Upaya Pemakzulan Trump Disebut Aksi Kudeta

Rabu, 02/10/2019 18:58 WIB
Donald Trump Presiden Amerika Serikat (SCMP.com)

Donald Trump Presiden Amerika Serikat (SCMP.com)

Jakarta, law-justice.co - Donald Trump, Presiden Amerika Serikat (AS) menilai proses pemakzulan terhadap dirinya sebagai upaya kudeta oleh parlemen AS.

"Dari yang saya pelajari setiap hari, saya menyimpulkan bahwa yang terjadi sekarang bukan pemakzulan, tapi KUDETA," kata Trump melalui Twitter, Selasa (1/10/2019).

Menurut Trump seperti dilansir dari CNN Indonesia, proses pemakzulan ini "bermaksud untuk merebut kekuatan rakyat, suara, kebebasan, dan Amandemen Kedua mereka, agama, militer, tembok perbatasan, dan hak mereka sebagai warga Amerika."

Senada dengan Trump, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, juga menganggap proses pemakzulan Trump sebagai "upaya untuk mengintimidasi dan memperlakukan kaum profesional di Dewan Perwakilan secara tidak layak."

Namun, Partai Demokrat selaku mayoritas di Dewan Perwakilan menganggap Pompeo sedang berupaya menghindari penyelidikan.

Berdasarkan laporan sejumlah media lokal, Komite Intelijen Dewan Perwakilan AS memang sedang membidik setidaknya dua diplomat terkait proses pemakzulan Trump.

Proses pemakzulan ini dilancarkan setelah terkuak fakta mengenai upaya Trump menyalahgunakan menyalahgunakan kekuasaannya demi melengangkan jalannya menuju kursi kepresidenan dalam pemilu 2020 mendatang.

Trump dilaporkan berupaya menjegal langkah bakal calon presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden, dengan meminta Ukraina menyelidiki dugaan korupsi sang anak, Hunter Biden, yang diduga dibuat-buat.

Jika nantinya Trump diyakini melakukan "pengkhianatan, suap, tau kejahatan tingkat tinggi dan pelanggaran ringan" berdasarkan konstitusi AS, Dewan Perwakilan AS dapat langsung melanjutkan proses pemakzulan.

Dewan Perwakilan kemudian harus menyerahkan bukti pelanggaran Trump kepada komite yang sudah ditunjuk sebelumnya.

Komite tersebut lantas akan mempelajari bukti tersebut dan menjalankan penyelidikan lebih lanjut. Jika bukti tersebut kuat, komite akan menyusun "pasal-pasal" pemakzulan yang sebenarnya setara dengan tuntutan kriminal di ranah politik.

Mereka kemudian menyerahkan pasal tersebut ke Dewan Perwakilan, yang setelah itu bakal menggelar pemungutan suara. Dalam proses tersebut, Dewan Perwakilan diwajibkan memilih untuk memakzulkan Trump atau tidak.

Jika disetujui, pasal tersebut akan dibawa ke Senat, di mana "pengadilan" akan digelar. Dalam proses tersebut, utusan dari Dewan Perwakilan akan bertindak sebagai penuntut, sementara Trump dan pengacaranya menjadi "tersangka".

Sementara itu, kepala hakim dari Mahkamah Agung akan mengawasi pengadilan di Senat tersebut. Setelah proses pemeriksaan rampung, anggota Senat bakal kembali menggelar pemungutan suara.

Jika dua pertiga anggota parlemen sepakat untuk memakzulkan Trump, maka kursi presiden akan dikosongkan. Wakil presiden lantas akan mengisi sementara kekosongan kursi di Gedung Putih tersebut.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar