Setya Novanto Ajukan Peninjauan Kembali Kasus e-KTP

Rabu, 28/08/2019 14:48 WIB
Mantan Ketua DPR Setya Novanto (Kastara.id)

Mantan Ketua DPR Setya Novanto (Kastara.id)

Jakarta, law-justice.co - Mantan Ketua DPR, Setya Novanto terpidana kasus KTP elektronik (e-KTP) mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus yang menjeratnya.

Melansir dari CNN Indonesia, Penasihat Hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail mengatakan PK diajukan karena telah ditemukan novum (bukti atau keadaan baru), kekhilafan hakim, dan putusan yang memuat pertentangan antara satu dengan lain.

"PK (Peninjauan Kembali) ini selain ada novum, juga ada kami lihat kekhilafan hakimnya," ujar Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).

Maqdir melanjutkan, pokok dari novum itu terkait ketidakbenaran penerimaan uang oleh Novanto baik secara langsung maupun melalui money changer.

Ada pun perantara pemberi uang dalam berkas PK tersebut ialah Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo, hingga pengusaha Made Oka Masagung.

"Ini yang akan kita buktikan bahwa uang yang US$7,3 juta itu tidak pernah ada diterima oleh Setya Novanto," ujarnya.

Maqdir juga mempersoalkan putusan hakim yang mengandung kekhilafan dalam mempertimbangkan surat dakwaan. Dia menyebut putusan hakim yang menyatakan Novanto terbukti menerima uang seharusnya dijerat dengan pasal gratifikasi.

"Seharusnya bukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, ada pasal sendiri menerima hadiah atau janji (gratifikasi)," terang Maqdir.

Berdasarkan dasar bukti yang diajukan, Maqdir berharap majelis hakim PK dapat memutus bebas kliennya dari segala jeratan hukum.

"Saya berharap bahwa hakim melihat ini secara baik, karena bagaimana pun juga sekali lagi kalau semua perkara harus orang didakwa melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 (terkait suap), padahal orang ini tidak punya kewenangan," jelas Maqdir.

Dalam perkara ini, Novanto dijatuhi vonis 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Selain itu, ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar US$7,3 juta dikurangi sebesar Rp5 miliar yang telah diberikan terdakwa kepada penyidik KPK dengan ketentuan subsider 2 tahun kurungan penjara.

Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terpidana menjalani masa pemidanaan.

Novanto dinilai terbukti melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(Regi Yanuar Widhia Dinnata\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar