Perintah Tegas Jokowi ke Ahok Usai Lihat Kilang Terbesar di Tuban

Minggu, 22/12/2019 06:30 WIB
Ahok dan Presiden Jokowi. (nusantarakini.com)

Ahok dan Presiden Jokowi. (nusantarakini.com)

Tuban, law-justice.co - Komisaris Utama PT. Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bersama dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Sabtu (21/12/2019). Setelah melihat besarnya potensi kilang tersebut, Jokowi langsung menyampaikan kepada Ahok dan juga Menteri BUMN Erick Thohir serta Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati yang juga turut hadir untuk segera menyelesaikan kilang yang sudah ditunggu-tunggu tersebut.

"Tadi saya sampaikan kepada Menteri BUMN, Dirut Pertamina, dan Komut Pertamina agar tidak lebih dari tiga tahun harus rampung semuanya. Mintanya tadi empat tahun, tiga tahun harus rampung semuanya," kata Jokowi seperti dikutip dari JPNN.

Dia menyerahkan bentuk penyelesaiannya, apakah dalam bentuk kerja sama, atau kekuatan sendiri. Menurut Jokowi, ada pilihan-pilihan yang bisa diputuskan segera.

"Tapi saya minta nanti di bulan Januari sudah ada kejelasan mengenai ini, karena ini saya tunggu sudah lima tahun," katanya.

Kawasan TPPI tersebut akan dikembangkan menjadi industri petrokimia nasional yang menghasilkan beragam produk turunan petrokimia dan produk Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Ini kilang TPPI Trans Pacific Petrochemical Indotama. Salah satu kilang yang terbesar di negara kita," jelas Jokowi.

Jokowi menyebutkan, kilang tersebut dapat menghasilkan produk aromatik, baik para-xylene, ortho-xylene, bensin, toluene, heavy aromatic, dan juga penghasil BBM, premium, pertamax, elpiji, solar, kerosene. "Ini bisa untuk semuanya," kata Jokowi.

Kilang TPPI sendiri sudah dibangun sejak lebih dari dua dekade lalu, namun tersendat karena beberapa masalah. Setelah TPPI diakuisisi, PT Pertamina (Persero) akan membangunnya menjadi pabrik petrokimia terpadu. Apabila telah berproduksi secara penuh, potensinya bisa menghemat devisa hingga 4,9 miliar USD atau sekitar Rp 56 triliun.

"Ini kalau bisa nanti produksinya sudah maksimal bisa menghemat devisa USD 4,9 miliar. Gede sekali. Kurang lebih Rp 56 triliun. Ini merupakan substitusi. Karena setiap tahun kita impor, impor, impor. Padahal kita bisa buat sendiri, tapi tidak kita lakukan," tegas Jokowi.

Terkait kepemilikan saham, setelah restrukturisasi Pertamina memegang saham mayoritas sebesar 51 persen. Sementara 47 persen saham dipegang oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan. Adapun 2 persen sisanya masih dipegang pemilik lama yaitu PT Silakencana Tirtalestari.

"Ya masih dua persen, tapi akan segera kita selesaikan. Januari yang saya bilang tadi. Januari harus rampung," tandasnya.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar