Dr. Safri Muiz, Pengamat Politik:

Revisi UU KPK, KUHP dan Karhutla, Ujian Kritis Rejim Jokowi

Sabtu, 21/09/2019 07:25 WIB
Presiden Joko Widodo (Ist)

Presiden Joko Widodo (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Kiprah perpolitikan di tanah air, seringkali berulang dari periode ke periode. Kadang hal yang sama dan apa yang dilakukan oleh para politisi juga terulang. Partai-partai yang menaungi para politisi cenderung melakukan hal yang sama atau ada perubahan tapi bukan yang substansial. Tetapi hanya perubahan kecil yang tidak berarti bagi demokrasi dan rakyat di tanah air. Makanya tidak usah heran mahasiswa terus berdemo seperti sekarang ini yang menolak perilaku oportunis partai politik.

Semakin hari rakyat semakin mengerti akan pola partai politik berkiprah, janji yang ditawarkan kecenderungan tidak bisa diaplikasikan, karena janji itu adalah retorika belaka. Kepercayaan terhadap partai politik mengalami pasang surut, karena tingkah laku para politisi yang mewakili mereka, kecenderungannya sangat susah merealisasikan janji kampanye, ujar pengamat politik, Dr.Safri Muiz kepada Law-Justices.co di Jakarta, Sabtu (21/9).

Begitu juga perjalanan kekuasaan rejim Jokowi juga mengalami pasang surut sesuai dengan irama politik ditanah air. Tetapi pemerintahan Jokowi lima tahun kebelakang menyisahkan banyak hal yang jangan terulang lagi pada periode kedua Jokowi lima tahun kedepan. Aparat pemerintah terutama jajaran elit yang menjadi tulang punggung pemerintahan Jokowi sudah sewajarnya melakukan tindakan yang menterjemahkan sikap dan keinginan Jokowi sebagai Presiden.

Mereka harus tahu bagaimana menterjemahkan semua menuver-manuver politik yang dilakukan oleh Jokowi sebagai pimpinan mereka. Bukan menjadi beban bagi Jokowi untuk selalu membela para pembantunya bila terjadi mislading setiap respon atas kinerja yang tidak pantas disampaikan ke publik.

Diakhir periode pertama pemerintahan Jokowi ini, diuji dengan tidak sejalannya lembaga negara yang berada dibawah Presiden dan itu pun lembaga ad-hoc yaitu KPK. Para pegawainya yang nota-bene adalah pegawai negara, tetapi menentang keputusan bahwa UU yang menaungi KPK harus di revisi. Begitu juga tingkah laku komisioner KPK, yang mengungkapkan bahwa ada calon pimpinan KPK yang terindikasi melakukan tindakan pelanggaran berat terhadap kode etik. Tapi yang disesalkan pernyataan tersebut menjustifikasi seseorang yang sudah lulus di tim pansel, tinggal dipilih oleh DPR, karena sudah disetujui oleh Presiden, lanjut Safri.

Langkah tidak elok tersebut memang tidak didengarkan oleh DPR. Walhasil calon pimpinan KPK tersebut terpilih dengan suara terbanyak dan langsung dipilih menjadi Ketua KPK. Juga para pegawai KPK melakukan protes terhadap pemerintah dan DPR yang akan merevisi UU KPK yang dianggap terlalu super body dan kecenderungannya menjadi bola liar.

Revisi UU KPK ini hasil dari evaluasi selama 17 tahun terbentuknya KPK, yang mana KPK sudah mulai melakukan tindakan-tindakan politik. Pimpinan KPK mulai melakukan manuver-manuver politik, bukan melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi yang menjadi tugas mereka. Alasan pegawai KPK bahwa revisi tersebut melemahkan KPK secara kelembagaan. Padahal sampai hari ini tidak ada satu lembaga pun termasuk Presiden dan DPR ingin melakukan pelemahan terhadap KPK, tambah Safri.

Begitu juga sorotan dan kritik publik terhadap RUU KUHP, yang dalam waktu super cepat akan diputus sebelum masa sidang akhir DPR periode 2014-2019. Disamping itu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi lagi diakhir pemerintahan Jokowi ini, dan hampir setiap tahun kebelakang para pembantu Jokowi tidak pernah berdaya menghadapi kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan setiap musim kemarau. Kabut asap sampai ke negara tetangga yaitu Malaysia dan Singapura.

Kedua negara tersebut selalu protes mengenai penanganan kebakaran hutan tersebut. Karena negara mereka ditutupi kabut asap tebal, juga rakyat mereka banyak yang terkena ispa (penyakit pernafasan akibat asap). Pertanyaannya kemana para pemangku jabatan yang ditugasi oleh Presiden untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan gambut ini, tanya Safri.

Riak dan gaduh ini memang tidak perlu terlalu direspon oleh Jokowi, karena Presiden Jokowi sudah melimpahkan wewenang kepada para pembantunya yaitu menteri terkait. Karena itu rakyat bisa menilai apakah para menteri yang ditugasi oleh presiden itu kapabel dan layak dalam menanggulangi atau memberikan narasi yang sesuai dengan keinginan besar rakyat Indonesia.

Jokowi bisa langsung menilai apakah mereka layak untuk dipilih kembali pada pemerintahan kedua beliau lima tahun kedepan atau hanya cukup sampai disini. Kita hanya bisa melihat apakah sepak terjang pemerintahan Jokowi periode kedua ini, akan memberikan harapan baru guna menuju Indonesia Maju, yang sesuai dengan visi Jokowi lima tahun kedepan atau kita akan tertipu lagi dengan janji-janji pinokio seperti yang ditulis Tempo, tandas Safri.

KPK dan Karhutla ini adalah ujian akhir dari pemerintahan periode pertama Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia. Beliau benar-benar ditunggu, apakah kedua hal tersebut bisa diatasi dengan baik, ataukah akan menyisahkan masa kelam terhadap kejadian-kejadian yang tidak terselesaikan dengan apik. Jokowi sangat diharapkan dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang cerdas. Sehingga KPK dan Karhutla bisa tertangani, dan laju pemerintahan benar-benar sesuai dengan koridor konstitusi negara.

KPK sebagai lembaga negara akan menjalankan perintah konstitusi yaitu pencegahan dan pemberantasan korupsi. Bukan jadi LSM yang mengadvokasi pemberantasan korupsi. KPK bukan lagi lembaga yang suka menggiring opini di publik, tetapi benar-benar menjalankan perannya dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Para Pimpinan KPK adalah abdi negara, bukan politisi. Komisioner KPK tidak lagi melakukan tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. Mereka akan mengedepankan pencegahan, bukan reaktif tampil di media tentang OTT, timpal Safri.

Semua langkah dan tindakan KPK tidak terkesan berpihak atau ada kekuatan lain yang mengendalikan. KPK adalah lembaga independen negara, bukan lembaga LSM yang hanya mengadvokasi pemberantasan korupsi. Juga KPK bukan lembaga super body. KPK harus bisa kerjasama dengan lembaga-lembaga lain di republik ini. Bukan menjadi lembaga yang merasa paling hebat dan semua tindakan tanpa kontrol pengawasan.

Karhutla cukup sampai akhir bulan September 2019 ini. Penanganan masalah kebakaran hutan bisa langsung ditangani dengan penanganan yang profesional dan terarah. Masing-masing instansi yang terkait yang ditugasi Presiden bisa melakukan tindakan preventif dan cepat bila ada kebakaran hutan di seluruh tanah air. Jangan sampai Indonesia setiap tahun menyebarkan penyakit ispa ke negara lain,

Indonesia sebagai paru-paru dunia, karena hutan masih lumayan tumbuh di negara ini. Jangan pula kita dimusuhi oleh negara-negara lain karena ketidak mampuan mengurus, terutama masalah kebakaran hutan. Hutan adalah sumber energi bagi rakyat Indonesia, dan hutan adalah bagian kehidupan bagi rakyat Indonesia. Kasus revisi super cepat RUU KPK, KHUP dan Karhutla akan menjadi batu ujian bagi rejim Jokowi untuk menyelesaikannya secara tuntas. Kalau tidak ada hasil yang kongkret maka mahasiswa akan terus mendemo Jokowi seperti yang sudah terjadi dua hari berturut-turut ini, tegas Safri.

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar