Indeks Kemerdekaan Pers di Papua Terendah di Era Jokowi

Selasa, 05/11/2019 08:30 WIB
Presiden Jokowi Kembali Kunjungi Papua. (TimesIndonesia)

Presiden Jokowi Kembali Kunjungi Papua. (TimesIndonesia)

Jakarta, law-justice.co - Papua masih menempati posisi terendah terkait Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) tahun 2019.

Menempati posisi paling bawah dari 34 provinsi di Indonesia, skor IKP 2019 Papua berada pada angka 66,56 alias `agak bebas` atau satu tingkat di atas `kurang bebas`.

Hal ini diketahui dari survei IKP 2019 yang disampaikan Dewan Pers, di Jakarta, Senin (4/11).

Penilaian skor IKP 2019 menggunakan skala 1-100. Semakin tinggi skornya atau berada pada kisaran angka 90-100 dianggap kategori `bebas`.

Dari data Indeks Kemerdekaan Pers tiap provinsi, Papua menempati posisi terakhir.

Meskipun demikian skor IKP di Papua tahun ini naik dari tahun sebelumnya, yang hanya 59,30.

Sementara itu, provinsi yang mendapat skor IKP tertinggi tahun ini adalah Sulawesi Tenggara dengan angka 84,84.

Sementara posisi dua sampai lima, terdapat Aceh (82,85), Kalimantan Tengah (80,94), Riau (79,82), dan Kalimantan Utara (78,78).

Anggota Dewan Pers Asep Setiawan menyatakan skor kemerdekaan pers di Papua yang masih dalam kategori `agak bebas` itu tak terlepas dari situasi sosial, politik, dan kemanan yang masih dalam kategori rawan.

"Oleh karena itu di dalam indeks itu tergambarkan bahwa secara umum Papua itu rangkingnya masih di bawah," kata Asep usai penyampaian IKP 2019, di Jakarta, Senin (4/11) seperti melansir CNNIndonesia.com.

Diketahui, organisasi hak asasi manusia banyak mengkritik pemerintahan Jokowi karena tak memberikan akses yang luas kepada wartawan untuk meliput Papua.

Dalam 5 tahun terakhir, dugaan pelanggaran HAM terus terjadi terhadap orang-orang Papua.

Asep menyatakan penilaian kondisi kemerdekaan pers di Bumi Cendrawasih itu bisa dilihat dari tiga klasifikasi yang digunakan dalam survei, yakni lingkungan fisik dan politik, lingkungan ekonomi, serta lingkungan hukum.

Untuk lingkungan fisik dan politik, kata Asep, dengan kondisi yang masih rawan membuat kerja jurnalistik menjadi tidak mudah dan menemukan banyak kesulitan.

Kesulitan ini berasal dari aparat keamanan maupun masyarakatnya sendiri.

Papua Tak Kondusif

Asep menyatakan untuk lingkungan ekonomi juga tak berbeda jauh. Masalah kepemilikan perusahaan dan kesejahteraan juga tidak terlalu bisa berkompetisi dengan provinsi lain.

"Terakhir lingkungan hukum, soal hukum ini kan terkait ancaman pers, kebebasan. Ini juga hal-hal yang menjadi indikator di Papua, masih belum kondusif," ujar Asep.

Oleh karena itu, Asep mengatakan pemerintah perlu menumbuhkan kebebasan pers atau media massa di Papua, dengan memberikan akses dalam melakukan kerja jurnalistik.

Keterbukaan terhadap pers akan membantu jurnalis mengetahui situasi sosial dan politik di masyarakat.

"Jadi sangat kuat akses informasi wartawan atau media massa terhadap situasi politik di sana yang tinggi, maka sebetulnya akan memberikan dampak positif terhadap situasi sosial politik dan ekonomi juga," ujarnya.

Asep menyatakan penting bagi pemerintah pusat, khususnya daerah maupun aparat keamanan untuk memberikan akses yang seluas-luasnya terhadap pemberitaan di provinsi Indonesia paling timur itu.

"Supaya apa? Indeksnya tinggi, menggambarkan kebebasan pers, yang sekaligus ada korelasi dengan demokrasi dan ekonomi. Itu yang penting," tuturnya.

Survei IKP 2019 ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Untuk pendekatan kuantitatif, melakukan wawancara tatap muka terhadap responden ahli dengan menggunakan kuesioner.

Sementara pendekatan kualitatif dilakukan dengan melakukan focus group discussion (FGD) terhadap informan ahli.

Survei IKP meliputi pada tiga aspek yakni lingkungan fisik dan politik, lingkungan ekonomi, serta lingkungan hukum. Ada 20 indikator survei, melibatkan 408 informan ahli sebagai responden di 34 provinsi.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar