Saat Ari Askhara jadi Bos Garuda, Travel Agent Harus Setor Rp5 M

Minggu, 08/12/2019 10:00 WIB
Ari Askhara. (Foto: Tribunnews.com)

Ari Askhara. (Foto: Tribunnews.com)

Jakarta, law-justice.co - Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) menyebut jika eks Dirut Garuda Indonesia Ari Askhara merupakan sosok yang kurang bersahabat dengan travel agent konvensional.

Dilansir dari Jawapos.com, Minggu (8/12/2019), Sekertaris Jenderal Astindo Pauline Suharno menuturkan, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk itu banyak membuat kebijakan yang kurang ramah travel agent.

“Semenjak diangkat sebagai Direktur Utama, Ari Askhara banyak membuat kebijakan yang kurang bersahabat bagi travel agent,” katanya di Jakarta.

Contohnya, kata dia, kebijakan Garuda untuk menghapus harga promo domestik, menghilangkan komisi agen digantikan dengan sales fee, serta hanya memberikan prioritas kepada agen umrah dan Online Travel Agent (OTA) tertentu. Pauline mengatakan, jika ingin mendapatkan harga khusus dan promo, travel agent harus menyetorkan uang senilai Rp 5 miliar terlebih dahulu.

“Kami enggak mau di antara anggota kami enggak sehat, sehingga menolak praktik tersebut. Agen-agen besar pun sepakat,” ucapnya.

Menurutnya, selama kepemimpinan Ari, kebijakan maskapai pelat merah tersebut justru bertentangan dengan visi-misi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden ingin menggalakkan wisata dalam negeri. Maka jika tiket promo domestik dihapuskan, para wisatawan menjadi enggan bepergian di dalam negeri.

“Contoh, harga tiket PP Jakarta-Manado Rp 6,8 juta, traveler akan memilih untuk ke luar negeri seperti Jepang/Korea yang harga tiketnya notabene sama atau bahkan bisa lebih murah saat ada harga promo,” tuturnya.

Pauline melanjutkan, banyak konsumen yang mempertanyakan konsistensi Garuda Indonesia sebagai penerbangan nasional bintang lima. Banyak pengalihan rute hingga buka-tutup layanan penerbangan yang membuat para agen kehilangan kepercayaan dari konsumen.

“Pengalihan rute Amsterdam yang tidak bisa diprediksi, hingga via Medan. Destinasi London yang on-off. Rute direct Perth yang suka batal di last minutes, membuat pelaku travel agent kehilangan kepercayaaan,” katanya.

Belum lagi, kata Pauline, penurunan standard on-board meal yang seperti dipaksakan untuk hemat tapi menurutnya tidak pada tempatnya. “Saya terbang JKT-PKU 1 jam 50 menit, biasanya disediakan hot meal, tapi terakhir bulan lalu, hanya dapat dua potong roti dr Harvest, PKU-JKT hanya dapat dua potong donat ukuran sedang dari Krispy Kreme. Tidak ada alternatif minuman lain selain mineral water botol kecil,” imbuhnya.

Kemudian, lanjut Pauline, travel agen umrah yang tidak menyetor Rp 5 miliar, maka penerbitan tiketnya akan dipersulit. “Jadi, tiket tujuan umrah dimonopoli hanya bisa di-issue oleh agen yang setor uang Rp 5 miliar,” tuturnya.

Pauline menambahkan, fenomena-fenomena tersebut terjadi sejak Ari Askhara menjabat sebagai bos Garuda. Hal tersebut juga diberlakukan di maskapai penerbangan Sriwijaya dan anak usahanya.

“Terjadi sejak Dirut naik dan diberlakukan juga di Sriwijaya dan Citlink. Agen yang top-up deposit sebesar-besarnya dan diiming-imingi cashback atau insentif lebih besar,” ucapnya.

Usai Ari dicopot oleh Menteri BUMN Erick Thohir, dia berharap Garuda dapat segera berbenah dan kembali menjadi maskapai penerbangan yang dapat dibanggakan. Selain itu, dapat memperlakukan travel agent sebagai partner bisnis, bukan kompetitor.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar