Industri Baja Nasional Loyo, Impor Jadi Halal?

Kamis, 19/09/2019 19:33 WIB
Produk baja dari Krakatau Steel (Media Indonesia)

Produk baja dari Krakatau Steel (Media Indonesia)

Jakarta, law-justice.co - Ramainya baja impor di Indonesia disebabkan oleh pasokan baja dalam negeri yang terhitung rendah, tak sebanding dengan tingkat permintaan yang terus menanjak.

Demikian kata manajemen emiten baja, PT Gunung Raja Paksi Tbk. (GGRP) terkait jumlah komoditas tersebut di pasaran.

Pertumbuhan industri baja dalam negeri juga dinilai lambat sehingga tak bisa mengimbangi pembangunan infrastruktur yang begitu masif.

Melansir dari CNBC Indonesia, Direktur Utama Gunung Raja Paksi Alouisius Maseimilian mengatakan tahun lalu kebutuhan baja dalam negeri mencapai 15,08 juta ton, namun suplai dari dalam negeri hanya bisa menutupi 49% dari total kebutuhan tersebut. Tak ayal, pasar baja dalam negeri dibanjiri oleh baja impor.

"Karena kalau kita lihat supply and demand, demand begitu tinggi tapi supply-nya masih rendah. Artinya harus dilakukan fokus investasi di industri baja ini," kata Alouisius di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (19/9/2019), usai pencatatan saham perdana Gunung Raja Paksi.

Dia menyebutkan, perkembangan pembangunan infrastruktur di Indonesia sangat cepat sehingga kebutuhan baja makin tinggi.

Di sisi lain, China yang terdampak perang dagang dengan AS terus membanjiri pasar Asia untuk menyerap produksi baja dalam negerinya yang berlebih atau oversupply.

"Infrastruktur kita cepat kan, tentu kebutuhan baja naik cepat. Nah kalau di China waktu mereka ada olympic [Olimpiade] kebutuhan baja kan besar, industri bajanya berkembang cepat, BUMN-nya berkembang," katanya.

"Sekarang mereka overcapacity mereka keluar. Nah, kita di Indonesia pertumbuhannya agak pelan tidak seimbang dengan pertumbuhan investment di infrastruktur itu," jelasnya lagi.

Dalam kesempatan tersebut, perseroan juga mencatatkan saham perdana di BEI dengan kode saham GGRP. Saham perusahaan pada Kamis pagi ini naik 10,12% ke Rp 925/saham dari harga pembukaan Rp 840/saham.

Perusahaan menawarkan sebanyak 1,230 miliar saham. Jumlah tersebut berada di bawah alokasi jumlah saham untuk publik semula yang sebanyak 1,238 miliar saham. Dengan demikian produsen baja ini memperoleh dana segar dari investor senilai Rp 1,03 triliun.

Menurut rencana sebelumnya, hasil penggunaan dana dari IPO sebesar 99,52% akan digunakan untuk melunasi utang dalam rangka pembelian aset tetap dan biaya operasi. Sisanya, 0,48% untuk modal kerja.

(Regi Yanuar Widhia Dinnata\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar