Usut Bunga Pinjaman Online, KPPU Akan Panggil Asosiasi Fintech

Kamis, 29/08/2019 09:35 WIB
Ilustrasi Pinjaman Online (cintapekalongan.com)

Ilustrasi Pinjaman Online (cintapekalongan.com)

Jakarta, law-justice.co - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan memanggil asosiasi perusahaan layanan keuangan digital (financial technology/fintech) dalam waktu dekat.

Anggota Komisioner KPPU Chandra Setiawan mengatakan, hal itu dilakukan untuk mencari keterangan terkait penetapan bunga pinjaman online untuk fintech berbasis pinjam meminjam uang (peer to peer/P2P Lending).

Seperti melansir CNNIndonesia.com, sebelumnya, KPPU mengakui tengah meneliti skema bisnis fintech P2P Lending, khususnya terkait penetapan bunga pinjaman.

Menurut Chandra, KPPU akan memanggil lebih dari satu asosiasi fintech. Diketahui, saat ini asosiasi fintech terdiri dari, yakni AFPI dan Aftech.

Tak hanya asosiasi, mereka juga akan meminta keterangan dari pihak-pihak terkait termasuk para ahli. Namun, ia belum bisa merincikan waktu pemanggilan tersebut.

"Dalam waktu dekat akan dilakukan (pemanggilan), karena sebelumnya sudah ada diskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI)," terang dia, Rabu (28/8).

Menurut Chandra, KPPU akan menggali informasi terkait kebenaran fintech menetapkan besaran suku bunga, baik secara independen maupun melalui sebuah kesepakatan.

Untuk diketahui, asosiasi fintech mematok suku bunga fintech P2P Lending maksimal sebesar 0,8 persen per hari, dengan akumulasi denda maksimal tidak lebih dari nilai pinjaman.

"Memang kalau dilihat tingkat suku bunga per tahun jadi berlipat dari perbankan. Ini mengapa? Mengapa mereka bisa menetapkan suku bunga begitu tinggi," imbuhnya.

Akan tetapi, lanjutnya, KPPU hanya bisa meminta informasi kepada fintech terdaftar di OJK. Penelitian ini dilatarbelakangi keluhan masyarakat yang mendapatkan tagihan bunga tinggi dan berlipat dari fintech P2P Lending.

"Kami bukan menuduh mereka melakukan kartel tidak, tetapi karena ada laporan dari masyarakat, kemudian ada fenomena masyarakat dirugikan," jelasnya.

OJK mencatat total penyelenggara fintech terdaftar dan berizin sebanyak 127 perusahaan per 7 Agustus 2019. Dalam mengatur operasional fintech, OJK menerbitkan POJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Menanggapi rencana tersebut, Ketua Harian AFPI Kuseryansyah mengaku bersedia memenuhi panggilan KPPU. AFPI bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan KPPU.

"KPPU adalah lembaga resmi negara, kalau ada undangan tentu denagn senang hati kami akan hadir," katanya kepada CNNIndonesia.com.

Bahkan, sambung dia, AFPI telah bersurat kepada KPPU untuk merespons pernyataan sebelumnya terkait rencana penelitian skema penetapan bunga di perusahaan fintech. Dalam surat tersebut, AFPI meminta audiensi dan pertemuan dengan pimpinan KPPU.

"Kami sudah bersurat, dan hari ini seharusnya sudah diterima KPPU," imbuh dia.

Terkait besaran bunga maksimal 0,8 persen, ia menjelaskan penetapan didasarkan kajian mendalam oleh asosiasi salah satunya melihat standar (benchmark) yang berlaku di Inggris.

Penetapan bunga maksimum tersebut bertujuan untuk melindungi konsumen agar tidak terjebak dengan pinjaman online ilegal yang menawarkan bunga sebesar 2 persen-6 persen per hari.

"Penetapan bunga dikembalikan lagi kepada perusahaan masing-masing, kami hanya mengatur bunga maksimum," tandasnya.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar