Iuran Meroket, Pelayanan Buruk, Defisit Keuangan: Bubarkan BPJS!

Kamis, 19/09/2019 16:01 WIB
Pelayanan BPJS Kesehatan (Marketeers.com)

Pelayanan BPJS Kesehatan (Marketeers.com)

Jakarta, law-justice.co - Enam organisasi masyarakat akan menggelar aksi nasional untuk mendesak pemerintah membubarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Aksi itu terjadi lantaran BPJS dinilai sudah terlalu banyak menghadapi permasalahan internal sehingga mengakibatkan kerugian bagi rakyat Indonesia sebagai pengguna layanan kesehatan.

Dengan jargon "Bubarkan BPJS", Enam organisasi yang tergabung dalam Front "Bubarkan BPJS" ini adalah DPN SRMI, EN LMND, FNPBI, LMND, KPP STN dan API Kartini.

"Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945." terang Front Bubarkan BPJS dalam siaran pers, Kamis (19/9/2019).

Melansir dari Akuratnews.com, menurut mereka setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.

akuratnews.com

"BPJS sebagai badan penyelenggara yang ditunjuk oleh negara, tentu saja wajib bertanggung jawab dalam peningkatan layanan kesehatan masyarakat. Peningkatan bukan hanya pada kuantitas kepesertaan namun juga peningkatan kualitas layanan, menjamin kemudahan akses, dan terjangkau dalam biaya." terang mereka.

Front Bubarkan BPJS mengatakan, sebagai badan hukum nirlaba, maka BPJS lembaga non profit, suatu lembaga yang dibentuk negara sebagai penyelenggara Jaminan Sosial dibidang kesehatan, namun anehnya pada sisi lain BPJS justru diberi kewenangan untuk menggunakan dana iuran kesehatan untuk pengembangan usaha.

"Penyelenggara layanan kesehatan seharusnya tidak diberi kewenangan untuk menggunakan dana iuran kesehatan untuk pengembangan usaha, karena beresiko dikemudian hari." ujar mereka.

BPJS mengalami masalah defisit setiap tahunnya, tidak tanggung-tanggung defisit BPJS sampai akhir agustus 2019 mencapai 14 triliun, bahkan diprediksi akan defisit hingga 32,84 triliun.

"Inilah alasan utama pemerintah sepakat menaikkan iuran BPJS bagi PBI maupun peserta Mandiri. Defisit ini tidak terjadi sekali saja, tetapi berkali-kali sejak 2014." ungkap Front Bubarkan BPJS.

"Tapi apakah benar bahwa defisit terjadi karena banyaknya peserta mandiri yang melakukan tunggakan? Bukan karena peserta mandiri adalah peserta dari golongan masyarakat miskin atau mendekati miskin yang sebelumnya mendapat layanan kesehatan kepersertaan Jamkesda, karena hampir semua pemda mengurangi jumlah kepesertaan PBI APBD?" katanya.

"Atau karena tunggakan dilakukan oleh pemda yang kebingungan menutupi alokasi anggaran kesehatan yang naik setiap tahunnya? Jika benar maka ini sama namanya dengan menjebak diri pada kewajiban yang bablas dan akhirnya ngawur karena diwajibkan bagi semua orang, dengan menggunakan sistem layanan kesehatan yang tersentralisir tanpa mempertimbangkan kemampuan keuangan masing-masing daerah." tandasnya.

Front Enam organisasi ini memaparkan, langkah pemerintah untuk menaikan iuran BPJS baik PBI maupun peserta mandiri menurut Front Bubarkan BPJS bukanlah jalan keluar dari defisit yang terus terjadi, tetapi malah membuat masalah baru.

"Beban tambahan bagi APBN dan APBD dan tentu saja akan menjadi beban juga bagi rakyat, 40.000, 60.000, dan 80.000 rupiah saja tidak mampu dibayar apalagi jika naik? Dan ditengah situasi daya beli rakyat yang turun, belum lagi rencana pemerintah yang akan menjadikan RT-RW sebagai tukang tagih bagi penunggak, malah akan menciptakan konflik di tengah masyarakat," kata Mereka.

Selain itu, menurut mereka, setiap defisit BPJS selalu mengurangi jenis layanan perawatan. Sementara upaya perbaikan layanan masih jauh tertinggal jika dibandingkan negara-negara lain, seperti Kuba, Venezuela dan lain-lain.

"Pada saat program Jamkesmas dan Jamkesda masalah seperti ini tidak pernah terjadi, layanan tetap bisa dilakukan, rumah sakit tidak pernah berteriak tidak dibayar. Bahkan terdapat anggaran sisa dari alokasi APBN dan APBD." terang Front Bubarkan BPJS yang membandingkan antara BPJS dengan Jamkesmas dan Jamkesda.

Front ini pun mendesak bahwa sudah seharusnya pemerintah kemudian melakukan evaluasi dan audit secara menyeluruh terhadap BPJS sebagai penyelenggara, mulai dari tingkat fasilitas tingkat pertama hingga rujukan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas iuran yang dihimpun dari masyarakat, maupun dari APBN dan APBD bagi PBI.

Front Bubarkan BPJS menegaskan, jika kemudian ditemukan penyelewengan maka sudah sepantasnya BPJS dibubarkan dan mengganti layanan kesehatan dengan program Jamkesmas dan Jamkesda, yang jauh lebih efektif dalam penyelenggaraan dan efisien dalam penggunaan anggaran.

"Mengembalikan fungsi PT. Askes, Jamsostek, Asabri dan Taspen pada fungsinya semula, sedangkan bagi peserta mandiri, yang telah terlanjur melakukan pembayaran iuran maka menjadi tanggungjawab pemerintah sepenuhnya untuk mengatur." pungkasnya.

Berikut pernyataan sikap Front Bubarkan BPJS yang terdiri atas DPN SRMI, EN LMND, FNPBI, LMND, KPP STN dan API Kartini, sebagai berikut:

1. Evaluasi Sistem dan Audit Pengelolaan Keuangan BPJS;

2. Bubarkan PBJS;

3. Kembalikan Sistem Jaminan Kesehatan pada Program Jamkesmas dan Jamkesda yang dikelola langsung oleh negara.

"Laksanakan Layanan Kesehatan yang berperikemanusiaan, berkeadilan, bermanfaat, murah, tanpa diskriminasi bagi seluruh rakyat Indonesia. Wujudkan Kesejahteraan Sosial dan Menangkan Pancasila!" demikian Front Bubarkan BPJS.

(Regi Yanuar Widhia Dinnata\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar