BPJS Kesehatan Naik Dua Kali Lipat, Lebih Baik Asuransi Swasta?

Jum'at, 30/08/2019 14:44 WIB
Pelayanan BPJS Kesehatan (Marketeers.com)

Pelayanan BPJS Kesehatan (Marketeers.com)

Jakarta, law-justice.co - Defisit BPJS Kesehatan terus meningkat, dengan demikian pemerintah berupaya mengakalinya dengan menaikkan iuran sebesar dua kali lipat.  

Hingga akhir tahun ini, BPJS Kesehatan diprediksi bakal defisit hingga Rp 32,8 triliun. Oleh karena itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bakal menaikkan besaran iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan hingga dua kali lipat.

Banyak pihak pun keberatan dengan langkah pemerintah tersebut. Pasalnya, besaran kenaikan iuran dinilai terlalu tinggi. Meski sejak awal tahun, pemerintah pun telah menggaungkan hal ini lantaran besaran iuran BPJS Kesehatan yang sudah terlalu murah (underpriced).

Melansir dari Kompas.com, Jumat (30/8/2019), Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo pun mengatakan, Peraturan Presiden terkait kenaikan upah ini telah diajukan kepada Presiden Joko Widodo dan akan segera ditandatangani.

Iuran JKN BPJS Kesehatan terakhir kali mengalami kenaikan sejak tahun 2016 lalu. Sementara, dalam pasal 16i Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan disebutkan bahwa kenaikan iuran adalah kewajiban yang perlu dilakukan dalam dua tahun sekali.

Namun, untuk kenaikan iuran Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) kelas II dan kelas III, pertimbangan utamanya harus berdasarkan pada kemampuan untuk membayar dan daya beli masyarakat.

Sementara itu, kenaikan iuran kelas I harus didasarkan pada survei kemauan masyarakat untuk membayar.

Masyarakat keberatan

Kenaikan besaran iuran JKN dinilai justru membuat masyarakat enggan untuk menggunakan layanan yang diberikan oleh negara tersebut. Sebab, nilai kenaikan iuran cukup fantastis. Untuk peserta kelas I naik 100 persen mulai 1 Januari 2020 mendatang.

Artinya, peserta harus membayar Rp160.000 per bulan dari saat ini yang hanya dikenakan Rp 80.000 per bulan. Kemudian, peserta kelas mandiri II diusulkan naik Rp59.000 per bulan menjadi Rp 110.000 dari posisi sekarang sebesar Rp 51.000 per bulan. Sementara, peserta kelas mandiri III naik dari Rp 25.500 per bulan menjadi Rp 42.000 per peserta setiap bulannya.

Ristiana Budi, salah satu peserta BPJS Kesehatan mandiri kelas I mengaku sangat keberatan dengan langkah pemerintah ini. Sebab, dalam sebulan, dirinya harus menanggung iuran untuk empat orang anggota keluarganya. Setidaknya, dia harus merogoh kocek hingga Rp 640.000 untuk membayarkan iuran JKN BPJS Kesehatan.

"Kalau bayarnya segitu mending enggak ikutan BPJS. Mending ikutan asuransi yang lain aja," ujar dia ketika berbincang dengan Kompas.com, Kamis (29/8/2019).

Dia menilai langkah pemerintah tersebut bukan menjadi solusi untuk menambal masalah defisit BPJS Kesehatan. Menurut dia, tak hanya dirinya saja yang merasa keberatan dengan kenaikan besaran iuran yang hingga 100 persen tersebut.

"Kayaknya itu bukan solusi, karena banyak teman-teman yang bakalan stop nggak mau bayar semisal dinaikin deh," ujar dia.

Nada serupa juga diungkapkan oleh peserta BPJS Kesehatan kelas I lainnya, Giri Cahyo. Menurut dia, dengan naiknya besaran iuran BPJS Kesehatan tidak bakal memperbaiki masalah inti dari lembaga tersebut.

"Merasa terbebani, asuransi swasta akan lebih menarik nantinya," ujar dia.

(Regi Yanuar Widhia Dinnata\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar