MUI Jawa Timur Imbau Para Pejabat Tak Gunakan Salam Semua Agama

Minggu, 10/11/2019 14:40 WIB
MUI (Foto: Kumparan)

MUI (Foto: Kumparan)

law-justice.co - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengimbau para pejabat tak memakai salam pembuka semua agama saat sambutan resmi. Menurutnya, salam ini justru bukan lah wujud toleransi.

Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori mengatakan pluralisme memang dianjurkan. Namun, pluralisme agama merupakan hal yang keliru. Menurut Kiai Somad, sapaan akrabnya, beribadah dalam suatu agama tidak boleh dicampuradukkan. Karena setiap agama memiliki sistem ibadah sendiri-sendiri.

"Kalau menggunakan salam campuran, itu mencampuradukkan agama, jadi pluralisme agama itu tidak boleh. Saya terangkan di dalam tausyiah agama, itu tidak boleh. Karena agama itu eksklusif, karena keyakinan itu adalah sistem, agama itu sistem keyakinan dan agama punya sistem ibadah sendiri-sendiri," papar Kiai Somad di Surabaya seperti dikutip dari Detikcom, Minggu (10/11/2019).

"Kaitannya dengan toleransi, kita setuju dalam perbedaan, saling menghormati, menghargai. Bukan berarti kalau orang salam nyebut semua, itu wujud kerukunan. Itu perusak kepada ajaran agama tertentu," imbuhnya.

Imbauan ini, lanjut Kiai Somad justru merupakan wujud toleransi dan kerukunan antaragama.

"Saya sarankan pejabat yang Muslim menggunakan salam secara Islam. Begitu juga agama lain. Itu justru kerukunan. Tidak mencampurkan kehendak agama tertentu untuk dicampuradukkan. Ibadah ndak bisa dicampur aduk, jangan salah kaprah mengadakan doa bersama, semua doa diamini oleh semua agama, itu rusak nanti keyakinan agama," lanjutnya.

Selain itu, Kiai Somad juga mencontohkan wujud pluralisme dan kerukunan bisa dilakukan dengan hal lain. Bukan menggunakan salam dengan berbagai agama.

"Orang harus berpikir yang jernih jangan sampai sok berbicara kerukunan, sok bicara toleransi, nanti ndak karu-karuan agama ini. Kerukunan itu misalnya kalau ada kebanjiran atau gempa, kita harus tolong menolong, ndak usah tanya agama. Kalau ada kecelakaan kita tolong, ndak usah tanya agama. Jadi kami ini perlu meluruskan yang begini ini," pungkas Kiai Somad.

Sebelumnya, imbauan ini terlampir dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang diteken Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori pada Jumat (8/11). Dalam surat ini, ada delapan pokok pikiran yang tertuang dalam imbauan tersebut. Imbauan tersebut meminta para umat Muslim membaca salam sesuai dengan agamanya, dan tidak mencampuradukkan untuk menghindari perbuatan syubhat.

Berikut isi lengkap surat imbauan MUI Jatim :

TAUSHIYAH MUI PROVINSI JAWA TIMUR TERKAIT DENGAN FENOMENA PENGUCAPAN SALAM LINTAS AGAMA
DALAM SAMBUTAN-SAMBUTAN DI ACARA RESMI

Bahwa akhir-akhir ini berkembang kebiasaan, seseorang dalam membuka sambutan atau pidato di acara-acara resmi sering kali menyampaikan salam atau kalimat pembuka dari semua agama. Hal ini muncul dilandasi motivasi untuk meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama agar terjalin lebih harmonis sehingga dapat memperkokoh kesatuan bangsa dan keutuhan NKRI. Namun demikian, mengingat bahwa ucapan salam mempunyai keterkaitan dengan ajaran yang bersifat ibadah, maka Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jawa Timur merujuk pada rekomendasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI 11-13 Oktober 2019 di Nusa Tenggara Barat, perlu menyampaikan taushiyah dan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:

1. Bahwa agama adalah sistem keyakinan yang didalamnya mengandung ajaran yang berkaitan dengan masalah aqidah dan sistem peribadatan yang bersifat eksklusif bagi pemeluknya, sehingga meniscayakan adanya perbedaan-perebedaan antara agama satu dengan agama yang lain.

2. Dalam kehidupan bersama di suatu masyarakat majemuk, lebih-lebih Indonesia yang mempunyai semboyan Bhinneka tunggal ika, adanya perbedaan-perbedaan menuntut adanya toleransi dalam menyikapi perbedaan.

3. Dalam mengimplementasikan toleransi antar umat beragama, perlu ada kriteria dan batasannya agar tidak merusak kemurnian ajaran agama. Prinsip tolerasi pada dasarnya bukan menggabungkan, menyeragamkan atau menyamakan yang berbeda, tetapi toleransi adalah kesiapan menerima adanya perbedaan dengan cara bersedia untuk hidup bersama di masyarakat dengan prinsip menghormati masing-masing fihak yang berbeda.

4. Islam pada dasarnya sangat menjunjung tinggi prinsip toleransi, yang antara lain diwujudkan dalam ajaran tidak ada paksaan dalam agama (QS. al-Baqarah [2]: 256); prinsip tidak mencampur aduk ajaran agama
dalam konsep "Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku sendiri" (QS. al-Kafirun [109]: 6), prinsip kebolehan berinteraksi dan berbuat baik dalam lingkup muamalah (QS. al-Mumtahanah [60]: 8), dan prinsip berlaku adil kepada siapap un (QS. al-Ma`idah [8]: 8)

5. Jika dicermati, salam adalah ungkapan do`a yang merujuk pada keyakinan dari agama tertentu. Sebagai contoh, salam umat Islam, "Assalaamu`alaikum" yang artinya "semoga Allah mencurahkan keselamatan kepada kalian". Ungkapan ini adalah doa yang ditujukan kepada Allah Swt, Tuhan yang Maha Esa, yang tidak ada Tuhan selain Dia. Salam umat Budha, "Namo buddaya artinya terpujilah Sang Budha, satu ungkapan yang tidak terpisahkan dengan keyakinan umat Budha tentang Sidarta Gautama. Ungkapan pembuka dari agama Hindu, "Om swasti astu" Om, adalah panggilan umat Hindu khususnya di Bali kepada Tuhan yang mereka yakini yaitu "Sang Yang Widhi". Om"
seruan ini untuk memanjatkan doa atau puja dan puji pada Tuhan yang tidak lain dalam keyakinan Hindu adalah Sang Yang Widhi tersebut. Lalu kata swasti, dari kata su yang artinya baik, dan asti artinya bahagia. Sedangkan Astu artinya semoga. Dengan demikian ungkapan Om swasti astu kurang lebih artinya, "semoga Sang Yang Widhi mencurahkan
kebaikan dan kebahagiaan".

6. Bahwa doa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ibadah. Bahkan di dalam Islam doa adalah inti dari ibadah. Pengucapan salam pembuka menurut Islam bukan sekedar basa basi tetapi do`a.

7. Mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bid`ah yang tidak pernah ada di masa yang lalu, minimal mengandung nilai syubhat yang patut dihindari.

8. Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jawa Timur menyerukan kepada umat Islam khususnya dan kepada pemangku kebijakan agar dalam persoalan salam pembuka dilakukan sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Untuk umat Islam cukup mengucapkan kalimat, "Assalaamu`alaikum. Wr. Wb." Dengan demikian bagi umat Islam akan dapat terhindar dari perbuatan syubhat yang dapat merusak kemurnian dari agama yang dianutnya.

Demikian taushiyah atau pokok-pokok pikiran dari MUI Provinsi Jawa Timur

(Hidayat G\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar