Harga Emas Diprediksi Lebih Dari Rp 900 Ribu/Gram, Kapan Itu ?

Selasa, 05/11/2019 16:55 WIB
Ilustrasi. (Foto: Finroll)

Ilustrasi. (Foto: Finroll)

Jakarta, law-justice.co - Bank of America Merrill Lynch (BoA) memprediksi harga emas dunia bakal menembus US$ 1.500 per troy ounce (oz) tahun ini dan US$ 2.000/oz tahun depan, dengan dibayangi kekhawatiran terhadap resesi dan perang dagang Amerika Serikat (AS)-China.

Emas memang sempat beberapa kali menembus level psikologis US$ 1.500/oz sejak awal Agustus 2019 dengan level tertingginya US$ 1.552/oz.

Beberapa hari lalu seperti melansir CNBCIndonesia.com, harga emas dunia yang diwakili harga di pasar spot sudah kembali ke atas level psikologis US$ 1.500/oz, sehingga bisa dibilang prediksi bank yang dipimpin Bryan Moynihan tersebut akurat, separuhnya.

Satu dari dua prediksi tersebut sudah terbukti joss. Namun, untuk berharap harga logam mulia tersebut dapat menembus US$ 2.000/oz tahun depan, tampaknya masih harus menempuh waktu lebih lama lagi.

Kutukan emas dunia dan emas Antam sebagai instrumen yang lebih aman (safe haven instrument) memang membuatnya akan tetap menjadi buruan di saat perang dagang dan ancaman resesi dunia yang masih belum hilang benar dari depan pelaku pasar keuangan.

Apalagi hingga akhir 2019, potensi meningkatnya kekhawatiran pelaku pasar masih tetap terbuka hingga tahun depan.

Namun, jangan lupa. Prediksi BoA tersebut dipublikasikan ketika alarm khawatir pasar baru "menuju" gawat, dan tampaknya, tanpa ada twit liar lagi dari ujung jemari Presiden AS Donald Trump, saat ini belum ada kondisi yang separah awal September.

Pada September, kenaikan tarif yang sebelumnya hanya menjadi ancaman ternyata betul-betul direalisasikan China dan Amerika Serikat kepada satu sama lainnya.

China menaikkan tarif impor dari 5% menjadi 10% terhadap sepertiga dari total 5.078 barang impor dari AS. Sisa dari total barang impor itu akan dinaikkan pada 15 Desember.

Di sisi Negeri Paman Sam, mereka menaikkan tarif menjadi 15% terhadap barang impor China yang nilainya US$ 112 miliar, yang memberi dampak pada dua pertiga barang kiriman China.

Selain itu, banyak peristiwa yang sudah terjadi di sela-sela Juli dan sekarang.

Proses damai dagang tampaknya masih akan bergulir dan istilahnya semakin banyak digunakan dibandingkan dengan frase dulu "perang dagang" karena pada prinsipnya pihak Beijing dan Washington DC sudah memiliki satu tujuan yang sama: damai!.

Perkembangan lain yang juga sudah membuat kondisi pasar keuangan lebih bersahabat pada kesehatan jantung untuk sementara waktu adalah kesepakatan penundaan Brexit menjadi Januari tahun depan, yang di luar ekspektasi membuat sumringah seluruh penduduk di Benua Biru.

Satu faktor besar lain yang masih menghantui tetapi agak mereda adalah ancaman resesi dunia, yang sudah ditunjukkan dengan masih amannya pertumbuhan ekonomi China dan Amerika.

Begitu juga dengan Hong Kong, daerah administratif spesial milik China. Meskipun sudah terpanggang kata-kata resesi, tetapi kota pulau yang memiliki luas area 1.108 km2 itu terselamatkan oleh pemangkasan suku bunga acuannya di pagi hari sebelum pengumuman pertumbuhan ekonomi-PDB dilakukan sore.

Alhasil, damai dagang masih tetap berproses sehingga harga logam mulia dunia masih belum melampaui rekor tahun ini US$ 1.552/oz sepanjang Oktober.

Sepanjang Oktober, kenaikan harga emas di pasar spot dunia dibukukan 2,65% menjadi US$ 1.513/oz dari US$ 1.472/oz, dan menyumbangkan kenaikan sepanjang tahun ini hingga akhir bulan lalu menjadi 17,8%.

Untuk menuju US$ 2.000/oz, dari posisi kemarin US$ 1.513/oz, maka dibutuhkan tanjakan curam yang terlalu miring yaitu 32,17% lagi.

Tentu bukannya tanpa alasan, karena untuk menanjak 32,17% hingga mampu ke posisi kemarin yakni US$ 1.513/oz, harga emas spot membutuhkan waktu 2 tahun 10 bulan dari posisi awal ketika di level US$ 1.142/oz pada 28 Desember 2016.

Sehingga, dengan asumsi waktu yang sama, maka untuk mencapai US$ 2.000/oz maka hari ini haruslah ditambah 2 tahun 10 bulan menjadi Agustus 2022, atau kalo mau ditawar ya baru 2 tahun lagi lah harga emas bisa sampai ke US$ 2.000/oz.

Kalau di dalam negeri, tentu investor emas kepingan dan batangan ritel yang diproduksi Antam juga berharap adanya kenaikan.

Setidaknya, mereka tentu berharap harga instrumen investasinya tersebut menembus rekor tertingginya pada Rp 726.000/gram untuk satuan keping 100 gram.

Jika ingin gampangnya saja dan dengan asumsi kenaikan emas spot dunia itu benar terealisasi, maka tidak haramlah mengawinkan pertumbuhan 32,17% tadi harga emas Antam Rp 706.000/gram di akhir Oktober. Lalu, bisa dong dikeluarkan angka Rp 933.120/gram dalam 2 tahun ke depan.

Percaya?

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar