasad gedung Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), lembaga yang menelusuri aliran dana mencurigakan dan pencucian uang (koranjakarta)

law-justice.co - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menerima lebih dari 36 juta laporan transaksi yang mencurigakan sepanjang Januari-November 2019 atau naik 166,87 % dibanding tahun lalu.   Dari jumlah itu, Laporan Transfer Dana Dari/Ke Luar Negeri menjadi proporsi yang terbesar, yaitu 33.207.347 laporan (92 %). Namun hanya 537 Hasil Analisis (HA) dan 450 Informasi yang dihasilkan. Sebanyak 166 di antaranya merupakan HA proaktif dan 371 HA lainnya tergolong reaktif (berdasarkan permintaan).

Sebagian besar HA diduga terkait dengan tindak pidana korupsi (211 laporan). Selain itu terdapat pula 73 HA yang diperkirakan berelasi dengan kejahatan perpajakan dan 46 HA yang diduga memiliki kaitan denga penipuan, serta 39 HA yang diperkirakan memiliki hubungan dengan pendanaan terorisme . Di luar itu, terdapat pula HA yang diduga terkait dengan narkotika, penggelapan, dan kejahatan cukai. Seluruh laporan ini telah diserahkan kepada aparat penegak hukum.

Selain itu, dari temuan transaksi yang terindikasi tindak pidana pencucian uang, pada 2019, PPATK berfokus pada narkotika, korupsi pengelolaan dan penerimaan keuangan negara, sumber daya alam, kejahatan perbankan, pengejaran aset hasil tindak pidana, dan tindak pidana pemilu. Dari bidang-bidang itu dihasilkan 19  Hasil Pemeriksaan yang telah diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (8 laporan), Kepolisian Republik Indonesia ( 7 laporan), dan  Kejaksaan Agung (2 laporan).

PPATK juga berperan dalam kasus-kasus dugaan tindak pencucian uang (TTPU). Salah satu yang teranyar adalah temuan transaksi mencurigakan sejumlah kepala daerah yang melakukan penempatan dana dalam bentuk valuta asing senilai Rp 50 milyar ke rekening kasino luar negeri.  Selain temuan penggunaan dana hasil tindak pidana untuk pembelian barang mewah, lembaga ini juga sedang menelusuri aliran dana  eks  Bupati Kutai Kernegara,  Rita Widyasari terkait kasus korupsi yang telah inkracht.

Pengungkapan kasus Narkotika dan pencucian uang juga mewujud karena andil PPATK. Secara umum modus yang kerap dilakukan para pelaku adalah menggunakan perusahaan valuta asing dan perusahaan penjualan emas. Tujuannya untuk memudahkan transaksi keuangan para tersangka. Kasus narkoba dengan terpidana  Lisan Bahar yang telah divonis 4 tahun penjara oleh Pengadilan Jakarta Barat. Dalam kasus ini berhasil disita 12 mata uang valuta asing senilai hampir Rp 4 milyar yang disita oleh negara.

Infografis Jumlah Laporan yang diterima Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)  sepanjang 2019 (Refleksi Akhir Tahun 2019)

Proyek infrastruktur, terutama pembangunan jalan dan jembatan menjadi kasus yang berhasil diungkap karena peran PPATK. Berdasarkan penelusuran lembaga ini dari total anggaran sebesar Rp 573 milyar, hanya 19,61 & yang diidentifikasi sebagai transaksi yang terkait kegiatan operasional. Selain, terdapat pula dana sebesar Rp 223 milyar yang diduga tidak terkait dengan kegiatan usaha karena transaksinya dilakukan secara tunai.

Selain itu, dalam kasus-kasus infrastruktur, PPATK juga mendapatkan sejumlah transaksi mencurigakan yang tidak sesuai profil dan peeuntukan anggaran yang bersumber dari APBN dan APBD. Setidaknya terdapat 33 profil pejabat publik dan penyelenggaraan  negara yang menerima aliran dana terkait proyek-proyek semacam ini.

Peran PPATK juga terlihat dari pengungkapan kasus-kasus penyeludupan telepon seluler (ponsel). Berdasarkan penelusuran lembaga ini modus yang dilakukan adalah pelibatan jaringan penyeludupan yang belokasi de pesisir Sumatera (Batam, Pekanbaru, dan Jambi) yang kemudian disalurkan ke berbagai kota di Indonesia.

Selain penjual  ponsel, pelaku usaha valuta asing dan penyelenggara transfer dana juga terlibat dalam kasus-kasus ini dan berperan sebagai penyedia sarana pembayaran ke luar negeri. Du luar itu pengusaha ekspedisi dan pengangkutan barang juga menjadi bagian dari jaringan penyeludup ponsel ilegal karena memberikan jasa pengangkutan barang dari pesisir Sumatera ke pulau Jawa, termasuk Jakarta.

Kasus menarik lain yang berhasil diungkap PPATK adalah penyeludupan  benih lobster. Para pelakunya adalah sindikat internasional yang kerap menggunan modus dengan mengalirkan dana ke luar negeri dan diterima oleh para pengepul di dalam negeri. Para penyelenggara usaha valuta asing dalam kasus ini berperan sebagai perantara transaksi. Selain itu,  dana semacam ini sering pula digunakan rekening pihak ketiga atas nama perusahaan garmen, mainan anak, dan eksportir ikan.

Dalam setahun terakhir PPATK, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Badan Reserse Kriminal berhasil mengungkap aliran dana terkait dengan kasus penyeludupan benih lobster.  Adapan estimasi dana yang digunakan untuk menggerakkan bisnis ini, termasuk pendanaan pengepul untuk membeli benih lobster dari nelayan lokal berkisar antara Rp 300 – 900 milyar.

Secara keseluruhan dari 2013 hingga 11 Desember2019, PPATK mengklaim dari 296 Hasil Analisis yang dilakukan berkontribusi pada penerimaan negara di sektor pajak hampir Rp 5 triliun.  Lembaga ini juga berhasil mengungka potensi penerimaan pajak yang belum dibayar mencapai Rp 30 milyar. Sementara di sektor penerimaan negara bukan pajak, terutama dari sektor penegakan hukum pidana di bidang pajak, PPATK memiliki kontribusi sebesar Rp 470 milyar.

Sumber :  Refleksi Ahir Tahun 2019 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

(Teguh Vicky Andrew\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar