Jadi Menteri? Yusril Minta Maaf, Ungkap Persoalan 5 Tahun Jokowi

Senin, 21/10/2019 11:30 WIB
Yusril Ihza Mahendra, Pakar Hukum Tata Negara (Fajar.co.id)

Yusril Ihza Mahendra, Pakar Hukum Tata Negara (Fajar.co.id)

Jakarta, law-justice.co - Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra enggan berkomentar soal kemungkinan namanya masuk dalam jajaran menteri di Kabinet Kerja jilid kedua.

Hal itu disampaikan Yusril menanggapi masuknya nama dia dalam daftar calon Menteri Hukum dan HAM di kabinet Joko Widodo-Ma`ruf Amin.

"Lebih baik enggak usah dijawab ya. Minta maaf saya," ujar Yusril seperti melansir tribunmedan.com.

Nama Yusril sempat dalam dokumen hoaks berisikan nama-nama menteri Jokowi di kabinet periode kedua.

Dalam draf tersebut, Yusril didapuk sebagai Menteri Hukum dan HAM.

Yusril mengakui banyak pihak yang berspekulasi ia akan masuk ke dalam kabinet.

Namun, hingga saat ini ia dan Presiden Jokowi belum pernah membicarakan secara spesifik tentang posisinya di kabinet Jokowi-Ma`ruf.

Meski demikian, ia tak akan menolak bila ditawari menjadi menteri.

"Saya sendiri enggak mengajukan apa-apa. Cuma saya pikir kalau misalkan diminta, mungkin saya tidak menolak. Karena saya melihat banyak sekali masalah yang harus ditangani," tutur Yusril.

Ia menilai banyak persoalan yang harus diselesaikan pada lima tahun ke depan di pemerintahan Jokowi, terutama di bidang hukum.

Ia mengungkapkan, sejatinya ia juga pernah diminta oleh Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di periode kedua untuk masuk ke kabinet.

Namun, Yusril menolak.

"Banyak persoalan-persoalan hukum yang sebenarnya terlewatkan sama lima tahun SBY, lima tahunnya Jokowi. 10 tahun. Kalau dulu saya masih di Setneg mungkin bisa saya teriak-teriakin Menkumhamnya," ujar Yusril.

"Apa lagi zamannya Pak Hamid Awaludin. Dengan saya kan kawan betul. Masalah yang paling pokok barang kali adalah kepastian hukum dan harmonisasi hukum. Berantakan betul," lanjut dia.

Yusril lantas mencontohkan keruwetan hukum di Indonesia di sektor investasi.

Dalam pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), misalnya, ia melihat program tersebut tak berjalan lantaran terhambat persoalan hukum.

Dalam program tersebut, investor asing diizinkan memiliki lahan dan mendapat tax holiday (keringanan pajak). Namun saat dijalankan ternyata tidak bisa.

Sebab, Undang-undang Pokok Agraria melarang pihak asing memiliki lahan di Indonesia.

Selain itu, dalam prakteknya, tax holiday tak bisa diberlakukan dalam KEK.

"Akhirnya enggak jalan. Bisa jalan tapi nabrak. Ujung-ujungnya nanti jadi korupsi, Kalau lima tahun ini dibiarin, rusak ini semua. Itu satu, dari segi investasi," ujar Yusril.

Di sisi lain, Yusril menyatakan kepastian hukum juga menjadi akibat dari carut-marutnya sistem hukum di Indonesia.

Ia menilai, banyak penindakan kasus korupsi yang dipaksakan lantaran pengertian keuangan negara yang bertentangan satu sama lain.

"Jadi menurut saya banyak masalah hukum. Orang asing datang ke sini bingung. Kita sendiri menegakkan hukum bingung. Masa definisi keuangan negara ada 22. Nanti terserah. Kalau KPK yang paling sadis bunyinya yang dia pakai," ujar Yusril.

Saat ditanya posisi apa yang cocok baginya di kabinet untuk membenahi persoalan hukum di Indonesia, ia mengatakan pos tersebut ada di Menteri Hukum dan HAM.

"Lebih banyak di Kumham (Hukum dan HAM)," kata Yusril.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar