Konflik Agraria di Urutsewu, TNI Pukuli Belasan Petani

Kamis, 12/09/2019 13:28 WIB
Protes warga Urutsewu (greenblacknews.blogspot.com)

Protes warga Urutsewu (greenblacknews.blogspot.com)

Jakarta, law-justice.co - Sejumlah TNI bersenjata memukuli petani di Desa Brencong Kecamatan Bulupesantren Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, pada Selasa lalu (10/9/2019).

Aksi pemukulan ini merupakan buntut konflik agraria di Urutsewu.

Teguh Purnomo, pengacara publik yang berada di lokasi kejadian, mengatakan peristiwa itu terjadi saat prajurit TNI melakukan pemagaran di sebuah lahan yang hingga kini masih menjadi sengketa antara warga dan TNI.

"Warga yang melihat aksi tersebut langsung berbondong-bondong ke lokasi menghalau pemagaran itu, terjadi sekitar pukul 08.00. Sesampainya di lokasi, warga disuruh bubar dan diadang oleh TNI bersenjata lengkap," kata Teguh seperti dilansir dari CNN Indonesia, Rabu (11/9/2019).

Teguh mengatakan, TNI tak hanya menyuruh bubar tetapi juga memukuli warga. Akibatnya, warga yang sebelumnya berbondong-bondong pun bubar. Mereka menuju kantor Bupati Kebumen untuk mendesak agar pemagaran tersebut dihentikan.

Aksi Pemukulan TNI (Sumber: beritabaru.co)

"Sesampainya di lokasi warga disuruh bubar dan diadang oleh TNI bersenjata lengkap untuk menjaga pemagaran tersebut. TNI yang menjaga, memukuli warga supaya bubar," kata Teguh.

Teguh mengkritik pemerintah yang dinilai lamban menangani konflik agraria tersebut. Menurutnya TNI seharusnya tak mengambil langkah sendiri untuk melakukan pemagaran.

"Ini akar masalahnya adalah konflik tanah yang lamban dan cenderung diabaikan penyelesaiannya oleh pemerintah. Harusnya TNI tidak main hakim sendiri memagar tanah rakyat dan melakukan kekerasan seperti itu," ujarnya.

Atas konflik tersebut, sedikitnya 16 warga terkena pukulan. Mereka di antaranya Wiwit Herwanto (30) terkena luka pukul di kaki dan dinjak-injak; Imam Suryadi (25) terkena pentungan di punggung; Haryanto (38) terkena luka tembak di pantat akibat peluru karet; Edi Afandi (32) dipukul di kepala; Supriyadi (40) dipukul di kepala, punggung dan kaki.

Selain itu, Wawan (26) terkena luka pukul di kepala; Manto (34) luka pelipis kanan; Partunah (42) ditendang-tendang kakinya dan diseret; Saikin (53) dipukul di kepala; Sartijo (52) luka paha di belakang; Sartono (45) luka pukul di kepala; Wadi (27) ditendang kakinya; Tolibin (30) luka pukul di kaki; Sumarjo (70) luka pukul di punggung; Martimin (35) luka pukul kepala; Saryono (34) luka pukul di kepala.

TNI Klaim Warga Tak Bisa Dikendalikan

Kodam IV Diponegoro mengklaim bentrokan tersebut dipicu sikap warga yang berusaha melawan dan tak bisa dikendalikan saat menolak pemagaran Lapangan Tembak Dislitbangad.

Kepala Penerangan Kodam IV Diponegoro Letkol Kav. Susanto mengatakan anggota TNI gabungan dari Kodim 0709/Kebumen dan Yonif 403/WP yang sedang mengamankan pekerjaan pemagaran aset TNI AD terpaksa bertindak represif terhadap aksi demo yang dilakukan ratusan warga yang menolak pemagaran.

Dia menjelaskan, kejadian itu bermula dari pekerjaan proyek pemagaran tahap III areal Lapbak Dislitbangad yang berlokasi di Desa Brencong. Pada saat yang sama datang masyarakat yang mengaku memiliki tanah tersebut, namun tidak mempunyai surat kepemilikan yang sah.

Menurutnya, kegiatan pemagaran yang dilakukan Kodam IV/Diponegoro untuk mengamankan aset negara. Selain itu, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan karena area tersebut merupakan daerah latihan atau tepatnya lapangan tembak.

Namun, kata Susanto, masyarakat tetap diperbolehkan untuk menggarap lahan tersebut dengan catatan tidak boleh mengklaim tanah tersebut merupakan tanah miliknya sampai dengan ada keputusan lebih lanjut.

"Perlu diketahui, berdasarkan Surat DJKN Kanwil Prov. Jateng Nomor S-825/KN/2011 tanggal 29 April 2011 tentang Penjelasan bahwa tanah kawasan latihan TNI seluas 1.150 HA diperoleh dari peninggalan KNIL tahun 1949. Saat ini tanah tersebut sudah masuk daftar Barang Milik Negara dengan Nomor Registrasi 30709034, jadi bukan milik warga," ujarnya.

Susanto mengatakan pengusiran warga yang dilakukan oleh aparat dengan tindakan keras di lapangan karena masyarakat tidak mau meninggalkan area tersebut dengan cara baik-baik. Menurutnya, masyarakat sudah tidak bisa dikendalikan dan cenderung berbuat onar. Tindakan represif pun dilakukan agar warga dapat meninggalkan lokasi.

"Apa yang dilakukan TNI semata-mata melaksanakan perintah yang tertuang dalam PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara. Jadi apa yang dilakukan TNI adalah konstitusional," ujarnya.

(Regi Yanuar Widhia Dinnata\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar