DPR Ancam Bubarkan BNN, Arman Depari: Sekalian Anggotanya Dibakar

Deputi Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari. (youtube: Budi Sam Law Malau)
Jakarta, law-justice.co - Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen Arman Depari buka suara soal usulan anggota Komisi III DPR Fraksi PDI-Perjuangan, Masinton Pasaribu membubarkan BNN.
Kata dia, silahkan DPR RI membubarkan lembaga tersebut.
Bahkan kata dia, anggota di dalam lembaga pemberantasan narkotika itu dibakar.
"Silakan saja bubarkan, sekalian saja anggota di dalamnya dibakar dan dikremasi saja," jelas Arman kepada wartawan di lokasi penggerebekan pabrik narkoba di Kota Tasikmalaya, Rabu (27/11/2019) seperti melansir tribunpapua.com.
Menurutnya, BNN dibentuk oleh Undang-undang dan sudah menjadi milik masyarakat.
BNN bukan milik seseorang atau kelompok dan partai tertentu.
Arman meminta agar anggota Komisi III DPR RI mengkaji lagi wacana pembubaran BNN.
"Kami bekerja untuk menyelamatkan generasi muda Indonesia dari narkoba. Adapun kegiatan-kegiatan kami beroperasi untuk rakyat, bukan untuk kepentingan golongan atau keinginan selera seseorang," ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, anggota Komisi III DPR Fraksi PDI-Perjuangan, Masinton Pasaribu mengancam membubarkan Badan Nasional Narkotika ( BNN).
Sebab menurut Masinton, kerja BNN tak menunjukkan hasil.
Peredaran narkoba di Indonesia pun menjadi ancaman yang serius.
"Saya minta BNN dievaluasi, bubarkan. Kita akan melakukan revisi terhadap undang-undang narkotika. Dilebur saja (BNN), enggak perlu lagi, enggak ada progres," kata Masinton.
Disebut `Tempat Penampungan`
Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Sarifuddin Sudding mengkritik kinerja Badan Narkotika Nasional ( BNN) dalam pemberantasan narkoba.
Sejak BNN berdiri, angka penyalahgunaan narkoba kian meningkat.
Kinerja BNN pun dinilai kurang terlihat.
Sudding menyebut, itu karena BNN seolah hanya menjadi "tempat penampungan" bagi anggota kepolisian yang ingin mendapat kenaikan jabatan.
"Saya melihatnya bahwa sebagai tempat penampungan saja para perwira-perwira, kalau kombes menjadi brigjen ya masuk BNN," kata Sudding saat rapat dengar pendapat bersama BNN di Komisi III DPR, Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
"Jadi banyak yang perwira-perwira polisi yang di mabes (polri) diparkir dulu di BNN supaya dapet bintang brigjen. Tapi kinerja BNN secara nyata di lapangan saya juga tidak melihat," lanjutnya.
Sudding mengatakan, sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga kini kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia masih darurat narkoba.
Bahkan, jika dulu Indonesia menjadi "konsumen" narkoba, saat ini sudah menjadi produsen.
Menurut Sudding, peredaran penyalahgunaan narkoba sudah bergeser dari yang semula masif di Filipina, kini justru di Indonesia.
Di Filipina, presiden dan aparat tegas menindak penyalahgunaan narkoba.
Sementara di Indonesia, aparat justru bekerja sama dengan para penyalahguna.
"Masih ingat kita pengakuan Freddy Budiman di tahun 2012 itu bahwa ketika ingin membuat acara maka saya akan atur dulu, atur polisinya, atur BNNnya, atur bea cukainya, saya telpon semua baru barang (narkoba)itu saya masukkan," ujar Sudding.
"Nah kalau mafia-mafia seperti ini bekerja sama dengan aparat kita, ya jaringan-jaringan narkoba seperti ini, bandar-bandar ini aparat kita juga terlibat dalam kaitan peredaran, ya apa yang bisa harapkan," katanya lagi.
Sudding meminta supaya BNN lebih serius dalam menangani persoalan penyalahgunaan narkoba.
Sebab, hal ini sudah termasuk dalam kejahatan luar biasa.
Sebagai leading sector penanganan penyalahgunaan narkoba, menjadi tanggung jawab BNN untuk membenahi kinerja mereka.
"Saya katakan bahwa kejahatan ini sungguh sangat luar biasa, extraordinary. Dan memang pola-pola penanganannya juga harus luar biasa," kata Sudding.
Komentar