IHSG di Zona Merah Selama Dua Hari Berturut-turut

Jum'at, 01/11/2019 18:25 WIB
Foto: Kumparan

Foto: Kumparan

law-justice.co - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (1/11/2019), di zona merah.

Pada pembukaan perdagangan, data BEI mencatat, IHSG melemah 0,04% ke level 6.225,82. Per akhir sesi satu, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut sudah bertambah dalam menjadi 0,38% ke level 6.204,58.

Per akhir sesi dua, IHSG melemah 0,34% ke level 6.207,19. Koreksi IHSG pada hari menandai koreksi selama 2 hari beruntun.

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru melaju di zona hijau: indeks Shanghai naik 0,99%, indeks Hang Seng menguat 0,72%, dan indeks Kospi bertambah 0,8%. Sementara itu, indeks Nikkei turun 0,33% dan indeks Straits Times melemah 0,01%.

Bursa saham Benua Kuning melemah kala Hong Kong kini telah resmi memasuki periode resesi. Kemarin, Kamis (31/10/2019), Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong merilis pembacaan awal untuk data pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019.

Pada 3 bulan ketiga tahun ini, perekonomian Hong Kong diketahui membukukan kontraksi sebesar 3,2% secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ).

Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Lantaran pada kuartal II-2019 perekonomian Hong Kong sudah terkontraksi sebesar 0,4% secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi yang kembali negatif secara kuartalan pada kuartal III-2019 resmi membawa Hong Kong mengalami resesi untuk kali pertama sejak tahun 2009, kala krisis keuangan global menerpa. 

Aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi di sana selama nyaris lima bulan sukses menekan laju perekonomian dengan sangat signifikan, seiring dengan terkontraksinya sektor pariwisata dan ritel. Untuk diketahui, aksi demonstrasi besar-besaran yang dalam beberapa waktu terakhir terjadi di Hong Kong pada awalnya dipicu oleh penolakan terhadap RUU ekstradisi.

Pada bulan lalu, Menteri Keuangan Hong Kong Paul Chan mengatakan bahwa jumlah turis yang mengunjungi Hong Kong pada periode Agustus 2019 ambruk nyaris 40% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kontraksi pada jumlah turis yang mengunjungi Hong Kong di bulan Agustus jauh lebih dalam ketimbang penurunan pada periode Juli 2019 yang hanya sebesar 5%.

Sebelum pembacaan awal untuk data pertumbuhan ekonomi Hong Kong periode kuartal III-2019 dirilis, memang pemerintahnya sendiri sudah memproyeksikan bahwa Hong Kong akan resmi mengalami resesi.
Pada akhir pekan kemarin, Chan memperingatkan bahwa Hong Kong akan resmi mengalami resesi. 

"Dampak (dari aksi demonstrasi) terhadap perekonomian kita signifikan," tulis Chan dalam sebuah unggahan di blog.

Suntikan kebijakan moneter yang diberikan oleh bank sentral Hong Kong dan suntikan kebijakan fiskal oleh pemerintahnya membuat pelaku pasar optimistis bahwa situasi di Hong Kong akan membaik di masa depan, yang pada akhirnya menjadi sentimen positif bagi pasar saham Asia.

Kemarin, bank sentral Hong Kong memutuskan untuk memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke level 2%. Dari sisi fiskal, sejauh ini pemerintah Hong Kong telah menyuntikkan dana segar senilai lebih dari HKD 20 miliar ke perekonomian. Suntikan dana segar ini diarahkan untuk menggairahkan sektor transportasi, pariwisata, serta ritel.

Di masa depan, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengatakan bahwa pemerintah akan kembali memberikan suntikan fiskal.

Sumber: CNBC Indonesia

(Liesl Sutrisno\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar