Effendi Gazali, Ahli Komunikasi
Ada Logika Keliru yang Menenggelamkan Budidaya Lobster Indonesia
Mantan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti. (Nusa Merdeka)
Jakarta, law-justice.co - Hari-hari ini benih lobster Indonesia yang diselundupkan ke Vietnam jadi buah bibir. Rilis terbaru PPATK menyebut nilai uang yang disediakan penadah luar negeri bisa sampai 900 Milyar per tahun! Ada yang membandingkan nilai ini berpuluh kali Harley & Brompton yang ditaruh di lambung Garuda.
Bukan hanya soal angka selundupan sekitar 2,5 Milyar per hari itu. Ada lagi anjuran membudidaya lobster di atas 200 gram saja.
Padahal secara ilmiah, itulah yang cenderung lebih dekat dengan kepunahan lobster dibanding membudidaya sejak benih lobster bening (yang disebut "Puerulus" )!
Bahkan yang paling menyedihkan: pernyataan TIDAK ADA satu institusipun di dunia yang BERHASIL MEMBUAT HATCHERY (penetasan) telur lobster dalam konteks laboratori! Kekurangan kecermatan akademik ini dapat menyesatkan banyak media dan publik.
Jelas SUDAH ADA institusi yang mampu menetaskan telur induk lobster sampai menjadi benih bening (Puerulus)! Dan mulai tahun depan mereka sudah siap untuk memproduksi secara komersial.
Kabar baiknya: tentu saja perkembangan ini akan menghancurkan penyelundupan. Benih lobster akan bisa dipesan dan dibeli secara legal.
Tapi bayangkan bagaimana jungkir-baliknya hukum permintaan dan persediaan, baik terhadap benih maupun hasil budidaya dunia! Dan budidaya lobster Indonesia yang relatif mati suri 5 tahun ini sedang di persimpangan jalan: bisa bersiap bangkit atau makin tenggelam!?
Cukup sampai di sini 3 Logika Dasarnya! Anda boleh berhenti sampai di sini, jika tidak berkenan membaca detilnya panjang dan lebar.
Detail lanjutan tulisan ini mencoba memperkenalkan lobster dengan LOGIKA JERNIH. Bukan bertujuan terpaku menyalahkan masa lalu, apalagi tokoh tertentu (semua zaman ada kebijakannya sendiri). Namun lebih ke arah mengajak menggagas masa depan yang lebih baik.
Kenapa saya menulisnya? Karena saya pencinta crustacean yang eksotik dan nikmat ini. Bertahun-tahun saya berdiskusi dengan para ahli dan datang juga ke lapangan.
Saking penasarannya, 25 Nov 2019, saya berhasil masuk ke sarang budidaya lobster di Cam Ranh, Vietnam. Barangkali orang pertama dari Indonesia yang tembus sampai ke dapur mereka di daerah itu!
Sebagai sebuah penelusuran ilmiah. Data atau info pada tulisan ini amat TERBUKA untuk dibantah, diperbaiki, dan mendapatkan saran-saran secara ilmiah pula. Silah menikmati.
a) Sejak kapan lobster Indonesia diselundupkan ke luar negeri? Ya sejak ada Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2015 & No 56 Tahun 2016 yang melarang benih lobster (di bawah 200 gram) ditangkap untuk dibudidaya di dalam negeri, apalagi untuk diekspor ke luar negeri! Jadi penyelundupan bukan baru saja terjadi pada 2 bulan terakhir seperti isi media abal-abal yang berusaha memelintir kasus ini.
b) Kenapa dan kemana harus diselundupkan? Karena terlarang! Utamanya ke Vietnam yang amat membutuhkan. Vietnam merupakan salah satu sentra budidaya dan eksportir lobster dunia. Per hari menghasilkan rata-rata 70 ton losbter ukuran 200 gram. Artinya panen tiap hari sejumlah 350.000 ekor lobster. Dengan tingkat keberhasilan budidaya 70%, maka tiap hari butuh bibit sekitar 500 ribu ekor. Ada video wawancara saya tentang data ini. Sementara data di berbagai publikasi diakuinya lebih rendah, karena mereka juga sadar sebagian besar benih ini ilegal.
c) Jadi kalau sekarang mengekspor benih lobster disebut “KUFUR NIKMAT”, ya sebetulnya sudah terjadi sejak lama. Dan anehnya, negara ini punya SATGAS di tingkat negara dan kementerian, tapi kenapa “KUFUR NIKMAT” ini berlangsung terus?
d) Ada hal yang lebih aneh lagi. Makanya Peneliti Komunikasi harus berteriak. Kalau soal penenggelaman kapal asing pencuri ikan, Satgas dan media rajin memuatnya, tapi soal penyelundupan yang rata-rata per hari merugikan negara sekitar 2,5 Milyar, kenapa kurang suaranya?
e) Apakah pembudidaya Vietnam bisa disalahkan? Tidak juga karena mereka membeli langsung secara resmi, utamanya dari agen di Singapura.
f) Berapa benih lobster yang mereka beli per hari? Data yang diperoleh dari investigasi di Vietnam, mereka butuh 20.000 benih lobster mutiara dan 500.000 benih lobster pasir per hari. Jika budidaya ini mau dikembangkan ke lokasi lain di Vietnam, tentu dibutuhkan lebih banyak lagi benih lobster.
g) Berapa harga PER EKOR benih lobster? Pada saat investigasi, harga benih lobster mutiara 90.000 rupiah per ekor dan benih lobster pasir 32.000 rupiah per ekor. Harga ini bisa naik turun antara 10.000 rupiah hingga 140.000 rupiah.
h) Bisa dibayangkan berapa kerugian negara dan siapa di belakang upaya yang terkesan sistematis ini!
i) Apakah Vietnam tidak punya benih lobster sendiri? Ya, alam mereka menghasilkan sekitar 5 sampai 10 juta benih lobster per tahun. Tentu jauh sekali dari total kebutuhan mereka.
j) Selain dari Indonesia, apakah Vietnam tidak bisa membeli dari negara lain? Ya, ada juga benih lobster dari Philipina, Srilanka, Bangladesh, dan Afrika. Tapi jumlahnya bersama benih lobster di alam Vietnam sendiri, hanya memenuhi 20% dari kebutuhan benih lobster budidaya Vietnam.
k) Sisanya 80% lagi asalnya dari mana? Dari Indonesia yang sejak 2015, benih lobsternya (kala masih bening disebut "Puerulus") sama sekali tidak boleh ditangkap untuk budidaya, apalagi diekspor!
l) Apakah betul Vietnam tidak menangkap benih lobsternya dan membudidayakan? Salah, Vietnam juga menangkap benih lobster (Puerulus) di alam mereka dan membudidayakan juga. Namun kalau ada benih dari luar, ya kan lebih baik pakai dari luar dulu.
m) Berapa benih lobster yang ada di kawasan tropis dan subtropis setiap tahunnya? Ada literatur menunjukkan terdapat 500.000 induk lobster di kawasan ini. Mereka bertelur dua kali setahun. Karena variasi usia induk, sekali bertelur antara 200.000 hingga 500.000. Jadi jika diambil rerata sekali bertelur 300.000, maka jumlah telur lobster di kawasan tropis dan subtropis bisa mencapai 300 Milyar per tahun! Kalau 1% saja dari telur ini berhasil menjadi Puerulus, maka totalnya mencapai 3 Milyar benih lobster per tahun. Namun jangan lupa ada yang namanya “sink population” dalam kehidupan lobster, yang akan mengakibatkan matinya benih-benih ini.
n) Berapa jumlah benih lobster yang ada di Indonesia setiap tahun? Kabar baiknya bagian terbesar dari induk lobster itu menjadikan Indonesia sebagai tempat melepas telurnya! Ada literatur menyebut angka 200 juta benih lobster per tahun adalah angka konservatif untuk Indonesia. Ada juga yang memaralelkan angka ini dengan perkiraan benih lobster yang tertangkap per tahun di Indonesia memakai alat tangkap pasif.
o) Berapa tingkat keberhasilan hidup (survival rate) benih lobster di alam? 0,01 % atau 1 per 10.000 benih lobster. Artinya dari perkiraan konservatif 200 juta benih lobster di Indonesia, yang akan hidup 20.000 ekor, sedangkan 199.980.000 akan MATI (dengan proses alam yang unik).
p) Jadi apakah membudidaya lobster dari benih berwarna bening (Puerulus) akan langsung berarti mengancam kelestarian lobster? Jika diambil secara terkendali, harusnya jawabnya TIDAK! Walau tentu harus segera dilakukan riset dengan metodologi ketat dan pencatatan berkesinambungan.
q) Apakah memang lebih baik HANYA membudidayakan lobster setelah bibitnya punya bobot 200 gram? Malah ANEH! Bukankah itu berarti mengambil 1 dari 20.000 benih lobster yang survive (bertahan hidup)! Bukankah tindakan ini lebih mengancam kelestarian lobster?
r) Lalu apakah ada usulan kongkrit? Salah satunya adalah budidaya benih lobster sejak tahap bening (Puerulus). Namun pada saat tertentu (misal ketika berbobot 50 gram), 1 % dikembalikan ke alam; di dunia sudah amat lazim dikenal dengan nama "restocking" . Jadi ratusan juta benih lobster tidak mati percuma. Dan yang dikembalikan ke alam sudah seratus kali lipat dari prosentase 0,01 % yang diasumsikan survive secara alami (bahkan harus mulai dilakukan juga riset tentang kemungkinan over-populasi karena restocking tersebut).
s) Apakah budidaya sejak benih bening (Puerulus) dan bibit di atas 200 gram dapat dilakukan secara paralel? Ya, hanya dengan begitu, kita tidak membunuh perwakilan dari sekitar 20.000 lobster yang survive per tahun (dan bisa mencapai bobot 200 gram itu).
t) Apakah nelayan dan pembudidaya Indonesia bisa segera mulai? Ya, namun karena sudah lama tertinggal, harus terus disertai latihan dan berbagi ilmu bersama. Beberapa catatan riset sejak 1999-2013 menunjukkan angka keberhasilan hidup budidaya lobster di Indonesia, untuk sampai 100 gram adalah 50 %, dan untuk sampai 200 gram adalah 30 %.
u) Apa saja pelatihan dan berbagi ilmu yang harus kita kejar di Indonesia? Terutama mengejar variasi dan nutrisi makanan budidaya lobster di Vietnam yang sudah cukup lengkap.
v) Berapa keuntungan rata-rata budidaya lobster di Vietnam? Mereka menyebutnya di atas 30 %. Dengan tingkat keberhasilan hidup budidaya 70 %. Tapi itu sekaligus cukup riskan, ketika tingkat keberhasilan hidup budidaya (di Indonesia) hanya 50 %, apalagi 30 %.
w) Apakah mungkin dilakukan KERJASAMA BUDIDAYA dengan Vietnam? Sangat mungkin. Dan tentu bisa dengan negara lain juga. Uniknya, jangan tersinggung ya, mereka hanya mengkhawatirkan keamanan atau pencurian hasil keramba jaring lobster kalau dilakukan di Indonesia. Tentu pula kita harus mengedepankan kepentingan NASIONAL dalam semua pengembangan kerjasama budidaya.
x) Adakah usulan bacaan memperkaya khasanah tentang lobster? Antara lain: Jones, C.M. & Tuan, L.A. & Priyambodo, B. 2019. Lobster aquaculture development in Indonesia & Vietnam. in Radhakrisnan, E.V. et.al. (Eds). Lobsters: Biology, Fisheries and Aquaculture. Singapore, Springer Nature, 541-570.
y) Kurang lebih seperti itu ya Logika Lobster yang jernih. Mohon maaf jika ada kekurangan di sana-sini dalam isi atau cara penyajian. Justru di situ mungkin ada nilai heuristik untuk menumbuhkan riset dan data lebih mutakhir.
z) Namun pastinya ada satu hal yang harus kita setujui bersama. Apakah itu? Mau dibudidaya semua di dalam negeri, ataupun sebagian merupakan kerjasama budidaya dengan negara lain, kita harus BONGKAR dan STOP penyelundupan benih lobster Indonesia senilai hampir 2,5 Milyar per hari! Salam hormat untuk semua Satgas, KPK, teman-teman ICW, media, dan semua yang peduli.
Komentar