Wina Armada Sukardi:

Demonstran Tidak Boleh Diciduk Saat Melakukan Aksi

Minggu, 06/10/2019 00:01 WIB
Demonstrasi mahasiswa di Jogjakarta baru-baru ini (law-justice.co/ Robinsar Nainggolan)

Demonstrasi mahasiswa di Jogjakarta baru-baru ini (law-justice.co/ Robinsar Nainggolan)

law-justice.co - Demonstrasi atau unjuk rasa? Boleh saja! Bahkan dalam banyak kasus, harus! Demonstrasi untuk menunjukan sikap kita. Demonstrasi untuk menuntut sesuatu. Demonstrasi untuk mengekspresikan kekecewaan kita. Demonstrasi untuk mendukung sesuatu. Semuanya boleh.

Ini negera merdeka. Ini negara demokrasi. Seluruh rakyat bebas berdemonstrasi, asal sehari sebelumnya memberitahu. Demonstrasi tak boleh dihalangi. Tidak boleh ditangkap. Tidak boleh dikriminalisasi.

Wujud demokrasi boleh bermacam-macam. Bisa dari cuma sekedar baris-berbaris. Teriak-teriak, pakai toa atau pengeras suara lainnya, juga boleh. Berpuisi boleh. Menari-nari dengan musik keras pun boleh. Berdrama atau berteater juga boleh. Apalagi kalau cuma bawa poster dan spanduk, pasti boleh. Konstitusi dan perundang-undangan Indonesia memberikan hak kepada kita untuk berdemontrasi.

Isi demontrasi juga bebas. Mau mengencam eksekutif: dari presiden, menteri, dirjen sampai aparat sipil negeri manapun, boleh. Mengecam legislatif atawa parlemen, dari DPR Pusat sampai DPRD tingkat provinsi, kota-kabupaten boleh. Mengecam yudikatif dari pengadilan tingkat paling rendah sampai Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi, juga boleh.

Sebagai demonstran, mereka boleh bilang kepada pihak manapun: tidak berpihak kepada rakyat, lupa diri, tidak adil, tidak sensitif dan sebagainya, masih tetap boleh. Menuntut pihak manapun untuk sesuatu dari yang ringan-ringan saja sampai minta mundur, boleh. Boleh.

Sekali lagi konstitusi dan perundang-undang Indonesia bukan hanya membolehkan kita berdemonstrasi, tetapi juga melindungi hak-hak kita berdemonstrasi.
Jadi, tak ada masalah sama sekali dengan demonstrasi. Itu hak setiap warga negara, setiap kelompok. Maka kalau kita berdemonstrasi, kita tak boleh diciduk, selama dan setelah demonstrasi. Kita tidak boleh ditangkap, apalagi ditahan. Lebih-lebih sampai didakwa dan diadili karena melakukan demonstrasi. Demikan pula, selain ikut demonstrasi, seruan untuk mengajak ikut demonstrasi termasuk diperbolehkan.

Demonstrasi merupakan pelaksanaan hak-hak konstitusional. Demonstrasi tidak boleh dipidana. Persoalannya bukan itu. Persoalannya kalau kita merusak, apalagi menghancurkan dan menghilangkan barang-barang milik publik. Milik negara. Merusak fungsi-fungsi dan atawa fasilitas untuk publik. Milik negara. Milik rakyat. Untuk rakyat. Perbuatan tersebut bukan saja merupakan perbuatan kriminal, perbuatan pidana, tetapi juga sekaligus merugikan negara. Merugikan rakyat. Mensengsarakan rakyat.

Jangan lupa, barang-barang, fasilitas dan atau fungsi-fungsi milik dan untuk publik itu dibangun atau dibeli dari uang rakyat. Dari keringat rakyat. Dan untuk kepentingan rakyat. Kenapa pula harus dirusak, dihancurkan atau dihilangkan? Boleh saja mungkin kita membenci pemerintah tertentu. Boleh membenci DPR tertentu. Boleh tak suka dengan pengadilan tertentu. Tetapi jangan dong membenci negaranya. Jangan dong membeci rakyatnya.

Merusak barang-barang, fasilitas dan fungsi-fungsi milik publik, milik rakyat sama saja dengan pernyataan diri memusuhi publik, memusuhi rakyat. Perusakan, penghancuran dan penghilangan barang-barang, fasilitas dan fungsi-fungsi milik rakyat bukanlah bagian dari demonstrasi. Demonstrasinya tetap dilindungi, tetapi perbuatan-perbuatan merusak, menghancurkan dan menghilangkan barang, fasilitas dan fungsi-fungsi milik publik, milik negara dan milik rakyat , tidak boleh. Dilarang. Tidak dilindungi. Itu kriminal. Itu pidana. Itu boleh ditangkap, ditahan dan diadili. Boleh.

Demonstrasi bebas. Demonstrasi harus dilindungi. Tapi merusak, menghancurkan dan menghilangkan barang, fasilitas dan fungsi-fungsi milik publik, milik negara,milik rakyat, itu menghina publik, menghina negara, menghina rakyat. Jadi para perusak, penghancur dan penghilang milik publik, milik negara, milik rakyat, pastilah tak mungkin berjuang untuk kepentingan publik, kepentingan negara atau kepentingan rakyat.

Sebaliknya mereka berada pada posisi tidak peduli kepada kepentingan publik, kepentingan negara, kepentingan rakyat. Mau publik, negara dan rakyat susah dan sengsara atas perbuatan mereka, mereka sama sekali tak peduli. 

Mereka tidak mau tahu, atau pura-pura tidak tahu, karena perbuatan merusak, penghancur dan menghilangkan barang, fasilitas dan fungsi-fungsi milik dan untuk rakyat oleh mereka, membuat rakyat tambah menderita, mereka tidak peduli. Mereka tidak ada rasa empati semua itu dibuat atau dibangun dari uang rakyat, sehingga kalau hal itu rusak, hancur atau hilang perlu diperbaiki, direnovasi atau diadakan lagi dari uang rakyat, dari pajak rakyat, dari keringat rakyat, mereka gak peduli. Masa bodoh. Bahkan bangga.

Bangga dapat merusak, menghancurkan dan menghilangkan kepentingan publik, kepentingan negara, kepentingan rakyat. Mereka tak punya rasa peduli dan rasa empati kepada publik, kepada negara dan kepada rakyat. Mereka hanya memikirkan diri sendiri. Mereka bahkan eforia kalau publiknya, negaranya, rakyatnya rugi: jadi susah. Jadi menderita dan jadi harus keluar uang lagi.

Oleh lantaran itu para perusak, penghancur dan penghilang barang, fasilitas umum milik publik, milik negara, milik rakyat, tidak dilindungi konstitusi, perundang-undangan dan moral. Mereka justru musuh publik, musuh negara, musuh rakyat. Rakyat boleh melawan. Rakyat boleh mencegahnya. Mereka kriminal. Mereka pelaku tindak pidana. Mereka dapat dan boleh dihukum. Dapat dan boleh dipidana.

Kesimpulannya: demonstrasi satu hal, merusak, menghancurkan dan menghilang barang, fasilitas milik publik, milik negara, milik rakyat, hal lain yang berbeda. Boleh jadi yang pertama berjuang untuk kepentingan publik, negara dan rakyat, tetapi yang kedua justeru sebaliknya merugikan dan membuat menderita dan sengsara publik dan rakyat.

Jangan kita terkecoh!

Wina Armada Sukardi, wartawan senior.

(Tim Liputan News\Reko Alum)

Share:




Berita Terkait

Komentar