Sumanto Al Qurtuby:

Dua Menteri ini Tidak Layak, Tidak Pas dan Tidak Qualified

Minggu, 27/10/2019 19:33 WIB
Mendikbud Nadiem Makarim (Media Indonesia)

Mendikbud Nadiem Makarim (Media Indonesia)

law-justice.co - Meskipun saya acungi jempol untuk menteri-menteri tertentu yang layak di posisi mereka masing-masing, karena sesuai dengan kualitas, kapasitas, dan pengalaman mereka; tapi saya sama sekali tidak setuju dan meragukan sejumlah menteri yang menurut saya,  sama sekali tidak cocok, tidak pas, dan tidak layak untuk posisi itu. Walaupun mereka bisa jadi pas untuk posisi lain.

Di antara menteri-menteri yang saya anggap tidak layak, tidak pas, dan tidak qualified di posisi mereka adalah menteri agama (menag) dan menteri pendidikan dan kebudayan (mendikbud). Saya juga mempertanyakan "the logics" di balik penunjukkan mereka yang sangat rapuh. 

Kenapa Menag saya anggap tidak qualified? Ya jelas: FR sama sekali tidak memiliki basis yang kuat di bidang studi keagamaan dan keislaman. Bagaimana seorang yang tidak memiliki wawasan memadai mengenai agama-agama dan studi keislaman khususnya memimpin sebuah kementerian agama yang "notabene" merupakan rumah para pakar studi keagamaan? 

Nanti seperti teman saya, Nadirsyah, bilang, "Ada jenderal akan memimpin sidang itsbat, mengevaluasi para guru besar atau calon guru besar Islam, memelototi UU Pesantren, mengurusi madrasah dan pesantren, membidani dialog agama-agama, dan lain sebagainya.” 

Konon alasan penunjukan FR jadi menag adalah "untuk menangani radikalisme di kementerian agama, madrasah dan pesantren." Ini tentu salah alamat karena sarang radikalisme (agama) bukan di kementerian agama, madrasah dan pesantren. 

Justru sebaliknya, kementerian agama, pesantren dan madrasah itu berisi orang-orang moderat (dosen-dosen IAIN/UIN, santri, atau akademisi non-muslim) yang anti-radikalisme dan selama ini memerangi radikalisme itu. Maka, kalau mau memerangi radikalisme agama bukan di sini tempatnya. 

Sama seperti FR, saya menilai NM juga sama sekali tidak qualified sebagai Mendikbud. Bagaimana mungkin seorang anak muda belia, bergelar master yang tidak memiliki karya akademik, memimpin sebuah kementerian yang syarat dengan karya akademik dan kerja-kerja ilmiah dan gudang para guru besar dan calon guru besar profesor doktor? 

Nanti seperti murid yang maki-maki gurunya? Seperti orang yang tidak pernah nulis tapi mengoreksi tulisan para penulis ahli. Seperti ada seorang muslim mualaf yang bodoh,  menyesat-sesatkan dan membego-begokan para sarjana dan ulama besar. 

Lalu, apa "rationale" dan "logics" di balik pengangkatan NM di Kemendikbud? Mau "menggojekkan" lembaga pendidikan? Mau "mengapitalismekan" kampus? Mau memasarkan sekolah atau menyulap sekolah menjadi pabrik? Kalau itu: salah besar. 

Terserah Anda mau bilang apa, saya tetap berpendirian bahwa kedua menteri itu tidak cocok dan tidak qualified di bidang-bidang tersebut. Ada kesan terlalu dipaksakan penunjukkan mereka berdua.

Kalau sekedar "balas jasa" kok rasanya sulit dipercaya juga, karena banyak yang sangat berjasa tapi tidak dapat apa-apa, sementara banyak yang hanya diam, tidak berbuat apa-apa dan bahkan ikut memusuhi, malah dapat apa-apa.

Sumanto Al Qurtuby, Antropolog Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

(Tim Liputan News\Reko Alum)

Share:




Berita Terkait

Komentar