Erick Thohir VS Rini Soemarno Dalam Catatan Deny Siregar

Minggu, 08/12/2019 14:40 WIB
Mantan Menteri BUMN, Rini Soemarno dan Menteri BUMN, Erick Thohir. (Katadata)

Mantan Menteri BUMN, Rini Soemarno dan Menteri BUMN, Erick Thohir. (Katadata)

law-justice.co - Pegiat media sosial Denny Siregar membandingkan gaya kepemimpinan Erick Thohir dan pendahulunya, Rini Soemarno, dalam mengelola Badan Usaha Milik Negara.

Perbandingan itu ditulis Denny dalam catatan berjudul Erick Thohir, Perang di BUMN diunggah di laman Facebook, Sabtu, 7 Desember 2019.

Berikut petikan selengkapnya catatan Denny Siregar.

"Tidak butuh waktu lama, Erick Thohir langsung memecat direktur utama, bahkan akan mengganti seluruh direksi Garuda yang ada.

Erick seperti mendapat booster saat Sri Mulyani mendapati ada penyelundupan barang mewah lewat kargo Garuda. Ini bukan kejadian tidak disengaja, tetapi sudah direncanakan untuk mencari celah bagaimana membersihkan BUMN–BUMN di bawah kepemimpinan Erick.

Erick tidak perlu KPK untuk membersihkan sarang tikus di Garuda. Ia memainkan operasi intelijen dan melihat di mana lubang–lubang yang bisa dimainkan untuk menyingkirkan para direksi di sana.

Dan ketika mendapat laporan intelijen bahwa ada permainan dalam pengiriman di Garuda, ia lalu bersama Bea Cukai menggarapnya. Mirip cara penangkapan Al Capone lewat pajak yang tidak dibayarnya.

Perhatikan, Erick mempunyai cara yang berbeda dalam mengatasi masalah. Instingnya jalan, itu karena ia dan abangnya, Boy Thohir, biasa menjalankan strategi merger dan akuisisi dalam bisnisnya. Sederhananya, itu bisnis beli perusahaan yang rusak, perbaiki dan jual kembali dengan harga tinggi.

Untuk bisa mendeteksi kerusakan dalam sebuah perusahaan yang dibeli, memang perlu intelijen khusus. Dari laporan ini kemudian dijadikan sebuah strategi untuk merombak jajaran supaya lebih efektif dan bergigi.

Rini Soemarno juga punya keilmuan yang sama dengan Erick. Cuma, karena dia kebanyakan main politik, jadilah suka main `titip menitip` supaya bisa terus dapat posisi. Erick beda. Dia pebisnis tulen. Ukuran buat dia adalah nilai perusahaan yang dia beli dan kelak akan dia jual kembali.

Karena itulah dia merombak konsep `Superholding` BUMN yang digagas Rini. Lha, gimana mau jadi Superholding, wong BUMNnya banyak yang tidak jelas kerjanya. Ada BUMN minyak yang bisnis laundry. Ada yang bisnis utama pembiayaan kapal, terus jadi simpan–pinjam. Kacau, pokoknya.

Itu seperti seorang petenis, yang tiba–tiba disuruh jualan kopi sasetan, bukannya berlatih untuk kejuaraan.

Rini sebenarnya tahu ia akan diganti oleh orang yang lebih pintar dari dia. Makanya sebelum Jokowi dilantik dan mengingatkan jangan ada yang melakukan kegiatan apa pun, Rini membangkang dengan merombak jajaran direksi di beberapa BUMN dan menaruh orang–orangnya. Dia tahu, direksi BUMN sulit dipecat jika tidak ada kejadian luar biasa, seperti kriminal. Kalau ada yang memecat, bisa timbul keributan.

Tapi Erick ternyata lebih pintar dan punya seribu cara untuk `perang`. Dia sudah terlatih ketika membeli klub bola dan perusahaan internasional. Dia tidak bisa dibodohi dalam merestrukturisasi perusahaan.

Kalau pengi tahu model strategi–strategi gitu, sekali–kali nonton film model Wall Street, Money Never Sleeps. Dunia di sana buas dan kejam, penuh kegesitan, kecerdikan juga keculasan.

Ini baru Garuda yang digarap, kita tunggu lagi BUMN besar mana yang sebentar lagi ribut karena dirombak? Pertamina atau perusahaan tambang?

Ketika Erick mendatangi Rini untuk bersalaman saat menggantikannya, ia terlihat mendekati dan seperti berbisik di telinga Rini, `Its just business, nothing personal.`"

Jangan Main–main

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir memecat Direktur Utama Garuda Ari Askhara karena dugaan terlibat kasus motor Harley dan sepeda Brompton yang diduga diselundupkan melalui pesawat baru jenis Airbus A330–900 seri Neo.

Ari Askhara diduga menyelundupkan 15 boks berisi onderdil atau komponen motor gede Harley Davidson edisi terbatas tipe Shovelhead tahun 1970 dan tiga boks sepeda Brompton di dalam pesawat Airbus A330–900 milik maskapai PT Garuda Indonesia Tbk (Persero).

Di pasaran perkiraan nilai motor Harley Davidson tersebut berkisar antara Rp 200 juta dan Rp 800 juta per unit. Nilai sepeda Brompton berkisar antara Rp 50 juta sampai Rp 60juta per unit. Perkiraan total kerugian negara berkisar antara Rp 532 juta dan Rp 1,5 miliar.

Kamis, 5 Desember 2019 dalam jumpa pers bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Erick Thohir menyatakan memecat Ari Askhara.

"Dengan itu, saya sebagai Kementerian BUMN tentu akan memberhentikan saudara Direktur Utama Garuda," kata Erick Thohir seperti diberitakan Antara.

Sehari berikutnya Presiden Jokowi menyebut tindakan Erick Thohir adalah peringatan keras bagi direksi BUMN untuk tidak bermain–main. Untuk tidak menyalahgunakan wewenang. Untuk tidak melanggar hukum.

"Pesan untuk semuanya, jangan main–main," ujar Jokowi.

Ia mengapresiasi sikap tegas Menteri BUMN. Dan memang begitulah seharusnya seorang pemimpin.

"Sudah diputuskan oleh Menteri BUMN. Sudah itu tegas sekali. Saya kira pesannya tegas sekali. Jangan ada yang mengulang–ulang seperti itu lagi," kata Jokowi. 

Sumber: Tagar.id

(Hidayat G\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar