Nasrudin Joha, pengamat politik

31.000 Aparat untuk Pelantikan Presiden atau Eksekusi Penjahat?

Jum'at, 18/10/2019 14:00 WIB
Presiden Joko Widodo (voanews.com)

Presiden Joko Widodo (voanews.com)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah menerjunkan sebanyak 31 ribu personel gabungan TNI-Polri dalam rangka mengamankan prosesi pelantikan presiden-wakil presiden terpilih Joko Widodo-Ma`ruf Amin pada 20 Oktober 2019.

 

Entah apa yang menyelimuti benak negara, sehingga perlu menerjunkan pasukan begitu besarnya untuk mengamankan pelantikan. Selama ini, rezim begitu nyaring menggulirkan narasi adanya rencana menggagalkan pelantikan Presiden.

 

Dalam kasus tragedi Wamena saja, jumlah aparat yang diterjunkan tidak sebesar itu. Padahal, Wamena jelas tidak aman. Jelas ada pembantaian, pembakaran, pengrusakan, dan penjarahan.

 

Padahal, dalam konteks keamanan kepala negara, keadilan itu adalah benteng penjaga pemimpin yang paling kokoh. Bukan Paspampres atau pasukan Polri TNI.

 

Jika seorang pemimpin mampu bertindak adil, maka ia akan selamat dari dakwaan rakyatnya.

 

Sementara rakyat, ketika menemukan pemimpinnya adil maka rakyat akan berhenti menuntut haknya.

 

Rakyat, justru sibuk mengerubuti kekuasaan untuk memberikan loyalitas dan menjaga kekuasaan dari segala bentuk rongrongan, dari luar maupun dari dalam

 

Sebaliknya, jika pemimpin zalim, maka rakyat akan sibuk mengkritik pemimpin dan menuntut hak rakyat.

 

Sudah menjadi hak rakyat, mendapatkan keadilan, kesejahteraan dan jaminan keamanan dari pemimpinnya.

 

Dan sudah menjadi tugas pemimpin, untuk bertindak adil, memberi rasa aman dan menyejahterakan rakyatnya.

 

Dalam kondisi pemimpin bertindak adil, kekuasan itu tak butuh centeng, tak butuh penjaga dan pengaman.

 

Kekuasan yang adil pasti akan diselimuti rasa aman sentosa.

 

Umar bin Khatab RA adalah Khalifah yang terkenal begitu adil, karena itu utusan Romawi begitu kaget mendapati Umar Amirul mukminin tiduran di serambi masjid sendirian, tanpa pengawalan dan dengan baju kebesarannya yang penuh tambalan.

 

Namun jika pemimpin itu zalim, ribuan bahkan jutaan pengawal tidak akan mampu menjamin keselamatannya.

 

Bahkan, boleh jadi ancaman itu bukan dari luar boleh jadi malah masih berasal dari internal barisan kekuasaan.

 

Sekarang publik bertanya, pelantikan Presiden kok butuh 31 ribu personel?

 

“Apakah Presiden dalam kondisi tidak aman? Jika demikian, ini menjadi bukti Presiden tidak bisa berbuat adil, Presiden zalim.

 

Karena kezalimannya, pemimpin ketakutan terhadap rakyatnya.

 

Pengamanan 31 ribu personel ini seperti mau mengeksekusi penjahat perang saja, untuk memberikan efek jera kepada rakyat.

 

Agar rakyat tidak melakukan kejahatan seperti yang dilakukan penjahat perang.

 

Harusnya Kalo urusan cuma pelantikan, seribu personel pun cukup.

 

Tapi karena pemimpin yang dilantik zalim, merasa tidak aman dari rakyatnya, maka pengamanannya dibuat heboh.

 

Urusan pemimpin itu bukan cuma pelantikan, tapi bagaimana menyejahterakan rakyat.

 

Untuk urusan seremonial ini, tak ada hubungannya dengan kesejahteraan rakyat. Justru malah mengurangi jatah rakyat.

 

Coba bayangkan 31 ribu itu kalau setiap personel biaya pengamanan 100 ribu, maka totalnya 31 miliar.

 

Coba Kalo yang tugas cuma 1000, biaya bisa dibutuhkan hanya 1 miliar.

 

Sisanya yang bisa dihemat sebesar 30 miliar, itu bisa digunakan untuk membantu korban bencana yang menurut Wiranto disebut membebani Pemerintah.

(Editor\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar