PHK Massal Industri Tekstil Bukan karena Upah

Selasa, 17/09/2019 19:31 WIB
Karyawan industri tekstil (Pemeriksaanpajak.com)

Karyawan industri tekstil (Pemeriksaanpajak.com)

Jakarta, law-justice.co - Belakangan ini industri tekstil menjadi sektor terbanyak yang melakukan perampingan karyawan atau pemutusan hubungan kerja (PHK).

Adapun terjadinya PHK di sektor tektil itu bukan disebabkan oleh faktor upah seperti diperkirakan sebelumnya.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, pengusaha tekstil dengan tenaga kerja telah sepakat pengaturan upah menggunakan skema Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Menurut dia, seperti dilansir dari Kompas.com, turunnya industri tekstil hingga terjadi PHK dikarenakan banyaknya barang impor. Oleh karena itu perlu ada tindakan pengamanan dan harmonisasi tarif bagi barang impor.

"Kami secara resmi men-submit safeguard ke Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan sudah mendapat persetujuan," ujar Ade di Jakarta, Senin (16/9/2019).

Dia mengatakan, safeguard diusulkan hanya akan dilakukan selama tiga tahun. Namun, pemberlakuan safeguard harus mengikuti aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Selain safeguard, API juga meminta harmonisasi tarif. Khususnya bagi barang impor yang berasal dari China karena ada ASEAN-China Free Trade Agreement. B

Perjanjian dagang tersebut membuat tarif impor kain dan garmen menjadi 0 persen. Sementara untuk produk hulu ada bea masuk sebesar 5 persen bahkan ada tambahan tarif anti dumping hingga 9 persen.

"Tarifnya bisa ada yang menjadi 15 persen ada yang 20 persen, itu yang membuat industri kita jadi lemah," kata Ade.

Harmonisasi diusulkan kepada Menteri Perindustrian (Menperin). Produk yang harus mendapat bea masuk 0 persen hingga 5 persen merupakan produk hulu sedangkan bea masuk kain 9 persen, dan garmen sebesar 12 persen.

(Regi Yanuar Widhia Dinnata\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar