Sebelum Lion Jatuh, Manajer Boeing Usaha Setop Produksi 737 MAX

Rabu, 30/10/2019 18:00 WIB
Lion Air (abcnews.com)

Lion Air (abcnews.com)

Jakarta, law-justice.co - Seorang manajer dari Boeing sempat berusaha untuk menghentikan produksi pesawat 737 MAX karena masalah keamanan.

Hal itu terjadi sebelum pesawat jenis ini yang dioperasikan maskapai penerbangan Lion Air jatuh pada Oktober 2018.

Ketua Komite Transportasi & Infrastruktur Peter DeFazio memasukkan tuduhan baru itu dalam pernyataan yang dipersiapkan untuk sesi sidang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat pada Rabu (30/10/2019) waktu setempat. Demikian seperti dilansir dari Bisnis.com.

Dalam sesi tersebut, CEO Boeing Dennis Muilenburg direncanakan akan bersaksi di depan komite tentang peran pabrikan pesawat terbang ini dalam dua tragedi jatuhnya pesawat Boeing 737 MAX pada Oktober 2018 dan Maret 2019 yang memakan nyawa total 346 korban.

“Kami kini tahu tentang setidaknya satu kasus dimana seorang manajer Boeing memohon-mohon kepada wakil presiden saat itu dan general manager program 737 untuk menghentikan jalur produksi 737 MAX karena masalah keamanan, beberapa bulan sebelum Lion Air jatuh pada Oktober 2018,” tutur DeFazio dalam pernyataan pembukaannya, yang dirilis oleh pihak komite.

Tuduhan DeFazio memberi tekanan lebih lanjut pada Muilenburg menjelang penyampaian tesimoninya untuk hari kedua di Capitol Hill.

Muilenburg telah berjuang untuk menyelamatkan posisinya sebagai CEO Boeing di tengah pengawasan yang meningkat dari dewan direksi perusahaan.

Dia juga berusaha untuk menyelamatkan reputasi raksasa industri AS ini setelah terpukul selama berbulan-bulan akibat pengungkapan tentang cacat dalam desain dan sertifikasi 737 MAX, jet terlaris Boeing.

Namun, DeFazio tidak memerinci masalah keamanan yang diajukan oleh manajer Boeing tersebut ataupun bagaimana perusahaan itu meresponsnya.

Setidaknya satu sumber juga mengungkapkan kepada komite bahwa Boeing mengorbankan keselamatan demi penghematan biaya, tulis DeFazio dalam pernyataannya.

Menurut DeFazio, Boeing juga mempertimbangkan untuk menambahkan sistem peringatan yang lebih kuat untuk fitur yang terlibat dalam dua kecelakaan itu sebelum akhirnya membatalkan ide tersebut.

"Kita mungkin tidak pernah tahu langkah-langkah penting apa yang bisa diambil yang akan mengubah nasib dua penerbangan itu, tetapi kita tahu bahwa berbagai keputusan bisa membuat pesawat-pesawat itu lebih aman dan mungkin menyelamatkan nyawa mereka yang ada di pesawat," lanjut DeFazio.

“Ada area-area yang kami jelajahi terlihat masih suram dan kami perlu memberikan kejelasan untuk masalah-masalah itu. Tapi ada banyak yang telah kami pelajari selama tujuh bulan terakhir, dan kami berharap Anda menjawab sejumlah pertanyaan untuk meningkatkan pemahaman kami tentang apa yang terjadi dan mengapa,” tulis DeFazio yang ditujukan kepada Muilenburg.

Meski Muilenburg menghadapi pertanyaan-pertanyaan sengit, saham Boeing justru mampu naik 2,4 persen menjadi US$348,93 pada penutupan perdagangan Selasa (29/10/2019) di New York, kinerja terbaik ketiga di Dow Jones Industrial Average.

Investor tampaknya yakin bahwa penyampaian testimoni oleh Muilenburg tidak akan menghalangi tinjauan Federal Aviation Administration (FAA) tentang apakah 737 MAX dapat dengan aman melanjutkan penerbangan komersial setelah mendesain ulang perangkat lunak kontrol penerbangan.

Sidang Senat

Sementara itu, sekitar 20 kerabat korban tragedi 737 MAX menghadiri testimoni Muilenburg di depan Senat AS pada Selasa (28/10/2019). Ketua Komite Perdagangan Roger Wicker membuka sesi ini dengan menjanjikan mereka untuk melakukan penyelidikan sampai ke dasar kesalahan.

"Kedua kecelakaan itu sepenuhnya bisa dihindari. Kami tidak bisa memahami rasa pedih yang dialami keluarga-keluarga 346 korban yang jiwanya melayang,” tutur Wicker.

Fitur keselamatan penerbangan bernama Sistem Augmentasi Karakteristik Manuver (MCAS), yang dirancang untuk menurunkan hidung pesawat dalam beberapa kondisi, diaktifkan dalam kedua kecelakaan fatal itu sebagai akibat dari kegagalan fungsi. Pilot kedua penerbangan diketahui tidak meresponsnya dan kemudian kehilangan kendali.

Penyampaikan kesaksian Muilenburg di depan Senat AS bertepatan dengan peringatan satu tahun kecelakaan pertama, ketika Boeing 737 MAX yang dioperasikan Lion Air jatuh ke Laut Jawa beberapa menit setelah lepas landas.

Kurang dari lima bulan setelah kecelakaan di Indonesia, sebuah pesawat Ethiopian Airlines bermodel sama jatuh menghantam daratan Ethiopia pada Maret 2019.

Kedua tragedi ini serentak mendorong larangan terbang pesawat jet terlaris Boeing tersebut dan mengguncang kepercayaan akan integritas perusahaan.

Muilenburg secara pribadi meminta maaf kepada anggota keluarga korban yang meninggal dalam kecelakaan itu serta menegaskan komitmen perusahaan untuk keselamatan dan belajar dari pengalaman menyedihkan tersebut.

“Kami telah ditantang dan mengalami perubahan oleh kecelakaan-kecelakaan ini. Kami telah membuat kesalahan dan kami melakukan beberapa kesalahan,” ungkapnya.

Setelah sidang pada Selasa (29/10), Muilenburg mengadakan pertemuan dengan sekelompok kerabat korban, interaksi langsung pertamanya sejak dua tragedi tersebut.

“Keadaannya sangat emosional ketika melihat CEO perusahaan yang memiliki peran penting dalam membunuh putri saya, Samya Rose Stumo,” ungkap Michael Stumo dalam konferensi pers setelah pertemuan.

"Tapi dia ada di sana, dia mendengarkan dan mengutarakan kesedihannya. Ia juga menyatakan keinginan mengubah budaya perusahaan untuk menjadikannya lebih baik,” tambah Stumo.

(Regi Yanuar Widhia Dinnata\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar