Keluarkan Surpres Revisi UU KPK, Jokowi Dinilai `Tutup Mata`

Jum'at, 13/09/2019 09:10 WIB
Presiden Joko Widodo (Reuters)

Presiden Joko Widodo (Reuters)

Jakarta, law-justice.co - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Fajri Nursyamsi menilai seharusnya Jokowi bisa mencium gelagat tidak baik dalam usulan revisi UU KPK oleh DPR. Apalagi sejak awal rencana itu menimbulkan polemik. Namun dengan menerbitkan surpres itu, artinya Jokowi tutup mata dengan kejanggalan yang ada.

"Sejak awal Presiden kan harusnya sudah melihat bagaimana perjalanan (revisi) undang-undang ini sudah sangat terburu-buru. Dari situ tadinya kita mengharapkan Presiden tidak mengeluarkan surpres, tapi kenyataannya tidak," ujar Fajri seperti melansir CNNIndonesia.com.

Presiden Joko Widodo resmi mengeluarkan Surat Presiden nomor R-42/Pres/09/2019 kepada DPR terkait revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam surat itu, Jokowi menugaskan Menteri Hukum dan Asasi Manusia dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk membahas revisi UU KPK bersama DPR.

Keluarnya surat tersebut mengundang polemik di masyarakat. Jokowi dianggap turut setuju untuk melemahkan KPK dengan keluarnya surpres itu dan mengirimnya ke DPR.

Fajri mengamini bahwa pembahasan revisi UU KPK itu terlalu terburu-buru. Pertama, revisi UU KPK tidak masuk dalam prolegnas 2019. kedua, sangat dipaksakan karena masa tugas Anggota DPR 2014-2019 akan segera berakhir.

"Tinggal 12 hari kerja baru dibahas, dikhawatirkan ini ugal-ugalan. Bikin regulasi ke depan seperti hal yang dipaksakan dan proses diskusi tidak cukup matang dan akuntabel itu tidak melambangkan sebuah demokrasi," kata Fajri.

Fajri pun menilai, surpres tersebut bertolak belakang dengan semboyan penguatan KPK yang kerap dijanjikan Jokowi, terutama pada saat kampanye Pilpres 2019. Karena itu, ia menganggap janji kampanye penguatan kampanye Jokowi tak lebih dari sekadar retorika belaka.

"(Janji penguatan KPK) Itu retorika. Ini tergantung perspektif aja melemahkan atau penguatan. Yang mesti disoroti itu proses awal yang terburu-buru lalu melanggar regulasi, dari sini presiden harusnya sudah bisa lihat," tutup dia.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif masih memegang janji politik Jokowi untuk menguatkan KPK. Ia juga berharap isi surpres dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dapat diberikan ke KPK.

"Sekarang surpres sudah keluar, kita berharap isinya betul mempertahankan KPK sebagai lembaga independen. Sampai saat ini kita belum dapat salinan daftar DIM yang lengkap yang disampaikan pemerintah ke DPR," ujar dia.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar