Larang Ibadah, Gereja KINGMI Papua Desak Kapolres Mimika Dicopot

Sabtu, 21/09/2019 11:31 WIB
Aksi menyalakan lilin oleh warga Papua (mediaindonesia.com)

Aksi menyalakan lilin oleh warga Papua (mediaindonesia.com)

Jakarta, law-justice.co - Pendeta Deserius Adii, Departemen Keadilan dan Perdamaian Koordinator Puncak Selatan dari Gereja KINGMI di Tanah Papua, mendesak Polri unruk mencopot Kapolres Mimika, AKBP Agung Marlianto.

Melansir dari Jubi.co.id, tuntutan itu muncul setelah Kepolisian Resor Mimika pada Kamis (19/9/2019) membubarkan ibadah syukuran kepulangan para mahasiswa Papua yang meninggalkan kota studi di Jawa dan Bali.

Sebelumnya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat John NR Gobai juga menuntut pencopotan Kapolres Mimika, karena membubarkan ibadah syukur dan bakar batu yang digelar di kantor Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme (LEMASA) di Timika, Kabupaten Mimika, Kamis. Pendeta Deserius Adii menyatakan mendukung seruan John NR Gobai itu.

Adii menyatakan pelarangan ibadah syukuran kepulangan para mahasiswa Papua dari berbagai kota studi di luar Papua itu melanggar hak setiap warga untuk menjalankan ibadah.

“Kami minta [Kapolres Mimika] dicopot, karena membubarkan ibadah syukuran, menangkap mahasiswa, dan membubarkan bakar batu. Ini perlakukan tidak terpuji. Kapolres [Mimika] yang lain selalu bernegosiasi dulu, dan kadang mereka membiarkan kami beribadah,” kata Adii, Jumat (20/9/2019).

Deserius Adii mengatakan setiap pejabat aparat keamanan yang ditugaskan di Papua seharusnya belajar mengenai adat-istiadat dan kebiasaan di Papua. Adii menegaskan, pejabat publik yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan situasi di Papua bisa menimbulkan konflik baru.

“Kapolres Mimika dalam penanganan [masalah di Mimika] tidak berkomunikasi dengan baik. Seharusnya dia melakukan pendekatan persuasif sebagai pimpinan Polres Mimika,” kata Adii.

Staf LEMASA bidang Hukum Patrick Wetipo mengatakan pembubaran ibadah syukuran atas kepulangan para pelajar dan mahasiswa Papua yang meninggalkan kota studi mereka di Jawa dan Bali itu telah menimbulkan rasa tidak aman di antara orang Papua. “Perlakuan ini menganggu psikologis rakyat Papua dan mahasiswa. Aparat menangkap 24 orang Papua, dibawa ke Markas Polres Mimika,” katanya.

Kapolres Mimika, AKBP Agung Marlianto mengatakan pihaknya tidak mengeluarkan izin terkait kegiatan itu. “Namun panitia bersikeras melaksanakan kegiatan itu,” kata Agung Marlianto.

Menurutnya, masyarakat sempat melempari aparat keamanan saat pembubaran sehingga polisi mengeluarkan tembakan peringatan ke udara menggunakan peluru hampa dan peluru karet. “Sebanyak 13 orang kami amankan, termasuk panitia, untuk dimintai keterangan,” ucapnya.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar