Nasrudin Joha

Trias Politica Omong Kosong!!!

Selasa, 08/10/2019 10:30 WIB
Presiden Joko Widodo, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua DPR Puan Hamarani (wong-ciruas)

Presiden Joko Widodo, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua DPR Puan Hamarani (wong-ciruas)

Jakarta, law-justice.co - Hancuuur, itu komentar pertama publik setelah dilantiknya Puan Maharani sebagai ketua DPR RI. Sebentar lagi, Jokowi yang menjabat Presiden juga akan dilantik sebagai Presiden untuk periode kedua.

Di sosial media, beredar viral foto Jokowi, Megawati, dan Puan Maharani saat mengklarifikasi posisi Puan yang namanya masuk dalam `daftar penerima duit korupsi e KTP` bersama Ganjar, dan geng PDIP lainnya. Saat itu, Mega begitu berang anak perempuannya dikabarkan santer masuk pusara korupsi e KTP.

Mega, ingin menunjukan kepada publik bahwa Presiden Indonesia adalah petugas partainya. Mega, memberi `instruksi` ke Jokowi untuk mengamankan Puan melalui Pres conference. Mega, memberi pesan kepada penegak hukum, jangan mengusik puan sebab puan berada dalam perlindungan Presiden yang tidak lain petugas partainya.

Sekarang, saat Puan ketua DPR, Jokowi Presiden, runtuh sudah teori trias politica. Pemisahan kekuasan itu hanya mitos. Kekuasaan, realitasnya akan dijadikan sarana untuk berlaku sewenang-wenang.

Korupsi kekuasaan, apalagi kekuasaan yang absolute dimana eksekutif dan legislatif berada pada kendali mega, sudah pasti terjadi. Kutukan Lord Acton tentang kekuasaan yang absolut, pasti berlaku di negeri ini.

Lalu, apa lagi yang bisa menjamin kepentingan rakyat difikirkan oleh penguasa ? Jika ada kebijakan negara, maka Megawati bisa mengundang Jokowi dan puan Maharani untuk kongkow, memberi instruksi kepada keduanya, dan dieksekusi.

Jokowi sebagai petugas partai, akan diberi tugas untuk membuat kebijakan yang pro kepada partai. Sementara, puan akan ditugaskan untuk melegitimasi kebijakan Jokowi melalui lembaga yang dipimpinnya.

Eksekutif dan legislatif, akan menjadi `alat tiran` yang efektif untuk menghisap darah rakyat. Sementara, bagi rakyat tidak ada pilihan lain kecuali merintis parlemen jalanan.

Ketika, DPR tak lagi menjadi representasi rakyat, tapi justru alat legitimasi eksekutif, maka rakyat akan menempuh jalur parlemen jalanan untuk memperjuangkan hak-haknya. Apa yang dirintis oleh mahasiswa dan adik-adik STM, Kedepan akan menjadi sarana mainstream sebagai penyalur aspirasi rakyat.

Akan muncul parlemen jalanan lebih masif, fraksi jalanan, komisi jalanan, dan demo-demo paripurna yang menuntut dicabutnya mandat, dikembalikannya kedaulatan, dan memotong tangan-tangan kekuasaan.

Selamat datang, di era bar bar politik dimana setiap perselisihan akan diselesaikan melalui mimbar-mimbar jalanan. Selamat datang mahasiswa dan adik-adik STM, karena kedepan kalianlah wakil rakyat sejati, penyambung lidah rakyat.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar