Riset Oxford Ungkap Nilai Kontrak Buzzer di RI hingga Rp50 Juta

Jum'at, 04/10/2019 21:01 WIB
Buzzer atau pasukan siber (bloombergquint.com)

Buzzer atau pasukan siber (bloombergquint.com)

Jakarta, law-justice.co - Menurut riset dari ilmuan Universitas Oxford, pasukan siber (buzzer/cyber troops) di Indonesia ternyata masih tergolong kasta rendah bila dibandingkan dengan negara lain.

Namun, seperti dilansir dari Detik.com dan situs resmi Oxford Internet Institute, Jumat (4/10/2019), nilai kontrak buzzer bisa mencapai Rp 50 juta.

"Meski ada keterbatasan informasi publik terkait ukuran dan operasi tim pasukan siber, kami dapat mulai menyusun gambaran tentang berapa banyak uang yang mereka anggarkan, bagaimana mereka bekerja sama, dan jenis kapasitas organisasi serta perilaku yang mereka jalankan," tulis penelitian itu.

Penelitian itu bertajuk `The Global Disinformation Order: 2019 Global Information of Organized Social Media Manipulation` atau `Orde Disinformasi Global: Informasi Global tentang Manipulasi Media Sosial Terorganisir 2019`. Penelitian ini adalah karya Samantha Bradshaw dan Philip N Howard dari Universitas Oxford.

Pasukan siber dalam penelitian ini dimaknai sebagai, "Aktor-aktor pemerintah atau parpol yang ditugasi untuk memanipulasi opini publik secara online." Jadi penelitian ini memang mengkhususkan diri pada buzzer yang spesifik, yakni buzzer politik.

Kapasitas pasukan siber di Indonesia masuk dalam kasta rendah. Di sini, ada tiga kasta kapasitas pasukan siber yakni kapasitas minimal, rendah, medium, dan tinggi.

Pasukan siber atau buzzer di Indonesia berkapasitas rendah, bekerja secara temporer, kontraknya (multiple contract) berkisar antara Rp 1 juta hingga Rp 50 juta.

Buzzer yang `sekasta` dengan yang ada di Indonesia ada di Australia, Colombia, Ceko, Eritrea, Jerman, Honduras, Hungaria, Italia, Kenya, Makedonia, Moldova, Nigeria, Korea Utara, Polandia, Rwanda, Serbia, Afrika Selatan, Spanyol, dan Zimbabwe.

Pasukan siber dari China, Mesir, Iran, Israel, Amerika Serikat, Rusia, Arab Saudi masuk dalam kasta tertinggi. Pasukan siber di China berstatus kerja permanen dan bukan temporer seperti di Indonesia. Tim mereka diperkirakan beranggotakan 300 ribu hingga 2 juta orang yang bekerja di kantor lokal dan regional.

Di Iran, ada anggaran USD 6 ribu untuk iklan di Facebook. Di Israel, ada tim pasukan siber yang terdiri dari 400 orang, kontraknya antara USD 778 ribu dan USD 100 juta.

Ada 70 negara yang menjadi objek penelitian, yakni Angola, Argentina, Armenia, Australia, Austria, Azerbaijan, Bahrain, Bosnia dan Herzegovina, Brazil, Cambodia, China, Colombia, Croatia, Cuba, Czech Republic, Ecuador, Egypt, Eritrea, Ethiopia, Georgia, Germany, Greece, Honduras, Guatemala, Hungary, India, dan Indonesia.

Ada juga Iran, Israel, Italy, Kazakhstan, Kenya, Kyrgyzstan, Macedonia, Malaysia, Malta, Mexico, Moldova, Myanmar, Netherlands, Nigeria, North Korea, Pakistan, Philippines, Poland, Qatar, Russia, Rwanda, Saudi Arabia, Serbia, South Africa, South Korea, Spain, Sri Lanka, Sweden, Syria, Taiwan, Tajikistan, Thailand, Tunisia, Turkey, Ukraine, United Arab Emirates, United Kingdom, United States, Uzbekistan, Venezuela, Vietnam, and Zimbabwe.

Tahapan metodologi penelitian ini adalah analisis konten berita yang dipakai pasukan siber, ulasan literatur, penyusunan studi kasus negara, dan konsultasi ahli. Peneliti juga mengaku bekerja sama dengan BBC.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar