Hobi Nelayan Indonesia Ini Ganggu Penerbangan Internasional

Senin, 07/10/2019 10:00 WIB
Kolase (Vice)

Kolase (Vice)

Jakarta, law-justice.co - Harus diakui kalau lagu dangdut merupakan musik yang bisa menyatukan semua kalangan.

Namun tidak untuk kasus kali ini. Sebab, untuk pertama kalinya, kegemaran pada musik dangdut dianggap mengancam keselamatan penerbangan.

Nelayan di kapal berbendera Indonesia kerap memutar musik dangdut menggunakan radio, sebagai penghibur saat mencari ikan. Supaya tetap bisa mendengar musik di tengah laut, nelayan menggunakan pemancar.

Tapi, kebiasaan itu ternyata mulai meresahkan bagi para pilot mancanegara, serta lembaga penerbangan internasional. Pasalnya, suara dangdut yang mereka putar terdengar sampai ke telinga pilot yang melintas di wilayah Tanah Air.

Pilot-pilot mengaku khawatir, pasalnya gelombang frekuensi radio lokal yang dipancarkan oleh nelayan menggunakan alat pemancar rakitan yang tidak memenuhi syarat, dapat menyebabkan kecelakaan saat pesawat akan mendarat.

Direktur Jenderal Sumber Daya Dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemkomimnfo, Ismail mengaku permasalahan gangguan suara dangdut bagi industri penerbangan ini sudah menjadi pembahasan komunitas internasional.

"Nelayan banyak menggunakan perangkat tidak sesuai spesifikasi yang mengganggu sistem navigasi pesawat. Sampai di pilot terdengar suara radio dangdut. Kita dikomplain oleh penerbangan internasional," ujarnya seperti melansir vice.com.

Banyak nelayan lokal mengaku terpaksa menggunakan perangkat pemancar sendiri karena buruknya kualitas layanan telekomunikasi di pesisir maupun laut.

Mereka menggunakan perangkat handy talky untuk percakapan pribadi untuk mempermudah komunikasi antar nelayan, serta untuk mendengar alunan lagu dangdut.

Hingga saat ini Kemkominfo belum menelusuri data berapa banyak saluran radio ilegal yang digunakan oleh nelayan, adapun upaya yang dilakukan oleh Kemkominfo adalah mensosialisasikan masyarakat pesisir pantai untuk tidak menggunakan alat handy talky, penguat sinyal (repeater), dan jammer yang diperdagangkan bebas karena akan sangat menganggu performansi jaringan penerbangan yang dampaknya akan sangat fatal.

Pihaknya mendorong nelayan segera mengurus perizininan frekuensi radio, serta menggunakan alat telekomunikasi yang bersertifikat. Nantinya jika izin sudah dikeluarkan, perangkat telekomunikasi harus digunakan sesuai persyaratan yang sudah ditetapkan.

Layanan perizinan frekuensi radio tersebut memiliki sistem jemput bola sudah dibuka di delapan provinsi yang memiliki daerah pesisir, yakni Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Makasar, Jawa Timur, dan daerah-daerah lain yang menjadi konsentrasi nelayan.

"Mereka ini butuh alat komunikasi yang menggunakan frekuensi radio makanya kita siapkan layanan perizinan di pinggir pantai agar radio nelayan itu tersertifikasi, terstandarisasi dan penggunaan izin frekuesninya jelas, Modelnya kaya SIM keliling, kita hadir di tengah masyarakat. Seluruh proses perizinan sudah online mulai masukan berkas sampai tandatangan digital," kata Ismail.

Lantas darimana para nelayan mendapatkan alat telekomunikasi yang tidak tersertifikasi ini?

Jual-beli alat telekomunikasi tidak tersertifikasi ternyata sangat mudah. Kepala Subdirektorat Monitoring Dan Penertiban Pos Dan Informatika, Irawati Tjipto Priyanti, menyatakan situs belanja online menjadi pintu masuk jual beli alat telekomunikasi yang tidak tersertifikasi, seperti jammer dan repeater.

"Bahayanya alat perangkat telekomunikasi juga diperjualbelikan di situ [situs online] dengan mudahnya, jammer yang fungsinya pengganggu itu dilarang diperdagangkan bahkan diiklankan. Padahal repeater hanya boleh diperdagangkan distributor yang telah memiliki jaringan kerjasama dengan operator selular," katanya

Perangkat telekomunikasi yang tidak bersertifikat adalah pelanggaran yang harus ditertibkan, Irawati mengaku pihaknya telah melakukan penertiban dengan meminta situs perdangan online tidak memperjualbelikan perangkat tersebut.

Hasilnya? Tahun ini jumlah komplain dari pilot asing dan lembaga internasional menurun dibanding dua tahun sebelumnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar