Jokowi Pegang Rekor Terburuk dalam Penanganan Kasus Munir

Selasa, 24/09/2019 11:45 WIB
Aksi menolak lupa terhadap kasus Munir (YouTube/rockzstar studio)

Aksi menolak lupa terhadap kasus Munir (YouTube/rockzstar studio)

law-justice.co - Amnesty International Indonesia menyebut era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi) menjadi masa pemerintahan yang paling buruk terkait penuntasan kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib.

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, Penilaian ini diperoleh dari membandingkan langkah yang ditempuh saat kepresidenan Jokowi dengan era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, dan Megawati Soekarnoputri.

Setidaknya ia bisa membandingkan kerja penuntasan kasus Munir di era SBY dengan Jokowi.

Sedangkan untuk membandingkan era Jokowi dengan Megawati, ia menyandingkan penanganan kasus Munir dengan penuntasan kasus serupa--yakni pembunuhan Theys Hiyo Eluay pada masa Megawati.

Mantan Sekretaris Jenderal Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir itu menggunakan sejumlah indikator dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam membandingkan dan mengukur kerja tiap-tiap pemerintahan tersebut.

Indikator itu kata dia termaktub dalam resolusi umum PBB tentang deklarasi pencarian fakta. Ada sejumlah standar yang dipatok untuk mengukur keseriusan sebuah pemerintahan dalam menuntaskan sebuah kasus, khususnya mengenai perkara pembunuhan yang tidak sah.

Ia menjabarkan standar itu antara lain, adanya landasan hukum yang kuat, anggota tim yang independen, waktu pembentukan harus segera, proses efektif dan menyeluruh, independen dan tidak berpihak, serta transparan dan ditindaklanjuti.

"Dari standar itu maka dengan mudah kita mengatakan sikap pemerintahan SBY tentu lebih baik daripada sikap pemerintahan Jokowi. Setidak-tidaknya pemerintahan SBY menerbitkan Keppres mengenai pembentukan tim gabungan pencari fakta meskipun ada kekurangan-kekurangan," jelas Usman di Kantor YLBHI, Jakarta,  seperti melansir CNNIndonesia.com.

"Tampaknya sikap Presiden Jokowi terlihat kurang berminat untuk menyelesaikan kasus Munir dibandingkan pemerintahan SBY."

Usman mengatakan, keengganan ditunjukkan dengan ketiadaan tekad, baik untuk membentuk komisi penyelidik ataupun komisi pencari fakta untuk menindaklanjuti temuan TGPF era SBY.

"Berbeda dengan pemerintahan Jokowi, kepresidenan SBY menerbitkan satu keputusan di tingkat presiden--artinya landasan hukumnya, setingkat Keppres. Yaitu pembentukan tim pencari fakta kasus meninggalnya Munir," kata Usman.

Ia mengakui kebijakan itu juga tak sempurna tapi setidaknya hasil penyelidikan tim pencari fakta era SBY telah mengumpulkan bukti awal yang lantas ditindaklanjuti oleh tim penyidik. Selain itu dari bekal tim pencari fakta pula beberapa orang telah diproses hukum.

"Sumber-sumber menyatakan bahwa penyelidikan tersebut menemukan bukti-bukti yang cukup kuat yang juga komprehensif untuk menuntut akuntabilitas. Salah satunya dalam laporan pertama adalah penetapan tersangka Pollycarpus," kata Usman.

Atas tindak lanjut laporan kedua, sebenarnya penetapan tersangka terhadap Direktur Utama Garuda ketika itu. Bahkan lebih jauh lagi sampai akhirnya ke mantan Deputi V Badan Intelijen Negara, Muchdi PR."

Komitmen seperti itu, ia melanjutkan, tak didapat ketika masa kepresidenan Jokowi.

"Kalau sekadar penyataan di Twitter atau sosial media, saya tidak tahu apakah itu berdampak pada hukum atau tidak," tambah dia lagi.

Sedangkan untuk membandingkan dengan pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Usman menyandingkan kasus Munir dengan perkara pembunuhan Theys Hiyo Eluay.

Theys adalah mantan Ketua Presidium Dewan Papua (PDP). Ia dikenal kritis menyuarakan kondisi dan keinginan masyarakat Papua. Pada 10 November 2001, Theys diculik dan jenazahnya ditemukan keesokan harinya di Muara Tami, Jayapura.

Menurut dia, kedua kasus tersebut bisa disandingkan karena karakter perkara yang serupa--dari segi perencanaan pembunuhan dan aktor-aktor negara yang terlibat.

"Yang dilakukan Megawati saat itu terbitnya Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2002 dari Presiden Megawati. Dengan kata lain pemerintahan presiden Megawati ketika menyikapi pembunuhan yang setara dengan kasus Munir, langsung membentuk apa yang disebutnya tim penyelidik nasional," ujar Usman.

Meski kemudian ia juga menjelaskan, penyidikan kasus pembunuhan Theys juga tak memuaskan. Misalnya dari segi keanggotaan tim penyelidik yang dianggap tak independen, transparansi hasil penyelidikan hingga para pelaku pembunuhan yang tetap beroleh promosi jabatan--setelah mendapat sanksi.

Sekalipun begitu, tetap saja bagi Usman, langkah Megawati itu masih jauh lebih baik dibanding Joko Widodo dalam menghadapi kasus Munir.

"Dengan ini saya mau mengatakan, juga tidak ideal apa yang terjadi di pemerintahan Megawati. Tetapi lebih jauh kalau dibandingkan dengan pemerintahan Jokowi, kepresidenan Jokowi lebih lemah dibanding kepresidenan Megawati," pungkas Usman.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar