Rebutan Kursi Ketua MPR: Ahmad Muzani, Bamsoet, Zulhas?

Rabu, 02/10/2019 19:47 WIB
Mantan Ketua DPR Bambang Soesatyo (harianaceh.co.id)

Mantan Ketua DPR Bambang Soesatyo (harianaceh.co.id)

Jakarta, law-justice.co - Kursi Ketua MPR kini menjadi rebutan para partai politik (parpol).

Melansir dari HarianTerbit.com, PAN, Gerindra, Golkar, PKB, disebutkan paling `getol` mengincar posisi tersebut. Partai Gerindra menunjuk Ahmad Muzani menjadi ketua MPR. Partai Golkar disebut menunjuk Bambang Soesatyo dan PAN menunjuk Zulkifli Hasan (Zulhas). PKB sebelumnya memunculkan Muhaimin Iskandar, namun Muhamin Sudah jadi Wakil Ketua DPR.

"Pak Prabowo ketika menunjuk saya menjadi pimpinan (MPR), sangat berharap dari Partai Gerindra bisa menjadi ketuanya. Kenapa? Karena demokrasi yang indah, demokrasi yang bagus, itu apabila ada berbagi peran dalam proses kelembagaan negara," kata Wakil Ketua Umum Gerindra Ahmad Muzani di Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Posisi Gerindra sebagai partai dengan perolehan suara terbesar kedua mengharapkan kursi MPR-1. Muzani menyebut, pihaknya juga telah melakukan lobi-lobi untuk memuluskan jalannya sebagai Ketua MPR.

"Karena Ketua MPR itu tidak otomatis, tentu saja ini sedang kita bicarakan dengan fraksi-fraksi MPR, termasuk kelompok DPD. Bisa nggak dicapai kata musyawarah mufakat agar pemufakatan itu mencapai pada konsensus ketuanya Gerindra," ujar Muzani.

Dengan proses lobi-lobi itu, Muzani berharap konsensus Ketua MPR dapat dicapai. Meskipun, dikatakan Muzani, ia juga mendengar ada nama lain yang mengincar posisi yang sama, seperti Bambang Soesatyo (Bamsoet, red).

"Nggak apa-apa, Bamsoet (Bambang Soesatyo, red) itu sahabat saya, sekarang Ketua DPR, berarti pingin jadi Ketua MPR lagi dong. Kalau saya kan Wakil Ketua MPR baru setahun setengah. Jadi ya sudah nggak apa-apa," ucap Muzani.

"Nanti mudah-mudahan Bamsoet mengalah untuk konsensus, ya wis Gerindra saja. Ya Alhamdulillah, itu selesai. Namanya MPR, Majelis Pemusyawaratan Rakyat. Jadi pemusyawaratan diutamakan, begitu," terang dia.

Butuh Penyeimbang

Disisi lain, polemik yang kerap bergulir jelang pemilihan Ketua MPR periode 2019-2024, dinilai memicu beragam spekulasi. Termasuk, menguatnya kekuasaan koalisi partai pengusung Jokowi-Ma`ruf Amin di Komplek Parlemen Senayan.

Fenomena tersebut dinilai pengamat olitik Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara, tidak sejalan dengan azas demokrasi. Mengingat, peran MPR RI  yang berfungsi sebagai pengawas lembaga eksekutif.

"Jika sepakat bahwa bangsa Indonesia memerlukan `penyeimbang` dalam praktek penyelenggaraan negara, maka posisi ketua MPR selayaknya diberikan kepada partai koalisi Prabowo-Sandi," ungkapnya di Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Adapun pembelahan masyarakat yang terjadi saat Pilpres 2019, menurutnya harus diselesaikan dengan pembangunan politik dan ekonomi yang baik.

Bagaimanapun, lanjut dia, Indonesia membutuhkan demokrasi yang seimbang dan sistem politik yang kuat, baik dalam visi maupun aksi.

"Pasca Pilpres, Prabowo sudah bertemu Jokowi dan Megawati. Sekarang saatnya untuk move on dan menjalankan proses demokrasi yang baik. Sistem presidensial yang kita anut tidak memaksakan `the winner takes all`, artinya yang kalah dalam kompetisi pemilu juga bisa berpartisipasi ke dalam kabinet pemerintahan (eksekutif, red), atau di legislatif, juga di lembaga yudikatif," tambahnya.

Posisi penyeimbang atau oposisi katanya perlu diperkuat karena harus berkembang dengan baik dalam sistem demokrasi Indonesia. Penyeimbang, pengawasan dan alternatif policy sangat diperlukan, terutama semangat dalam melaksanakan fungsi kontrol terhadap jalannya pemerintahan.

"Check and balances harus dilakukan, karena adagium abadi dalam politik yang menyatakan bahwa `power tend to corrupt`. Ini berarti harus ada yang dapat melakukan pengawasan terhadap kekuasaan dan kebijakannya yang bisa keliru atau bisa juga benar," ungkap Igor.

"Jika keliru wajib dikritik, namun jika sudah benar tentu harus di-support," tambahnya.

Sehingga menurutnya, posisi Ketua MPR layak diberikan kepada partai koalisi Prabowo-Sandi, baik Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) maupun Partai Amanat Nasional (PAN).

"Kader Gerindra paling layak karena perolehan suaranya di Pileg 2019 paling besar di parpol koalisi pengusung Prabowo-Sandi. Namun, kalau pun karena proses politik harus dari partai koalisi Jokowi-Amin, maka kader Golkar lebih pas karena posisi di Pileg 2019 berada di tiga besar, bersama PDIP dan Gerindra," jelasnya.

Golkar Berpeluang

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai partai yang paling berpeluang menjadi ketua MPR adalah Partai Golkar.

"Kenapa Golkar? Karena didasarkan pada asas proporsionalitas perolehan suara di pileg. Jadi partai-partai politik terutama pendukung Jokowi ini sharing power-nya itu didasarkan asas proporsionalitasnya," kata Adi, di Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Sementara itu, kans Partai Gerindra untuk menduduki kursi ketua MPR agak berat. Pasalnya, selain Gerindra dan Golkar, dua partai pendukung juga bernafsu memburu kursi MPR-1 itu.

"Jadi kalau diranking sebenarnya siapa yang paling potensial jadi ketua MPR, tentu Golkar, di bawahnya ada Nasdem, ada PKB, baru kemudian list seperti Gerindra ini masuk," ujar dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.

Terkait siapa kader Golkar yang berpeluang jadi ketua MPR, ia menganggap Bamsoet adalah sosok yang paling rasional. Hal itu lantaran kompromi politik di internal Partai Golkar setelah situasi di partai berlambang beringin tersebut sempat memanas.

Sebelumnya, politikus Partai Gerindra, Andre Rosiade optimis bahwa partainya bisa menjabat sebagai ketua MPR. Pasalnya, Partai Gerindra merupakan partai dengan suara terbesar kedua ketimbang Partai Golkar.

"Bagaimanapun juga, Gerindra sebagai partai yang di luar pemerintahan lalu partai peraih suara terbanyak kedua, suara kami lebih banyak dari Golkar ya wajar dong kami bisa jadi pimpinan MPR," katanya.

Rapat Konsultasi

Sementara itu, rapat konsultasi pimpinan sementara MPR dengan perwakilan fraksi dan kelompok DPD menyepakati rancangan jadwal acara Sidang Paripurna MPR RI. Rancangan jadwal acara sidang ini akan dibawa untuk disahkan ke Sidang Paripurna MPR RI II yang akan berlangsung pada Rabu (2/10).

Rapat konsultasi dipimpin Pimpinan Sementara MPR Hillary Brigitta Lasut, anggota DPR dari Fraksi Partai NasDem dari Daerah Pemilihan Sulawesi Utara, di Ruang KK V, Gedung Nusantara Kompleks Parlemen Jakarta, Selasa petang.

Tampak hadir dalam rapat konsultasi ini, antara lain Ahmad Basarah (PDI Perjuangan), Idris Laena (Partai Golkar), Ahmad Riza Patria, Supratman Andi Agtas (Partai Gerindra), Syarif Hasan (Partai Demokrat), Tiffatul Sembiring (PKS), Saled Daulay (PAN), Jhoni G Plate (NasDem), dan Fadel Muhammad (DPD).

Usai rapat konsultasi, Hillary Brigitta Lasut menjelaskan rapat konsultasi membahas rancangan jadwal acara tentatif Sidang Paripurna MPR dan rencana pembentukan fraksi-fraksi dan kelompok DPD, penyampaian calon pimpinan MPR dari masing-masing fraksi dan kelompok.

"Rapat ini sifatnya konsultasi, jika masih ada perubahan, rencana jadwal acara Sidang Paripurna MPR masih bisa diubah atau disesuaikan," kata Hillary.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar