Menkeu dan Dirut BPJS Kesehatan Akui Adanya Kecurangan

Senin, 02/09/2019 16:29 WIB
Pelayanan di BPJS Kesehatan (Pontas.id)

Pelayanan di BPJS Kesehatan (Pontas.id)

Jakarta, law-justice.co - BPJS Kesehatan dan Kementerian Keuangan mengakui perihal adanya kecurangan atau fraud yang terjadi dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Hal itu terungkap dalam hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Melansir dari CNN dan CNBC Indonesia, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan kecurangan tersebut telah mengakibatkan kesenjangan (gap) antara premi yang dibayar peserta dengan biaya orang per orang per bulan makin melebar.

"Kemarin Bu Menteri Keuangan (Sri Mulyani) sempat menyampaikan setelah audit BPKP dilihat ada fraud, dan secara nyata ditemukan underprice terhadap iuran," katanya di Gedung DPR, Senin (2/9/2019).

Ia mengakui bahwa adanya fraud ini menjadi faktor adanya defisit yang mencapai triliunan.

"Defisit ini sebagaimana dipaparkan DJSN [Dewan Jaminan Sosial Nasional] sebelumnya, biaya per orang per bulan memang makin ke sini makin lebar perbedaannya dengan premi," tuturnya.

"Setelah BPKP turun, dilihat ada fraud. Memang akhirnya bahwa secara nyata ditemukan under price terhadap iuran. Rata-rata iuran Rp 36.500/Bulan ada gap Rp 13.000/Bulan," jelas Fahmi.

Selama ini memang per bulan Penerima Bantuan Iuran dibayar Rp 23.000 sedangkan iuran peserta mandiri dibayar Rp 25.500/bulan. Ini yang menurut Fahmi ada gap atau selisih.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan keberadaan peserta BPJS Kesehatan `sakit` yang hanya ikut program saat butuh perawatan memang turut memberi sumbangan ke pelebaran defisit keuangan pelaksana Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tersebut. Peserta jenis ini biasanya hanya membayar iuran ketika sakit dan membutuhkan jaminan biaya kesehatan.

Namun, begitu sehat, mereka tidak lagi membayar iuran kepesertaan BPJS Kesehatan. Bendahara negara mengungkap hal ini ia uangkap berdasarkan hasil temuan dan audit yang telah dilakukan oleh BPKP.

"Ada peserta yang bukan penerima upah, hanya mendaftar pada saat sakit. Tingkat kepesertaan mereka rendah, tapi menggunakan manfaatnya tinggi," ujar Sri Mulyani.

Bahkan, menurutnya, ada kalangan peserta yang sebenarnya sudah jelas-jelas tidak aktif lagi, namun begitu menggunakan kartu BPJS Kesehatan, rupanya masih bisa mendapatkan klaim. Walhasil, ada biaya layanan kesehatan yang ditanggung perusahaan, padahal peserta sudah tidak aktif.

Untuk mengatasi masalah fraud tersebut, Fachmi mengatakan pihaknya menerapkan beberapa kebijakan. Salah satunya, merekam sidik jari peserta untuk peserta yang mendaftar.

"Ini untuk mengeliminasi fraud," katanya.

Selain kebijakan tersebut, pihaknya juga melakukan audit berkala. Sedangkan untuk meningkatkan kepatuhan peserta, khususnya dari golongan pekerja bukan penerima upah, pihaknya akan menerapkan kewajiban setor iuran secara autodebet.

Saat ini BPJS Kesehatan bersama Kementerian terkait masih melangsungkan Rapat dengan DPR. Diharapkan ada kesepakatan dengan Dewan terkait solusi menyelesaikan defisit BPJS Kesehatan.

(Regi Yanuar Widhia Dinnata\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar