Perlambatan Ekonomi, BI: Semua Sibuk Selamatkan Asetnya

Kamis, 05/09/2019 15:47 WIB
Saham (Duta.co)

Saham (Duta.co)

Jakarta, law-justice.co - Semua investor di dunia tengah berupaya menyelamatkan asetnya saat perlambatan ekonomi terjadi secara masif seperti saat ini.

Seperti apa itu?

Melansir dari CNBC Indonesia, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah mengungkapkan sampai saat ini dunia masih sulit diprediksi. Apalagi soal perang dagang antara AS dan China.

"Memang semakin ke sini semakin sulit memperkirakan arahnya ke mana. [...] Ini juga dipengaruhi hard Brexit dan krisis Argentina," kata Nanang saat berbincang dengan Erwin Surya Brata dalam Program Closing Bell CNBC Indonesia seperti dikutip Rabu (4/9/2019).

Dijelaskan Nanang, saat ini nilai tukar negara maju dengan kekuatan ekonomi besar tengah melemah. Beruntung, Rupiah masih cukup baik.

"Yen melemah, Franc melemah, sebagai safe haven baru. Rupiah tidak bergerak banyak. Kalau YTD [year to date/sejak awal tahun] Rupiah masih terapresiasi 1%. Padahal emerging market semua terdepresiasi secara year to date."

"Meski ada outflow karena ketidakpastian global, tetap waspada. Kita tetap harus waspada, setiap hari bisa berubah. Risk dari trade war ini harus dianggap biasa, karena tak ada outlook yang jelas," terangnya.

Apa aset yang paling aman?

Nanang bercerita, safe haven yang memang sudah ada sejak dulu yakni Yen dan Franc masih tetap. Nah yang menjadi safe haven lain adalah US Treasury Global Bond, menurut Nanang.

"[Nilainya] sempat menyentuh 148%, kalau orang beli itu maka orang butuh dolar, dolarnya meningkat, selanjutnya Yen, Franc, dan emas," tutur Nanang.

"Hal yang tidak terduga membuat orang menyelematkan aset. Suatu saat kalau terjadi pertemuan delegasi AS dan China, dan hasil positif pasti Yen dan Franc akan dijual. Kita harus terbiasa dengan ini. Ini adalah new normal, di mana kita akan menghadapi volatilitas seperti ini," terangnya.

Apakah Emas Masih Oke?

Nanang juga menjelaskan, BI tak semata-mata melakukan diversifikasi cadangan devisanya dengan memperbanyak emas. Walaupun menjadi salah satu safe haven, Nanang mengatakan porsi cadangan devisa BI masih lebih banyak dalam dolar treasury bond.

"Kita selalu memastikan 3 aspek. Liquidity salah satunya yakni harus mudah dijual kembali dan aman serta dikeluarkan oleh pemerintahan yang credit risknya baik," katanya.

"Ada alokasi di emas adalah wajar, mungkin ke depan viewnya dengan melihat ketidakpastian ke depan. Yang jelas komposisi Treasury Bond saat ini paling besar," paparnya.

(Regi Yanuar Widhia Dinnata\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar