Rusuh di Berbagai Tempat, Kepala BIN Gagal dan Harus Diganti

Selasa, 08/10/2019 06:15 WIB
Kepala BIN Budi Gunawan (Foto: Ant).

Kepala BIN Budi Gunawan (Foto: Ant).

Jakarta, law-justice.co - Akhir-akhir ini kisruh dan kerusuhan terjadi dimana-mana dan hampir merata di seluruh Nusantara. Mulai aksi mahasiswa, anak anak STM, buruh sampai dengan kerusuhan rasial yang mengandung pesan sparatisme di Papua. Korban berjatuhan, ada yang terluka dan ada pula yang sampai meregang nyawa. Di Wamena Papua dikabarkan 33 orang meninggal dunia karena dibakar hidup-hidup oleh kelompok pengacau bersenjata yang hingga kini belum ditangkap juga siapa pelaku sebenarnya.

Maraknya kisruh dan kerusuhan yang terjadi itu membuat orang lantas bertanya-tanya, dimana kiranya keberadaan BIN alias Badan Intelijen Negara ?. Apakah BIN masih menjalankan tugas Negara sebagaimana mestinya ?. Dimana sebenarnya letak kegagalan BIN sebagai intel Negara ?. Bagaimana sebenarnya raport BIN dibawah kendali Budi Gunawan (BG) ? Apakah BG ikut bermain api juga?

Mencurigai Tugas BIN

BIN merupakan lembaga pemerintah non-kementerian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang intelijen dan mendukung kekuatan negara. Dengan fungsi intelijen, BIN mengumpulkan informasi berdasarkan fakta untuk mendeteksi dan melakukan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.

BIN menyelenggarakan fungsi pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang intelijen, perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang intelijen, pengaturan dan pengkoordinasian sistem intelijen pengamanan pimpinan nasional, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan atau operasi intelijen dalam dan luar negeri, pengolahan, penyusunan, dan penyampaian produk intelijen.

Hal itu digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pengkoordinasian pelaksanaan, fasilitasi dan pembinaan kegiatan instansi pemerintah di bidang intelijen, penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan dan keuangan, kepegawaian, perlengkapan, hukum, organisasi dan tata laksana serta rumah tangga di lingkungan BIN dan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan tugas BIN.

Tak hanya itu saja, BIN memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap sasaran yang terkait dengan kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya. Termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup atau kegiatan terorisme, separatisme, spionase dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalani proses hukum.

Lebih jauh, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, BIN merupakan lembaga pemerintah non-kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI.

Kiprah BIN sempat mendapatkan perhatian dari Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto beberapa waktu lalu.  Prabowo pernah menyinggung kinerja Badan Intelijen Negara (BIN) saat menyampaikan pidato kenegaraan berjudul “Indonesia Menang” di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, Senin, 14 Januari 2019. Menurut Prabowo, BIN lebih sibuk mengawasi kubu oposisi daripada ancaman terhadap negara.

"Intelijen itu nginteli musuh negara, jangan kerjanya inteli mantan presiden Republik Indonesia, jangan inteli mantan ketua MPR, jangan inteli anak proklamator, jangan inteli mantan panglima TNI, jangan inteli ulama besar kita," kata Prabowo dalam pidato kenegaraan berjudul Indonesia Menang di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, Jakarta, Senin, 14 Januari 2019.

Tak hanya itu saja, Prabowo berkelakar dan mempersilahkan intel untuk memantau mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad). "Kalau mau intelin mantan Pangkostrad enggak apa-apa," ujarnya sambil disambut riuh tepuk tangan para pendukung. Seperti diketahui, Pangkostrad sendiri merupakan jabatan yang pernah diemban Prabowo saat masih aktif berkarier di militer.

Sinyalemen Prabowo akan adanya dugaan intel berpihak pada penguasa, kiranya memang perlu terbuktikan validitasnya.  Namun sesungguhnya di Negara-negara otoriter, keberpihakan intel Negara untuk bekerja demi kepentingan penguasa bukan sesuatu yang baru alias wajar wajar saja. Karena intel-intel itupun biasanya dipilih dan ditentukan orang-orangnya oleh pihak yang sedang berkuasa meskipun secara legal formal harusnya ia berpihak pada kepentingan bangsa dan Negara. 

Sama posisinya dengan aparat Negara lainnya seperti polisi atau tentara yang seharusnya berdiri diatas semua golongan untuk kepentingan bangsa dan Negara namun faktualnya dilapangan ada kecenderungan keberpihakan kepada kepentingan penguasa. Sehingga ia tidak lagi sebagai abdi Negara tapi abdi penguasa.

Letak Kegagalan BIN

Maraknya kerusuhan yang terjadi akhir-akhir ini memang dituding sebagai salah satu bentuk kegagalan kerja BIN.  Karena kalau fungsi intelijen bisa berjalan efektif maka kerusuhan dan pembunuhan bisa di antisipasi alias bisa dicegah terjadinya. Dalam hal ini intelijen  sebagai suatu bentuk kegiatan memang  tidak selalu berjalan mulus. Dalam beberapa kasus, operasi intelijen mengalami kegagalan. Kegagalan intelijen bisa dibagi menjadi tiga bagian yaitu : kegagalan pada manusianya, organisasinya dan kegagalan pada informasi intelijen itu sendiri.

Kegagalan intelijen pada manusianya, untuk mengantisipasi kegagalan intelijen dari faktor manusia. Penunjukkan seorang agen harus dilakukan secara cermat dan jika perlu diuji untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan agen sehingga bisa disiapkan langkah-langkah antisipasi kemungkinan buruk yang akan terjadi.

Kegagalan intelijen pada organisasinya, Tahapan planning and direction dan tahapan collection harus bisa mengantisipasi kegagalan intelijen pada organisasi dengan cara membuat perencanaan yang matang termasuk struktur petugas di lapangan dan metode-metode pengawasan dan pengamanan agen di lapangan pada saat menjalani tahap collection.

Kegagalan pada informasi intelijen itu sendiri. Jika kegiatan intelijen sudah terbongkar maka informasi yang diperoleh dimungkinkan sudah disesatkan oleh pihak lain. Jika hal ini terjadi maka informasi yang dikirimkan oleh agen menjadi tidak valid dan sangat berbahaya jika sampai kepada user dan menjadi dasar untuk mengambil keputusan.

Di Indonesia ada beberapa kasus intelijen yang bisa dianggap gagal. Contoh  kasus kegagalan intelijen yang sampai saat ini masih menjadi perbincangan yaitu kasus Pembunuhan Munir. Fakta persidangan yang mengungkap keterlibatan BIN dalam pembunuhan Munir maka secara langsung menunjukkan bahwa Pembunuhan Munir adalah suatu operasi intelijen.

Potensi kegagalan intelijen sangat besar terutama jika operasi tersebut berdampak pada pelanggaran hukum. Hasil kegiatan/operasi intelijen yang melanggar hukum akan menarik perhatian orang dan menjadi sorotan berbagai pihak. Hal ini akan membuat kegiatan/operasi intelijen yang seharusnya tertutup menjadi terbuka karena dibongkar paksa oleh keingintahuan masyarakat.

Untuk mencegah kegagalan intelijen maka kegiatan intelijen harus disiapkan, direncanakan, dan dilakukan dalam kaidah yang benar yaitu dalam setiap kegiatan/operasi intelijen harus melaksanakan tahapan putaran intelijen atau dikenal dengan intelligen cycle yaitu planning and direction, collection, processing, analysis and production, dan dissemination.

Intelligence cycle yang dilakukan secara benar dan akurat akan mengurangi potensi kegagalan intelijen, seandainya potensi kegagalan intelijen tersebut besar maka inteligence cycle akan membantu menyiapkan bagaimana menghadapi skenario terburuk yang bisa terjadi.

Dampak terbesar kegagalan intelijen terutama jika kegiatan/operasi intelijen tersebut gagal akan dialami oleh user/pengambil keputusan. User dalam operasi intelijen dalam tataran negara biasanya adalah Kepala Badan Intelijen, Pangliman TNI, atau Presiden. Tentu saja implikasi dari kegagalan intelijen terhadap user tidak hanya sanksi sosial, tetapi tindakan hukum yang berujung pada lepasnya jabatan.

Akhir-akhir ini dengan terjadinya peristiwa-peristiwa kerusuhan dan pembunuhan sebenarnya menjadi indikasi kuat telah gagalnya fungsi intelijen. Namun semuanya belum berimplikasi pada lepasnya suatu jabatan. Karena pejabat gagal  di Negara otoriter tidak berimplikasi pada munculnya rasa malu untuk seseorang pejabat Negara. Kegagalan dianggap biasa-biasa saja meskipun banyak terjadi kerugian material dan moril bahkan hilangnya nyawa warga bangsa. Inilah yang membedakan adanya Negara yang beradab dan biadab.

Raport Budi Gunawan

Jenderal Budi Gunawan telah menjabat selama lebih 3 tahun sebagai Kepala Badan Intelejen Negara, sejak dilantik oleh Presiden Joko Widodo secara resmi di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 9 September 2016 silam. Selama menjabat sebagai Kepala BIN, banyak peristiwa terjadi yang mengandung indikasi bahwa selama kepemimpinannya BIN tidak sedang baik baik saja.

Sejak BIN dikomandoi oleh BG terjadi maraknya terorisme, gerakan radilkalisme, sampai penyadapan ponsel Presiden RI ke 6 dan ke 7 ditahun 2017, berarti ini menyatakan sistem penyerapan informasi, deteksi dini dan peringatan dini BIN sangat lemah di bawah kepemimpinan Budi Gunawan.

Dalam kaitan dengan kinerja BIN, Pengurus Cabang Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PC SEMMI) pernah melakukan konferensi pers yang mengungkap  `10 Dosa Kepala BIN`. Dosa dosa itu sengaja diungkap sebagai Evaluasi Kinerja selama 3 tahun kepemimpinan Budi Gunawan sebagai kepala BIN RI dan untuk memberikan masukan kepada pemerintah agar kedepan BIN bisa lebih baik lagi sebagai lembaga tinggi negara.

Adapun 10 Dosa Kepala BIN yang diungkap oleh PCSEMMI itu adalah sebagai berikut :

  1. Sejak 2016 Sampai 2018 Laporan LKPHN Pejabat BIN Lemah, Disinyalir Terdapat Banyak Rekening Gendut Didalam BIN Dan Terjadi Pembiaran Dari Kepala BIN.
  2. Lamban dalam merespon Teror BOM secara beruntun yang terjadi disurabaya 2018 dan pemboman di Mako Brimob Kelapa II (Sistem Deteksi Dini Lemah).
  3. Tumbuh pesat gerakan radikalisme dan paham Khilafah sejak BIN dikepalai Budi Gunawan (2016-2018) Sistem Serap Informasi Lemah.
  4. Kepala BIN tidak profesional dan berIntegritas sehingga Identitas Anggota BIN mudah terbaca.
  5. Tidak Mampu Mencari 12 Koruptor Triliunan Rupiah Diluar Negeri
  6. Gagal Melindungi Data Negara, Ponsel Presiden RI ke 6 dan Ke 7 Pernah Disadap Negara Asing Tahun 2017.
  7. Bendera merah putih dibakar saat HUT Kemerdekaan ke 73, BIN Gagal Dalam Memberikan Peringatan Dini.
  8. BIN diduga menjadi alat politik salah satu capres pada pemilu 2019 (Dugaan Presiden RI ke VI, Kejadian Pemulangan Neno Warisman, Pembiayaan Sejumlah kelompok mahasiswa untuk pemenangan 2019).
  9. Dugaan Operasi Intelejen dari anggota BIN yang memasang Bendera Isis di rumah Habib Rizieq di Saudi Arabia.
  10. Tidak mampu mengungkap dengan memberikan informasi penting terkait permasalahan pelanggaran HAM di Indonesia salah satunya Kasus Novel Baswedan.

 

Kiranya daftar dosa Kepala BIN itu akan semakin panjang jika kita kaitkan dengan peristiwa yang terjadi akhir ini; demo rusuh Papua menyusul terbunuhnya 32 warga pendatang di Wamena.  Meningalnya lebih dari 600 petugas KPPS pada pemilu paling berdarah selama Indonesia merdeka. Belum lagi terbunuhnya warga pada peristiwa Mei 2019 di Jakarta serta terbunuhnya mahasiswa di Kendari Sulawesi Tenggara. 

Seyogyanya dengan adanya peristiw- peristiwa itu bisa mengetuk nurani dan dan membuka mata akan ketidakmampuan BG dalam memimpin BIN sebagai intelijen yang informasinya sangat penting untuk melindungi Negara dan warga negaranya. Namun sebagaimana dikemukakan diatas, kegagalan itu rupanya belum cukup untuk menumbuhkan kesadaran akan tanggungjawabnya. Seharusnya Kinerja Kepala BIN yang dinilai jelas gagal sudah lebih dari cukup sebagai alasan Presiden untuk menggantinya.

Diluar negeri khususnya Jepang dan Korea mungkin pemimpin seperti ini sudah mundur berkali kali.  Karena budaya malu begitu kental dianut dalam memimpin negeri. Ada nilai etik yang mereka pegang teguh sehingga mereka mundur saat (dianggap) tak berhasil. Tapi di Negara ini rupanya hal itu tidak berlaku karena mungkin urat malunya sudah tidak ada lagi ?

 

 

(Ali Mustofa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar