Mayoritas Muslim Intoleran Tolak Nonmuslim Jadi Pimpinan Politik

Minggu, 03/11/2019 21:05 WIB
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan (Republika)

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan (Republika)

Jakarta, law-justice.co - Lembaga Survei Indonesia (LSI) kembali melakiukan survei pada tangga 8 hingga 17 September 2019 terkait dengan perpoliitkan di Indonesia. Survei yang melibatkan 1.550 responden dari selurh Indonesia itu menyebutkan bahwa mayoritas umat Islam Intoleran tidak ingin pemerinctah atau pemimpinnya berasal dari kalangan nonmuslim.

Mengutip JPNN, Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan ada 59,1 persen responden muslim keberatan jika dipimpin oleh pihak yang berbeda keyakinan. Sedangkan 31,3 persen merasa tidak masalah jika dipimpin nonmuslim. Sisanya tidak menjawab atau tidak tahu.

"Mayoritas warga muslim intoleran terhadap orang yang berbeda keyakinan menjadi kepala pemerintahan di tingkat kabupaten atau kota, gubernur, wakil presiden dan presiden," kata Djayadi saat merilis hasil surveinya dengan tema Tantangan Intoleransi dan Kebebasan Sipil Serta Modal Kerja Pada Pemerintahan Periode Kedua Jokowi di kawasan Jakarta Pusat, Minggu (3/11).

Lebih lanjut katanya, 56,1 persen responden muslim menolak memilih wakil presiden yang berbeda keyakinan. Sementara 34,2 persen yang tidak keberatan. Sisanya tidak menjawab atau tidak tahu. Sementara itu di level pemerintahan daerah, yang keberatan nonmuslim menjadi gubernur sebesar 52 persen. Yang tidak keberatan 37,9 persen. Yang keberatan nonmuslim menjadi wali kota atau bupati sebesar 51,6 persen. Yang tidak keberatan 38,3 persen.

Situasi di bidang politik berbanding terbalik dengan hal ritual keagamaan nonmuslim, seperti berkegiatan di sekitar rumah. Dalam soal nonmuslim mengadakan acara keagamaan atau kebaktian di sekitar mereka hasilnya lebih baik. Yang keberatan hanya 36,4 persen dan yang merasa tidak keberatan sebanyak 54 persen masyarakat muslim.

Namun, penolakan terhadap pendirian rumah ibadah nonmuslim masih tinggi. Sebanyak 53 persen muslim keberatan mereka yang berbeda keyakinan membangun rumah ibadah. Hanya 36,8 persen yang mengaku tidak keberatan.

"Intoleransi religius-kultural cenderung turun sejak 2010, namun penurunan ini berhenti di 2017. Pasca 2017 intoleransi religius-kultural cenderung meningkat terutama dalam hal pembangunan rumah ibadah," jelas Djayadi.

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar