Ramai Ditolak, Beda Sikap Jokowi Soal RKUHP dan RUU KPK

Jum'at, 20/09/2019 19:45 WIB
Presiden Joko Widodo (voanews.com)

Presiden Joko Widodo (voanews.com)

Jakarta, law-justice.co - Presiden Joko Widodo menunjukkan perbedaan sikap terkait dua rancangan undang-undang yang sama-sama ramai ditolak publik, yaitu RUU KUHP dan RUU KPK.

Pada RUU KUHP, Jokowi berani meminta menunda pengesahan, tapi tidak untuk revisi UU KPK yang kini sudah sah.

Melansir dari Detik.com, Jumat (20/9/2019), saat rencana revisi UU KPK disepakati dalam paripurna DPR, penolakan langsung datang dari berbagai pihak dan meminta Jokowi menunda pembahasan. Namun dalam perjalanannya, Jokowi tetap mengirim surat presiden (surpres) ke DPR untuk membahas RUU itu.

Selain mengirim surpres, Jokowi memaparkan sejumlah poin yang disorotinya. Salah satunya tentang penyadapan yang harus seizin Dewan Pengawas KPK.

"Saya tidak setuju jika KPK harus meminta izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan. Misalnya izin ke pengadilan, tidak. KPK cukup meminta izin internal dewan pengawas untuk menjaga kerahasiaan," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat (13/9/2019).

Jokowi mengatakan Dewas itu akan berisi tokoh masyarakat. Selain tentang penyadapan, Jokowi menyoroti poin lain dalam revisi UU KPK, yaitu pengangkatan penyidik dan penyelidik yang berasal dari polisi dan kejaksaan.

Pembahasan terus berjalan dan dicapailah kata sepakat antara DPR dan pemerintah untuk membawa revisi UU KPK ke tahap pengesahan dalam paripurna. Nah, dalam paripurna itu juga kembali disampaikan persetujuan oleh Jokowi yang dibacakan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

"Berdasarkan hal tersebut dan dengan mempertimbangkan pandangan fraksi, atas nama presiden, presiden menyatakan setuju tentang perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK disahkan menjadi undang-undang," kata Yasonna dalam rapat paripurna di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019). Rapat dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

Hasilnya, revisi UU KPK sah. KPK pun memiliki Dewan Pengawas yang berwenang mengizinkan atau tidak mengizinkan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan hingga pimpinan KPK yang tidak lagi menjadi penyidik dan penuntut umum.

Sikap berbeda kemudian ditunjukkan Jokowi terhadap RUU KUHP. Dia meminta menunda pengesahan RUU itu.

"Saya terus mengikuti perkembangan pembahasan RUU KUHP secara saksama. Dan setelah mencermati masukan-masukan dari berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi-substansi RUU KUHP, saya berkesimpulan, masih ada materi-materi yang butuh pendalaman lebih lanjut," kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor, Jumat (20/9/2019).

Jokowi mengaku telah memerintahkan Menkum HAM Yasonna Laoly menyampaikan sikap pemerintah ke DPR. Dia berharap pengesahan tidak dilakukan DPR periode ini.

"Saya telah perintahkan Menkum HAM untuk menyampaikan sikap ini pada DPR RI, yaitu pengesahan RUU KUHP agar ditunda. Dan pengesahannya tidak dilakukan oleh DPR periode ini," tuturnya.

Selain itu, Jokowi meminta Yasonna kembali mendengarkan masukan-masukan dari masyarakat terkait RUU KUHP. "Saya perintahkan Menkum HAM kembali jaring masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat sebagai bahan sempurnakan RUU KUHP yang ada," ucapnya.

RUU KUHP ini juga banyak mendapat penolakan. Ada sejumlah pasal yang dinilai kontroversial seperti soal penghinaan presiden, pasal aborsi, hingga pasal yang mengatur bahwa semua persetubuhan di luar pernikahan bisa dipidana.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar