Benarkah Uang Tax Amnesty Kabur-Kaburan ?

Kamis, 10/10/2019 06:50 WIB
Presiden Jokowi Sosialisasi Tax Amnesty (Kemenko Polhukam)

Presiden Jokowi Sosialisasi Tax Amnesty (Kemenko Polhukam)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintahan Presiden Joko Widodo memperkenalkan kebijakan terobosan di bidang perpajakan yaitu Pengampunan Pajak (Tax Amnesty/TA) sekitar tiga tahun lalu, pemerintah.

Lalu ada dugaan uang dalam jumlah besar itu sudah tidak berada di dalam negeri lagi.

Menteri Keuangan saat itu, Bambang Brodjonegoro menyebutkan TA diharap mampu menarik aset warga negara Indonesia yang terparkir di luar negeri. Nilainya ditaksir mencapai sekitar Rp 11.000 triliun.

Melalui TA, pemerintah menghapuskan denda dan sanksi untuk Pajak Penghasilan (PPh) terutang sejak 1 Januari 1985 hingga 31 Desember 2015. Tinggal membayar pokok plus uang tebusan, semua `dosa` pajak terhapus.

Tujuannya, mendongkrak penerimaan negara, kebijakan ini juga ingin memancing dana-dana warga negara Indonesia di luar negeri untuk `pulang kampung` atau biasa dikenal dengan repatriasi.

Repatriasi adalah dana yang kembali ke Indonesia dan diinvestasikan di dalam negeri. Pemerintah menetapkan dana itu tidak boleh di bawa lagi ke luar negeri minimal tiga tahun. Periode ini disebut dengan lock-up atau holding period.

Tiga tahun sudah berlalu. Sekarang dana repatriasi hasil TA sudah bebas keluar-masuk, karena holding period sudah selesai.

Dana repatriasi sudah boleh dibawa keluar. Ini tentu akan menimbulkan sentimen negatif di pasar keuangan domestik.

Muncul kekhawatiran karena ada kemungkinan bakal terjadi arus modal keluar (capital outlflows) mencapai Rp 140,5 triliun sampai dengan Desember 2019.

Hal itu dihitung berdasarkan komposisi TA berdasarkan periode. TA dibagi menjadi tiga periode. Pertama adalah pada Juli hingga akhir September 2016, periode kedua jatuh Oktober hingga 31 Desember 2016, dan ketiga pada Januari sampai 31 Maret 2017.

Total komposisi harga yang dilaporkan pada TA periode pertama adalah Rp 3.667,68 triliun. Terdiri dari deklarasi dalam negeri Rp 2.609,68 triliun, deklarasi luar negeri Rp 927,99 triliun, dan repatriasi Rp 130 triliun.

Kemudian pada periode kedua, pelaporan TA menurun drastis menjadi Rp 628,58 triliun. Terdiri dari deklarasi dalam negeri Rp 533,45 triliun, deklarasi luar negeri Rp 84,63 triliun, dan repatriasi Rp 10,5 triliun.

Dari dua periode awal, total dana repatriasi yang masuk adalah Rp 140,5 triliun. Jadi sampai Desember 2019 nanti, kira-kira inilah potensi dana yang bisa menjadi capital outflows karena berakhirnya holding period TA.

Kalau dana Rp 140,5 triliun itu benar-benar keluar semua, tidak ada satu perak pun yang tinggal di Indonesia, apakah mengkhawatirkan?

Pemerintah Optimistis TA Tidak Kabur

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yakin dana repatriasi yang didapatkan dari program pengampunan pajak (tax amnesty) tidak akan dibawa kabur lagi dari Indonesia.

Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto mengatakan, pemerintah terus melakukan pantauan terhadap dana repatriasi yang akan berakhir pada tahun ini.

Salah satu langkah yang dilakukan, dengan memperbaiki sistem investasi di Indonesia. Hal ini dilakukan para wajib pajak bisa tetap menyimpan dana repatriasinya di dalam negeri.

"Pemerintah terus menggalakkan iklim investasi supaya lebih baik dari waktu ke waktu melalui perbaikan berbagai kebijakan, fasilitas percepat perizinan dan shifting," ujarnya di Gedung Dhanapala, Jakarta, Selasa (8/10/2019).

Perizinan percepatan itu, kata Hadiyanto salah satunya adalah melalui perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau online single submission (OSS).

Hadiyanto pun meyakini, dengan segala upaya yang sudah dilakukan saat ini akan memberi kenyaman dan kemudahan bagi para wajib pajak untuk berinvestasi dan mempertahankan dananya di dalam negeri.

"Kita yakin yang sudah masuk akan stay dan berinvestasi di Indonesia," jelas Hadiyanto.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar