Susunan Kabinet Sudah Rampung, Kok Perppu KPK Belum Pak Jokowi?

Senin, 14/10/2019 17:28 WIB
Presiden Joko Widodo (newsapi.com)

Presiden Joko Widodo (newsapi.com)

Jakarta, law-justice.co - Presiden Joko Widodo mengumumkan telah selesai menyusun kabinet pemerintahannya untuk periode 2019-2024.

Di saat tugas besar jelang periode baru selesai, Jokowi kembali diingatkan mengenai Perppu untuk membatalkan UU KPK baru, yang dinanti-nanti publik.

"Mungkin bisa hari yang sama dengan pelantikan, mungkin bisa sehari setelah pelantikan insyaallah semua sudah kita siapkan," kata sebagaimana ditayangkan dalam video akun YouTube Sekretariat Presiden dan dilansir dari Detik.com, Senin (14/10/2019).

Terkait susunan formasi kabinet, Jokowi mengatakan hal itu masih bisa berubah usai bertemu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia mengatakan masih ada peluang untuk pertimbangan lainnya.

"Ya mungkin ada beberapa pertimbangan masih bisa," ucap Jokowi.

Meski demikan, masyarakat masih menanti sikap Jokowi terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menggantikan UU KPK. Mahasiswa yang berasal dari Universitas Trisakti, Ukrida, dan Universitas Paramadina sempat menemui Kepala Staf Kepresidena (KSP) Moeldoko untuk memberi deadline kepada Jokowi terkait penerbitan Perppu KPK hari ini.

"Kalaupun sampai 14 Oktober tidak ada juga diskusi tersebut dan tidak ada statement dari Presiden, kita pastikan mahasiswa akan turun ke jalan dan lebih besar lagi," kata Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Dino Ardiansyah, Kamis (3/10).

Namun, aksi yang direncanakan mahasiswa urung dilakukan. Saat dikonfirmasi Minggu (13/10), Dino mengatakan masih mempertimbangkan tiga opsi untuk mendesak Jokowi mengeluarkan Perppu KPK.

"Ada opsi menjelang, saat pelantikan, atau setelah pelantikan," ujar Dino.

Organisasi mahasiswa lainnya juga akan berdemo jika Jokowi tidak segera mengeluarkan Perppu KPK. Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) mengagendakan turun ke jalan di hari pelantikan Jokowi pada Minggu, 20 Oktober nanti yang salah satu poinnya menuntut adanya Perppu KPK.

"Kalau kemarin kita sudah konsolidasi juga di Kalimantan. Dan hasilnya, kita mengawal pelantikan presiden. Kita aksi di pelantikan. Tidak ada bahasan di tanggal 14 Oktober. Kita akan tetap tuntut presiden sama seperti tuntutan sebelumnya, salah satunya menerbitkan Perppu KPK juga," ujar Koordinator BEM SI Wilayah Se-Jabodetabek Banten, Muhammad Abdul Basit, Kamis (10/10/2019).

Senada dengan aspirasi mahasiswa, KPK juga mendesak agar Jokowi segera menerbitkan UU KPK. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif megatakan ada beberapa catatan dalam UU KPK yang dinilai bisa melemahkan upaya KPK dalam memerangi korupsi.

"Kita berharap kepada Presiden untuk menunda pelaksanaan dari undang-undang ini karena banyak sekali permasalahan pada lebih 26 (poin) kelemahan KPK dan itu tidak sesuai dengan konferensi pers yang dikatakan oleh Presiden bahwa akan memperkuat KPK," kata Syarif di Gedung ACLC, Jl HR Rasuna Said, Kuningan Jakarta Selatan, Senin (14/10/2019).

Syarif pun menyinggung salah satu poin yang melemahkan KPK ini adalah adanya dewan pengawas. Syarif menyebut dewan pengawas dalam UU KPK menimbulkan ketidakjelasan. Sebab, menurutnya, dewan pengawas dalam UU tersebut bukan penegak hukum namun memiliki tugas memberikan izin untuk penggeledahan, penyitaan hingga penyadapan.

"Dewan Pengawas ini juga akan menimbulkan kerancuan yang utama karena satu bahwa dewan pengawas juga bukan kerja hukum. Tetapi dia mengotorisasi penggeledahan, penyitaan, bahkan penyadapan itu pasti akan menjadi akan ditentang di praperadilan. Bagaimana bukan seorang penegak hukum bisa memberikan otorisasi tentang tindakan-tindakan hukum. ini akan sangat mempengaruhi kerja KPK ke depan," ucap Syarif.

Kepada Jokowi, KPK sangat berharap Perppu UU KPK segera diterbitkan. Meski demikian, KPK mengaku juga sudah menyiapkan langkah-langkah jika memang perppu itu tidak diterbitkan.

"Kita akan menjalankan kita berharap Presiden akan mengeluarkan Perppu kita sangat berharap itu. Kedua kalau pun seandainya tidak dikeluarkan kita akan menjalankan undang-undang yang ada dengan segala keterbatasannya," tuturnya.

Sementara itu, ahli hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan UU KPK baru bisa diundangkan pada 17 Oktober 2019. Hal itu merujuk pada tanggal sidang paripurna DPR yang mengesahkan revisi UU KPK itu adalah tanggal 17 September 2019.

"Otomatis (UU KPK berlaku pada 17 Oktober 2019). Jadi kan 30 hari itu adalah pengundangan. Dalam proses pembentukan aturan perundang-undangan itu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, terus pengundangan. Nah pengesahan itulah yang namanya tanda tangan presiden, kalau tanda tangan presiden itu tidak didapatkan, dia langsung pengundangan 30 hari, jadi dia otomatis berlaku pada tanggal pengundangan itu ketika dia dapat nomor," kata Bivitri, Senin (14/10/2019).

Bivitri menyebut pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM wajib mengundangkan UU KPK baru itu dengan memberikan penomoran. Dalam Pasal 81 UU Nomor 12 Tahun 2011, aturan itu harus ditempatkan dalam lembaran resmi dengan maksud agar setiap orang dianggap telah mengetahuinya.

"Iya wajib diundangkan wajib dapat nomor, diundangkan itu kan artinya dipublikasikan dalam lembaran negara nomor sekian, kemudian penjelasannya masuk dalam tambahan lembaran negara nomor sekian," kata Bivitri yang merupakan salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK).

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar