Tren Bunuh Diri dan Resesi Ekonomi di Turki

Kamis, 21/11/2019 13:00 WIB
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan (Thenational.ae)

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan (Thenational.ae)

Jakarta, law-justice.co - Turki diguncang dengan beragam kasus bunuh diri. Baru-baru ini terjadi tiga kasus bunuh diri yang melibatkan tiga keluarga dengan menggunakan racun sianida.

Dilansir dari CNBCIndonesia.com, Kasus pertama terjadi di daerah Fatih Istambul. Satu keluarga berjumlah empat orang dengan rentang umur 48 hingga 60 tahun, yang diduga kaka beradik, ditemukan tewas di sebuah apartemen di pusat kota.

Kasus kedua, terjadi di wilayah Bakirkoy, masih di kota yang sama. Seorang penjual perhiasan berusia 38 tahun meracuni dirinya, istri dan anaknya yang baru berusia 6 tahun karena terlilit utang.

Sementara kasus terakhir, terjadi di Antalya, Laut Tengah. Polisi menemukan empat mayat yang merupakan satu keluarga.

Di mana dua korban merupakan anak perempuan yang masih berusia 9 tahun dan bocah lelaki 5 tahun. Sama seperti kasus sebelumnya, himpitan ekonomi karena sang ayah tak bisa membayar tagihan listrik menjadi penyebab.

Kasus bunuh diri bukan kasus langka di Turki. Dari data lembaga statistik negara itu ada 3.161 kasus bunuh diri terjadi. Angka ini naik tujuh tahun terakhir, malah naik 27% sejak Partai konservatif Islam (PKP) yang dipimpin Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berkuasa.

Rentetan kasus bunuh diri membuat oposisi Erdogan dari Partai Rakyat Republik (CHP) menyalahkan kebijakan ekonomi presiden itu. Pemimpin CHP Kemal Kilicdaroglu percaya penurunan ekonomi adalah akar maraknya kasus ini terjadi.

Ia bahkan menolak klaim Erdogan bahwa ekonomi negara asal tarian sufi itu sudah pulih. Sebelumnya, Erdogan kerap mengatakan ekonomi Turki membaik seiring rendahnya inflasi.

"Kenapa itu terjadi? Lihat ke tong sampah, kalian lihat ada perempuan yang mencari makanan di antara sampah. Ini Turki di abat 21 ini," kata Kilicdaroglu dikutip dari Hurriyet Daily News.

"Kita butuh negara yang kuat secara sosial. Kita butuh keberlanjutan."

"Jika kita tetap mengikuti apa yang dilakukan (tokoh modern Turki Mustafa Kemal) Ataturk yang percaya pada revolusi industri, Turki akan jadi berbeda hari ini."

Sebelumnya dari catatan Tim Riset CNBC Indonesia, Turki resmi masuk resesi sejak pertengahan 2019. Pada kuartal II-2019, ekonomi negara kebab terkontraksi alias minus, melanjutkan `pencapaian` yang serupa pada kuartal sebelumnya.

Pada periode April-Juni 2019, ekonomi Turki terkontraksi alias negatif 1,5% year-on-year (YoY). Pada kuartal sebelumnya, kontraksi ekonomi Turki lebih dalam yaitu minus 2,4% YoY.

Definisi resesi adalah kontraksi ekonomi dua kuartal beruntun secara YoY pada tahun yang sama. Mengacu pada definisi ini, Turki sudah masuk ke jurang resesi.

(Arif Muhammad Ryan\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar