Jiwasraya Diduga Main Dalam Skema Ponzi, Ini Bahayanya

Minggu, 29/12/2019 12:15 WIB
Kantor asuransi Jiwasraya (Foto: Tribun)

Kantor asuransi Jiwasraya (Foto: Tribun)

law-justice.co - PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menyebutkan dua bisnis model yang dijalankan perusahaan asuransi ini memaksa terjadinya skema ponzi dalam bisnisnya. Padahal jelas–jelas skema ini justru malah membebani kondisi keuangan perusahaan.

Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengatakan skema ini membuat perusahaan harus menggunakan setoran premi dari anggota untuk membayarkan klaim yang jatuh tempo setiap hari.

"Bahaya ponzi tuh begini, uang peserta baru digunakan untuk bayar. Mungkin, tapi dari awal sebenarnya tidak mikir ponzi, tapi ujung–ujungnya ponzi," kata Hexana ketika ditemui di kawasan Kemang seperti dilansir dari CNBC Indonesia, Jumat (27/12/2019).

Hal ini berangkat dari dua bisnis, Jiwasraya yang menjanjikan fixed return kepada nasabah dengan rate sampai dengan 14% dan memberikan garansi jangka panjang untuk nasabahnya.

"Karena jangka panjang negara kita makin maju, suku bunga rendah, suku bunga turun, defisit makin lebar. Ini kesalahan modelling, tanpa diperbaiki Jiwasraya tidak akan sehat," jelasnya.

Bisnis selanjutnya yang makin bikin perusahaan asuransi pelat merah ini makin merana adalah dikeluarkannya produk JS Saving Plan dengan memberikan garansi imbal hasil yang lebih tinggi. Produk ini membuat perusahaan berinvestasi di instrumen dengan tingkat risiko tinggi (high risk instrument) seperti saham.

Namun sayangnya saham dan instrumen lain yang dipilih bukan yang liquid asset sehingga tidak bisa dijual dalam waktu singkat. Padahal, JS Saving Plan ini jatuh tempo setiap hari.

"Kepercayaan masyarakat mulai menurun ke JS, pencairan saving plan yang jatuh tempo gak di roll over, ditarikin semua, padahal asetnya ada di saham dan reksa dana yang tidak likuid, itulah terjadi," tambah dia.

Lebih lanjut, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebutkan proses hukum yang sedang dijalankan untuk Jiwasraya ini masih terus dilakukan untuk mencari pihak–pihak yang menerapkan skema ponzi dalam perusahaan.

"Kan bantahan direksi yang dulu menjawab bahwa `kami bisa bayar tagihan setiap tahun`. Itu kan dari uang orang yang dibayar tagihan, ketika muncul tagihan puncak ga bisa bayar lagi, jadi dia ga boleh bohong," kata Arya Sinulingga, Staf Khusus Kementerian BUMN pekan ini.

(Hidayat G\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar