BUMN Indonesia Hancur Lebur oleh Utang Luar Negeri

Rabu, 18/09/2019 21:46 WIB
BUMN (Bumninc.com)

BUMN (Bumninc.com)

Jakarta, law-justice.co - Proyeksi utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) semakin menunjukkan tanda-tanda mengkhawatirkan di tengah makin bengkaknya utang luar negeri (ULN) perusahaan pelat merah.

Melansir dari CNBC Indonesia, Rabu (18/9/2019), lembaga pemeringkat global, Moody`s Investor Service baru-baru ini merilis laporan yang menunjukkan bahwa BUMN di kawasan Asia Pasifik kecuali China menjadi sumber risiko kontijensi atau risiko ketidakpastian terkait perolehan laba atau rugi pada neraca pemerintah. Risiko ini muncul salah satunya diakibatkan oleh utang yang ditanggung BUMN.

Menurut riset Moody`s tersebut, beberapa BUMN di Indonesia, Taiwan, Thailand, India, Korea dan Malaysia menunjukkan outlook utang yang mengkhawatirkan.

Beberapa indikator yang digunakan oleh Moody`s untuk melihat adanya risiko kontijensi tersebut antara lain rasio utang terhadap modal (debt to equity ratio/DER), kemampuan bayar utang (interest coverage rasio/ICR), rasio balik modal (retun on equity/ROE) serta persentase utang terhadap PDB BUMN.

Beberapa BUMN Indonesia yang disorot dalam laporan Moody`s tersebut adalah PT Waskita Karya Tbk. (WSKT), PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA), PT Adhi Karya Tbk. (ADHI), PT Kimia Farma Tbk. (KAEF), PT Krakatau Steel Tbk. (KRAS) dan PT Indofarma Tbk. INAF).

Pasalnya BUMN-BUMN yang berstatus emiten tersebut memiliki rasio utang yang sangat besar dibandingkan dengan modalnya. Dalam hal ini Waskita mencatatkan ryang sangat tinggi mencapai 359,1%, disusul pada posisi kedua yaitu Garuda dengan nilai DER mencapai 211,2%.

Adapun, hingga Juni 2019, utang luar negeri (ULN) BUMN Indonesia tercatat mencapai US$ 52,8 miliar atau setara dengan Rp 744 triliun (asumsi kurs Rp 14.100/US$). Moody`s menilai, angka tersebut terbilang mengkhawatirkan dan berdampak pada adanya risiko kontijensi atau ketidakpastian untuk RI sebagai pemegang saham BUMN.

Jika dirunut, sejak awal tahun ini, tercatat utang luar negeri BUMN RI terus mengalami tren peningkatan. Dari periode Januari-Juli, ULN BUMN sudah naik lebih dari US$ 6,3 miliar atau naik 13,8%.

Proporsi utang BUMN terhadap total utang luar negeri swasta pada Juli 2019 tercatat mencapai 26,7%. Naik 2,7 basis poin bila dibandingkan dengan ULN swasta pada awal tahun ini.

ULN BUMN Indonesia didominasi oleh utang luar negeri BUMN perusahaan bukan lembaga keuangan yang mencapai 20% dari total ULN Swasta per Juli 2019.

ULN Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan tercatat pada Juli mencapai US$ 41,3 miliar. ULN Bank BUMN di periode yang sama mencapai US$ 7,6 miliar dan ULN BUMN Lembaga Keuangan non-bank tercatat mencapai US$ 3,9 miliar.

Selain dilihat dari DER, rasio kemampuan bayar utang (ICR) dan rasio likuiditas (current rasio) juga menjadi indikator lain yang disampaikan Moody`s.

Ditinjau dari kemampuan bayar utang, Garuda memiliki masalah dalam kemampuan bayar utang karena nilainya negatif. Nilai ICR yang tinggi menunjukkan kemampuan bayar utang yang baik, sebaliknya ketika nilainya terlalu kecil mengindikasikan perusahaan sedang dalam masalah untuk membayar utang.

Dari sisi rasio likuiditas, semakin kecil nilai maka perusahaan tersebut sedang mengalami kesulitan dalam hal likuiditas.

Moody`s menilai, Krakatau dan Garuda menjadi BUMN yang sedang mengalami masalah terkait likuiditas. Menurut Moody`s, untuk meminimalkan adanya risiko kontijensi, kalkulasi risiko yang cermat serta manajemen risiko mutlak sangat diperlukan.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar