Iuran BPJS Kesehatan Naik, Rekan Indonesia Sindir Sri Mulyani

Kamis, 14/11/2019 10:50 WIB
Rekan Indonesia menggelar aksi unjuk rasa di kantor Kementerian Keuangan terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan. (ist)

Rekan Indonesia menggelar aksi unjuk rasa di kantor Kementerian Keuangan terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan. (ist)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah berencana menaikan Iuran BPJS Kesehatan awal tahun 2020 mendatang. Kebijakan ini tentut menuai pro dan kontra dari semua kalangan.

Terlebih, jumlah naiknya iuran BPJS Kesehatan tersebut cukup tinggi. BPJS Kesehatan kelas mandiri I akan naik 100 persen. Dengan kenaikan ini berarti, peserta yang tadinya membayar iuran Rp 80 ribu akan naik menjadi Rp 160 ribu per orang per bulan.

Untuk peserta kelas mandiri II, pemerintah mengusulkan agar iuran dinaikkan dari Rp 59 ribu per bulan menjadi Rp 110 ribu. Sementara, peserta kelas mandiri III dinaikkan Rp 16,5 ribu dari Rp 25,5 ribu per bulan menjadi Rp 42 ribu.

Ketua Wilayah Relawan Kesehatan (Rekan) Indonesia DKI Jakarta, Marta Tiana Hermawan menyebut, hal tersebut membuktikan jika Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak berpihak pada kesulitan hidup yang sedang dirasakan rakyat.

Menurutnya, Sri Mulyani semata hanya memikirkan bagaimana BPJS dapat seimbang kembali tapi tidak pernah memperhatikan dampak pada kehidupan rakyat yang semakin berat dengan adanya kenaikan iuran BPJS.

"Hal ini terbukti dengan statemen statemen menteri keuangan terkait dengan kenaikan iuran BPJS, dimana menurut Menteri Keuangan kenaikan iuran ini juga akan sejalan dengan penambahan beban BPJS Kesehatan untuk membayar rawat inap. Dan Sri Mulyani memperkirakan surplus lembaga itu semakin berkurang pada 2021-2023," ucapnya berdasarkan pers rilis yang diterima Law-justice.co, Kamis (14/11/2019).

"Usulan menteri keuangan ini akhirnya tertuang pada pepres no. 75/2019 Tentang Jaminan Kesehatan dimana Presiden Jokowi menyetujui usul menteri keuangan tersebut. Sangat disayangkan kenaikan iuran BPJS ini hanya dilandaskan pada penghitungan gaji atau pensiun, tunjungan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi, dan tunjangan kinerja," sambungnya.

Marta melanjutkan, kenaikan iuran BPJS kesehatan di kelas III disebut akan berdampak pada bertambahnya beban kehidupan rakyat kecil, dimana mayoritas peserta mandiri kelas III dalam hal ini adalah rakyat berpenghasilan rendah.

"Dari sini saja kita bisa melihat bagaimana rakyat harus menambah pengeluaran mereka ditengah penghasilan yang tidak bertambah dan semakin sulitnya mencari uang lebih," paparnya.

Menurut Marta, kenaikan iuran BPJS kesehatan tidak pernah diperhatikan oleh Sri Mulyani. Marta menyebut, kehidupan rakyat yang pas-pasan dan miskin hanyalah dongeng hikayat yang tidak ada di kehidupan nyata. Ini terbukti dengan langkah Sri Mulyani yang langsung melangkah dengan mengeluarkan 3 Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

"Tiga PMK yang dikeluarkan Sri Mulyani itu antara lain PMK No. 158/2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan Penerima Penghasilan dari Pemerintah, PMK No. 159/2019 tentang Pergeseran Anggaran Pada Bagian Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08), dan PMK No. 160/2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI)," cetusnya.

Lebih jauh, kata Marta, semua PMK yang dikeluarkan oleh Sri Mulyani hanya berbicara tentang kepentingan BPJS untuk keluar dari defisitnya, namun sama sekali tidak membicarakan bagaimana kepentingan hidup rakyat yang semakin terbebani dengan kenaikan iuran BPJS tersebut. Terutama iuran BPJS pada kepesertaan kelas III.

"Sejatinya menaikan iuran bukanlah sebuah solusi, apalagi alasan kenaikan tersebut berdasarkan data angka angka statistik yang selama terbukti tidaklah sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan. Sehingga solusi yang dihasilkan bukanlah penyelesaian yang menuntaskan masalah," ujarnya.

Karena itu, Relawan Kesehatan Indonesia menyatakan sikap sebagai berikut :

1. Batalkan Kenaikan Iuran BPJS, terutama iuran BPJS untuk peserta kelas 3 dengan mencabut Pepres No.75 Tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 82 TAHUN 2018 TENTANG JAMINAN KESEHATAN yang menjadi landasan hukum kenaikan iuran BPJS

2. Cabut peraturan turunannya yaitu PMK No.158/2019, PMK No. 159/2019, dan PMK No. 160/2019 yang hanya berisikan bagaimana menyelamatkan BPJS tanpa memperhatikan kehidupan rakyat yang semakin berat beban hidupnya.

3. Jaminan Sosial harus kembali berlandaskan UUD, dimana setiap warga negara berhak mendapat pelayanan kesehatan yang sama (pasal 28 H).

4. Pemerintah wajib menjamin jaminan kesehatan seluruh warga negaranya pada pelayanan kesehatan kelas 3 baik di RS Pemerintah maupun swasta. Jika mau menikmati pelayanan kesehatan diatas kelas 3 maka wajib membiayai jaminan kesehatannya sendiri.

5. Tidak membebani rakyat dengan menaikan iuran BPJS hanya untuk mengatasi defisit BPJS, pemerintah harus berani menggunakan secara maksimal pajak yang didapat dari cukai tembakau untuk membiayai jaminan kesehatan nasional.

6. Alokasikan 20% dari sitaan hasil korupsi untuk membiayai jaminan kesehatan nasional.

7. Melakukan penghematan terhadap belanja pejabat dengan tidak membelikan kendaraan mobil yang selama ini menggunakan uang negara sehingga dapat dialokasikan untuk membiayai jaminan kesehatan nasional.

8. Memotong anggaran dirjen-dirjen di kementerian yang dianggap tidak terlalu urgent dan perlu sehingga dapat dialokasikan untuk membiayai jaminan kesehatan nasional.

(Arif Muhammad Ryan\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar