6 Faktor yang Buat Jiwasraya Punya Utang Rp50,5 Triliun

Minggu, 29/12/2019 17:15 WIB
Perampokan Terstruktur Jiwasraya, Staf Ahli Utama KSP Terlibat?. (Minenews)

Perampokan Terstruktur Jiwasraya, Staf Ahli Utama KSP Terlibat?. (Minenews)

Jakarta, law-justice.co - PT Asuransi Jiwasraya tengah menjadi perbincangan hangat. Sebab, perusahaan yang sudah ada sejak 160 tahun itu kini memiliki total utang sebesar Rp50,5 triliun.

Dilansir dari IDNTimes.com, Minggu (29/12/2019), salah satu yang menjadi sorotan dan juga sebab kerugian Jiwasraya adalah produk finansial mereka bernama JS Saving Plan. Rp15,7 triliun dari total utang Jiwasraya adalah liabilitas dari produk ini.

Namun jauh sebelum kasus tersebut bergulir pada tahun lalu, 13 tahun lalu Jiwasraya sudah mengalami defisit.

Berikut ini enam sebab yang membuat Jiwasraya punya utang hingga Rp50,5 triliun.

1. Permasalahan sistem akutansi dan sistem informasi Jiwasraya

Pada audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2006-2007 ditemukan adanya permasalahan pada sistem akuntansi dan sistem informasi Jiwasraya. BPK merekomendasikan Jiwasraya agar melakukan perbaikan.

Menurut Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non-Bank dan Anggota Komisioner OJK Riswinandi 13 Tahun lalu atau tepatnya pada 2006 Jiwasraya sudah mengalami defisit. Saat itu selisih antara aset dan likuiditas sudah mencapai Rp3,29 triliun.

"Bahkan audit yang lebih mendalam pada waktu itu mendefinisikan Rp8-10 triliun, cuma data yang keluar per 2008 defisit secara internal Rp5,7 triliun," kata Riswinandi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu malam (18/12).

2. Upaya penyalamatan bodong yang menambah kerugian

Pada 2009, defisit Jiwasraya naik menjadi Rp6,3 triliun. Riswinandi mengatakan upaya penyelamatan Jiwasraya adalah dengan financial reengineering dan financial reasurance.

"Ini mereka lakukan financial reasurance mulai 2010 untuk menutup bolongnya. Bolongnya tadi di reasurance ke luar negeri, ke perusahaan di Amerika. Ini menyebabkan kondisi keuangan jadi baik lagi. Supaya kondisi keuangan secara akuntansi baik lagi sehingga rasio-rasionya juga membaik. Sehingga mereka diizinkan lagi beroperasi," jelas Riswinandi.

Sejatinya pada 2011 Jiwasraya masih surplus sebesar Rp1,6 triliun, sayangnya financial reasurance tidak berdasar dan bodong sehingga Jiwasraya mengalami defisit Rp3,2 triliun.

"Tapi ditutup ada perusahaan lain yang cover potensi risiko kalau ada fraud. Kemudian 2012, ada usulan menggantikan reasurance ini dengan dilakukan obligasi rekap, kerja sama dengan BUMN tapi gak jalan juga," ujarnya.

3. Permainan akuntansi dan tidak dilakukannya penilaian aset selama beberapa tahun

Jiwasraya lalu dialihkan ke OJK pada 2012, setahun setelah OJK didirikan. OJK meminta Jiwasraya tidak meneruskan financial reasurance tersebut.

Riswinandi mengatakan, sebab ketiga kenapa Jiwasraya bisa merugi adalah tidak dilakukannya penilaian aset (reappraisal) selama beberapa tahun dan permainan di akuntansi.

"Rupanya dilakukan reappraisal, aset-asetnya ini selama berapa tahun gak di reappraisal. Jadi dilakukan reevaluasi, dari nilai buku Rp208 miliar, naik jadi Rp6,3 triliun. Jadi kelihatan main-main di akuntansi. Dengan demikian tidak dilanjutkan lagi financial reasurance-nya," kata Riswinandi.

4. Penyalahgunaan wewenang Jiwasraya

OJK pada 2015 melakukan pemeriksaan langsung terhadap Jiwasraya dengan aspek pemeriksaan investasi dan pertanggungan.

Lalu audit BPK di 2015 menunjukkan terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang Jiwasraya dan laporan aset investasi keuangan yang melebihi realita (overstated) dan kewajiban yang di bawah nilai sebenarnya (understated).

"Tahun 2016, OJK meminta Jiwasraya rencana pemenuhan rasio kecukupan investasi karena sudah tidak lagi menggunakan mekanisme re-asuransi," tulis infografis tersebut.

5. Saving plan bermasalah

Pada 2017, OJK memberi sanksi pada perusahaan karena terlambat menyampaikan laporan aktuaris 2017.

Meski laporan keuangan Jiwasraya pada 2017 masih positif. Pendapatan premis JS Saving Plan juga mencapai Rp21 triliun, laba Rp2,4 triliun serta ekuitas perseroan surplus Rp5,6 triliun, namun Jiwasraya kekurangan cadangan premi Rp7,7 triliun karena belum memperhitungkan impairment asset atau penurunan aset.

"Rupanya waktu itu agak agresif menjual produk yang namanya saving plan tadi. Yang memberikan guaranteed return kepada pembeli sehingga kalau sekarang nambah Rp17 triliun outstanding dari saving plan. Ini yang besar. Karena nasabahnya besar juga. Kalau produk tradisional biasa masih ada," kata Riswinandi.

April 2018, OJK dan direksi Jiwasraya membahas adanya pendapatan premi yang turun akibat guaranteed return JS Saving Plan setelah dilakukan evaluasi atas produk tersebut.

6. Koreksi laporan keuangan dan investasi berisiko yang dilakukan Jiwasraya

Pada Mei 2018, Jiwasraya mengalami pergantian direksi. Direksi baru melaporkan ada hal yang tidak beres terkait laporan keuangan perusahaan kepada Kementerian BUMN.

Hasil audit KAP atas laporan keuangan Jiwasraya di 2017, ada koreksi laporan keuangan interim dari yang semula Rp2,4 triliun menjadi Rp 428 miliar.

Laporan audit BPK tahun 2018 juga menyebutkan bahwa perusahaan berinvestasi pada aset berisiko untuk mengejar imbal hasil tinggi. OJK lalu mengenakan denda adminstratif sebesar Rp175 juta atas keterlambatan penyampaian laporan keuangan Jiwasraya tahun 2017.

Laporan audit BPK 2018, Jiwasraya diketahui banyak melakukan investasi pada aset berisiko untuk mengejar imbal hasil tinggi sehingga mengabaikan prinsip kehati-hatian.

 

(Arif Muhammad Ryan\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar