Tekstil Babak Belur, Jokowi Akui Bersalah Telah Buka Keran Impor

Senin, 16/09/2019 22:01 WIB
Karyawan industri tekstil (Medcom)

Karyawan industri tekstil (Medcom)

Jakarta, law-justice.co - Presiden Joko Widodo mengaku menyesal telah membuka keran impor selebar-lebarnya pada beberapa waktu lalu.

Akibatnya, kinerja industri tekstil di dalam negeri sempat lesu, bahkan ekspornya pun melemah di tengah tekanan perlambatan ekonomi global.

Jokowi menyampaikan hal itu saat menerima pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat Sintetis dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) di Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (16/9/2019).

Berdasarkan catatan Jokowi, pertumbuhan ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) turun 0,6 persen pada kuartal II 2019 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan itu sejalan dengan minimnya pangsa pasar Indonesia di kancah internasional, yaitu 1,6 persen dari total perdagangan tekstil dunia.

Sementara, pangsa pasar negara-negara tetangga, seperti Vietnam masih sekitar 4,59 persen dan Bangladesh 4,72 persen dari total perdagangan internasional. Sedangkan dominasi pangsa pasar masih dikuasai oleh China mencapai 31,8 persen.

"Ini disebabkan oleh tingginya biaya produksi lokal, fasilitas dan kebijakan dagang berpihak pada impor, dan kurangnya perencanaan jangka panjang, yang berdampak pada minimnya investasi," ungkap Jokowi seperti dilansir dari CNN Indonesia.

Padahal, pemerintah ingin agar industri tekstil dan produk tekstil bisa menjadi salah satu andalan ekspor Tanah Air. Sebab, menurut dia, meski penuh tantangan, namun industri tekstil mampu menjadi motor yang mendongkrak kinerja ekspor nasional.

"Perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) bisa menjadi tantangan, tetapi sekaligus menjadi peluang untuk meningkatkan ekspor, termasuk di produk tekstil, serta sintesis, dan benang filamen," katanya.

Ini tercermin dari pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil nasional yang sebenarnya masih cukup tinggi, yaitu mencapai 20,71 persen pada kuartal II 2019. Pertumbuhan industri ini setidaknya menjadi satu dari lima besar sektor industri yang berkontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) periode yang sama, yakni 1,3 persen.

Untuk itu, mantan gubernur DKI Jakarta itu ingin mendengar langsung berbagai masukan dari para perwakilan asosiasi industri tekstil dan produk tekstil terkait hal-hal yang sekiranya diperlukan untuk memacu pertumbuhan industri. Begitu pula dengan kinerja ekspor di pasar internasional.

"Tapi jangan banyak-banyak, paling tiga pokok saja, nanti kami rumuskan, kami putuskan, kemudian pemerintah akan lakukan kebijakannya, sehingga betul-betul bermanfaat bagi Bapak, Ibu, semuanya," tutur Jokowi.

Mantan wali kota Solo itu turut menekankan bahwa pemerintah akan senantiasa mencari sumber peningkatan ekspor bagi perdagangan Indonesia agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. Khususnya di tengah besarnya tekanan perlambatan ekonomi dan resesi.

"Kemarin, saya diceritakan oleh Bank Dunia, satu tahun, atau satu setengah tahun lagi, ekonomi global akan mengalami resesi, kita (Indonesia) hati-hati," katanya.

"Kita harapkan ini bisa menjadi peluang untuk membenahi hal yang perlu kita perbaiki dan kita juga tahu bahwa beberapa negara saat ini sudah pada betul-betul dalam kondisi resesi karena pertumbuhan minus, sehingga kesempatan ini harus digunakan supaya ada titik balik bagi industrialisasi di negara kita," pungkasnya.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar