Diduga Kesaksian Palsu, Advokat OAP Desak Hakim Tangkap Saksi JPU

Selasa, 03/12/2019 06:10 WIB
Suasana sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura, Rabu (20/11/2019). – Jubi/Hengky.

Suasana sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura, Rabu (20/11/2019). – Jubi/Hengky.

Jakarta, law-justice.co - Tim Advokat untuk Orang Asli Papua (OAP) mendesak Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jayapura menjerat saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan pasal pemberian kesaksian palsu.

Pasalnya menurut salah seorang Advokat OAP, Sugeng Teguh Santoso, saksi yang merupakan anggota Polda Papua itu tidak bisa mengidentifikasi ciri-ciri terdakwa pada saat melakukan pelemparan dengan alasan jumlah massa yang banyak melakukan pelemparan.

"Agar majelis hakim menerapkan Pasal 242 ayat (1) KUHP terhadap para saksi, sebab kuat dugaan keterangan para saksi yang disampaikan di bawah sumpah sarat kepalsuan," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima law-justice.co.

Kata dia, masalah ini berawal saat sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Jayapura dalam kasus akibat kerusuhan pada akhir Agustus 2019 lalu, diwarnai skorsing, protes penasehat hukum para terdakwa dan konfirmasi keterangan saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum yang oleh penasehat hukum dinilai sarat kejanggalan (Senin, 2/2/2019).

Skorsing terjadi saat saksi yang diajukan Jaksa bernama Hamka, anggota Polda Papua diajukan terlebih dulu untuk diperiksa.

Dia menyatakan keberatan dan meminta hukum acara pidana ditegakkan sebagaimana mestinya. Akhirnya, persidangan diskors beberapa menit setelah kemudian saksi pelapor hadir.

"Seorang saksi bernama Heppy Salampesy, anggota Polda Papua bahkan mencabut isi daripada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang menurutnya tidak pernah disampaikan, namun tercatat di BAP. Ia bahkan sudah menandatangani BAP tersebut. Pencabutan itu terjadi saat saksi menyatakan hanya memberikan 1 (satu) kali keterangan dihadapan penyidik" ucapnya.

"Anehnya, baik saksi Hamka maupun saksi Heppy Salampesy yang notabene anggota Polda Papua, tidak mendokumentasikan peristiwa pelemparan dengan alasan tidak sempat berfikir. Padahal, Heppy Salampesy menyatakan bahwa saat pengarahan dilakukan, pimpinannya memberi perintah untuk mengetahui pelaku, perbuatan tindak pidana yang dilakukan, barang bukti dan saksi," sambungnya.

Di sisi lain kata dia, saksi Heppy Salampesy juga menjadi saksi untuk terdakwa lainnya.

"Bagaimana mungkin satu saksi menjadi saksi untuk beberapa peristiwa dengan beberapa terdakwa di tempat dan waktu yang berbeda-beda," tambahnya.

Selain itu, dia juga mendesak Majelis Hakim agar menjamin rasa aman para terdakwa selama dilakukan penahanan di Rutan Polda Papua.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar